Jakarta, (ANTARA Sumsel) - Seniman sekaligus penulis novel Laskar Pelangi Andrea Hirata mengatakan Festival Laskar Pelangi 2015 menyoroti ironi anak-anak yang bekerja sebagai pendulang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Inilah penampilan dari banyak anak yang bekerja di tambang timah," kata pria bernama lengkap Aqil Barraq Badruddin Seman Said Harun dalam konferensi pers Festival Laskar Pelangi, Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata, Jakarta, Selasa.
Pria yang berasal dari Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung itu mengatakan festival itu akan menampilkan tari pendulang timah yang mengisahkan perjuangan anak-anak yang bekerja keras di tambang timah demi menjalani kehidupan.
Tarian pendulang timah tidak hanya melambangkan ironisnya kehidupan yang dijalani anak-anak Belitong namun juga merupakan seruan dan teriakan bahwa seharusnya mereka memiliki masa depan yang lebih cerah.
Ia mengatakan tarian pendulang timah merupakan cerminan dari kehidupan ironis masyarakat Belitung.
"Inilah nasib orang Belitung. Kalau kita ingin membuat karya seni yang sangat merepresentasikan Belitung inilah dia (tarian pendulang timah)," katanya.
Andrea Hirata mengatakan di bagian Selatan Belitung, masih terdapat banyak anak-anak yang bekerja sebagai pendulang timah.
Ia mengatakan anak-anak seharusnya mendapatkan masa depan yang lebih baik namun bekerja sebagai pendulang timah bahkan kehidupan mereka terancam karena berada di lingkungan kerja yang berbahaya bagi kesehatan.
Ia mengatakan anak-anak yang bekerja sebagai pendulang timah berendam di dalam lumpur dan mengaduk-ngaduk aluvial untuk mencari timah di bawah tanah.
"Masyarakat di sana bahkan bisa menangis (menyaksikan tari pendulang timah)," ujarnya.
Ia mengatakan sungguh ironis nasib pulau yang kaya akan timah namun menjadi pulau yang miskin dengan banyak masyarakat yang belum hidup sejahtera.
"Ironi masyarakat tinggal di pulau terkaya di dunia jadi pulau termiskin.," tuturnya.
Ia mengatakan sebanyak 85 persen anak yang tamat sekolah menengah atas tidak melanjutkan pendidikan. Sementara sisa 15 persennya melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi tetapi yang kembali ke daerahnya hanya delapan persen.
Ia mengatakan Festival Laskar Pelangi sarat akan nilai sejarah, budaya, seni dan pengetahuan akan kehidupan masyarakat Bangka Beliung.
"Ini bukan sekadar festival, ini sangat 'cultural', sangat 'intelectual'. Ini adalah 'intelectual tourism'," ujarnya.
Ia menekankan Festival Laskar Pelangi harus memiliki konten edukatif sehingga memiliki makna yang mendalam dan mendidik bagi setiap pengunjungnya.
"Festival yang punya 'soul' (jiwa) itu susah maka festival kolosal timah itu 'icon'- nya, selalu saya harapkan ini laskar pelangi punya konten edukatif misal workshop fotografi," ujarnya.