Palembang, (ANTARA Sumsel) - Sumatera Selatan sebagai provinsi yang dipercaya menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 bersama DKI Jakarta saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur transportasi di Kota Palembang.
Penyediaan fasilitas transportasi seperti jembatan, jalan layang (fly over), underpass, jalan tol, hingga LRT (tram) dipandang sebagai kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi untuk sukses sebagai tuan rumah Asian Games, mengingat di beberapa titik jalan utama sudah melewati rasio ambang kemacetan yakni di atas angka 0,80.
Proyek tersebut siap dikerjakan pada 2016 atau pada tahun ini apabila Prepres sudah dikeluarkan pemerintah.
"LRT tersebut nantinya akan memiliki 14 tempat pemberhentian (stasiun) dari bandara hingga ke Jakabaring (tempat keberadaan Kompleks Olahraga Jakabaring) sehingga mobilisasi tidak akan terganggu lagi," kata dia.
Berdasarkan penelitian, Alex memaparkan, kemacetan di Palembang terbilang luar biasa untuk beberapa ruas jalan karena rasio jumlah kendaraan dan kapasitas jalan sudah mencapai angka dua.
"Melebihi angka satu saja sudah menimbulkan macet, apalagi saat ini sudah dua. Artinya, jika tidak ada intervensi maka pada 2018 bisa macet total, keluar garasi langsung berhadapan dengan kemacetan," kata Alex.
Untuk itu, selain LRT, pemerintah juga menempuh upaya lain untuk mengurai kemacetan di Kota Palembang, di antaranya, pembangunan Jalan Tol Palembang-Inderalaya (Palindera) yang sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, Kamis (30/4).
Selain membangun jalan tol, Sumsel juga merencanakan pembangunan Jembatan Musi IV yang saat ini sedang pembayaran pembebasan lahan tahap kedua.
Menurutnya, keberadaan jembatan ini sangat dibutuhkan mengingat Palembang hanya memiliki Jembatan Ampera sebagai satu-satunya akses untuk menghubungkan kawasan seberang ulu dan seberang ilir.
Infrastruktur jembatan ini menjadi sangat penting mengingat Kompleks Olahraga Jakabaring berada di kawasan seberang ulu, sementara pusat pemerintah, hotel, bandara, mal, dan lainnya berada di seberang ilir.
Oleh karena itu, Alex menegaskan, pekerjaan pembangunan fisik Jembatan Musi IV ini juga ditargetkan pada 2016.
Kepala Bidang Pelaksana Balai Besar Pembangunan Jembatan Nasional III Kementerian Pekerjaan Umum A Djunaidi mengatakan, target itu kemungkinan besar tercapai karena pembayaran ganti rugi lahan Musi IV oleh pemerintah kota sudah memasuki tahap kedua, setelah tahap pertama menggelontorkan Rp4,8 miliar.
"Jika bisa, di September atau Oktober sudah lelang. Rencananya, lelang dilakukan keseluruhan atau langsung untuk sisi hulu dan hilir meski proyek direncanakan dimulai dari sisi hulu dulu yakni dari kawasan 14 Ulu," kata Djunaidi.
Ia melanjutkan, saat ini pemerintah fokus pada penyelesaian pembangunan Jembatan Musi IV ini karena lebih menunjukkan peningkatan dibandingkan rencana pembangunan Jembatan Musi VI.
Selain membangun Jembatan Musi IV, pemerintah juga akan membangun jembatan layang di persimpangan kawasan sekip dan bandara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II untuk memecahkan kemacetan yang terjadi pada jam sibuk di lokasi tersebut.
Terkait dengan jembatan layang, menurutnya, kedua proyek ini sudah menyelesaikan pembuatan DED (Detailed Engineering Design).
"DED sudah diserahkan ke pemerintah provinsi, untuk segera ditindaklanjuti dengan penyediaan lahan. Rencananya, tahun 2016 sudah mulai dibangun," kata dia.
Mobilisasi penonton
Kelancaran lalu lintas di Palembang sejak lama menjadi perhatian Dewan Olimpiade Asia (OCA) setelah kota ini resmi menjadi tuan rumah Asian Games bersama DKI Jakarta.
Kekhawatiran ini muncul karena hingga kini Palembang hanya memiliki satu jembatan untuk menuju Kompleks Olahraga Jakabaring yang dijadikan pusat pertandingan berbagai cabang olahraga.
Ketua Departemen Asian Games OCA Haider Farman mengatakan OCA sudah tidak meragukan kesiapan arena olahraga di Sumsel dengan keberadaan Kompleks Olahraga Jakabaring.
Namun yang menjadi kekhawatiran yakni belum terpenuhinya infrastruktur transportasi mengingat OCA berkeinginan setiap pertandingan itu ramai disaksikan penonton.
"Tidak terhitung berapa besar dana yang dikeluarkan tuan rumah menyelenggarakan Asian Games, jadi sayang sekali jika pertandingan yang berbiaya mahal ini malah tidak ditonton. Artinya dibutuhkan infraktuktur transportasi untuk memobilisasi penonton ke Jakabaring karena sejatinya Asian Games ini untuk mereka," kata dia.
Lantaran itu, OCA sangat menyambut baik keseriusan Indonesia dalam menyiapkan Asian Games dengan mengelontorkan dana hingga triliunan untuk pembangunan infrastruktur hingga arena olahraga.
Tapi, ia mengingatkan, tuan rumah Asian Games harus tetap berhemat dalam pengunaan dana mengingat terjadi tren peningkatan setiap pelaksanaan.
Kenaikan dana pelaksanaan Asian Games ini akan memberikan kesan negatif sehingga menurunkan minat negara-negara di Asia menjadi tuan rumah pada tahun-tahun mendatang.
Hal ini terbukti dengan mundurnya Vietnam sebagai tuan rumah Asian Games 2018, sehingga OCA memutuskan dialihkan ke negara lain yakni Indonesia.
"Berdasarkan riwayat ini, Indonesia harus berjuang untuk menekan seminimal mungkin pengeluaran karena Asian Games ini sejatinya digelar untuk rakyat, jika fasilitas yang megah dibangun tapi tidak bisa dimanfaatkan rakyat pada masa mendatang, lantas untuk apa," kata dia.
Jika perlu, ia melanjutkan, pemerintah Indonesia membatasi pengeluaran sehingga tidak melebihi perhelatan Asian Games di Incheon (Korea Selatan) tahun 2014 yang menghabiskan dana sekira dua triliun won atau sekitar 2 miliar dolar Amerika Serikat.
"Jika bisa, Asian Games di Indonesia harus lebih murah 30 persen dari Asian Games Incheon, itulah mengapa OCA sangat senang jika kota-kota yang diproyeksikan sebagai penyelenggara sudah memiliki arena olahraga berkelas internasional, seperti Palembang. Sehingga Indonesia tidak perlu membuat yang baru karena akan menyedot dana yang sangat besar," kata dia.
Selain itu, Haider Farman juga mengingatkan bahwa setiap proyek yang direncanakan tersebut harus tepat waktu.
"Masterplan-nya sungguh luar biasa, tapi harus diingat yang terpenting adalah realisasinya," kata dia.
Sementara, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengatakan Sumatera Selatan saat ini tidak lagi berfokus pada penyediaan arena olahraga, karena beragam venue di Kompleks Olahraga Jakabaring sudah berstandar internasional.
Pada Asian Games mendatang, Sumsel dipercaya menggelar 11 cabang olahraga yakni voli pantai, triathlon, menembak, softball, dayung, kriket, kayak atau kano, bridge, baseball, sepak bola (penyisihan grup).
"Tinggal pembenahan sedikit saja, seperti memperdalam danau untuk arena dayung, penambahan tribun tempat duduk stadion sepak bola, dan pembuatan arena kriket. Selebihnya, bisa dikatakan sudah tidak ada pekerjaan yang besar, semua sudah ada," kata dia.
Ia melanjutkan, yang menjadi perhatian Sumsel saat ini pembangunan infrastruktur penunjang mulai dari infrastruktur transportasi, perluasan bandara, kawasan pariwisata, hingga rumah sakit bertaraf internasional.
"Kini, bukan persoalan berapa jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Sumsel, atau di mana tempat pembukaan dan penutupan Asian Games, tapi yang terpenting apa yang bakal didapatkan Sumsel setelah menyelenggarakan ajang berkelas dunia ini," kata Alex.
Menurutnya, Asian Games ini adalah trigger bagi Sumsel untuk keluar dari stagnasi ekonomi yang terjadi sejak puluhan tahun lalu.
"Muaranya adalah ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Sumsel ingin keluar dari status sebagai daerah pengekspor komoditas. Melalui Asian Games ini, Sumsel akan dikenal, dan jika sudah dikenal maka peluang investasi akan terbuka. Mengapa terbuka ? karena infrastrukturnya sudah sangat memadai," tutup Alex.