Direktur apartemen Orchid dituntut dua tahun penjara
Palembang (ANTARA Sumsel) - Direktur Apartemen Orchid Palembang Hartono Gunawan dan Fende Petrus Yong Fendi dituntut dua tahun kurungan penjara oleh Jaksa penuntut umum dalam kasus pembayaran giro kosong pada persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
Kedua terdakwa akhirnya dimajukan ke persidangan atas laporan pengusaha properti asal Palembang HM Muhdi Abu Bakar ke pihak kepolisian, setelah menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar.
"Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan fakta-fakta terungkap di muka persidangan maka terdakwa terbukti melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril di hadapan majelis hakim yang diketuai Ali Makki.
Setelah mendengarkan pembacaan tuntutan itu, majelis hakim memutuskan persidangan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pledoi) terdakwa.
Dalam pembacaan itu dipaparkan beberapa keterangan saksi yang membenarkan bahwa terdakwa memiliki hutang dengan HM Muhdi Abu Bakar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri dan setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Kejadian berawal ketika HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin mengajak terdakwa bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang, dan dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Kemudian, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Selanjutnya, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar untuk pembangunan apartemen itu.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian pada Desember 2011 tidak tercapai.
Kedua terdakwa akhirnya dimajukan ke persidangan atas laporan pengusaha properti asal Palembang HM Muhdi Abu Bakar ke pihak kepolisian, setelah menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar.
"Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan fakta-fakta terungkap di muka persidangan maka terdakwa terbukti melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril di hadapan majelis hakim yang diketuai Ali Makki.
Setelah mendengarkan pembacaan tuntutan itu, majelis hakim memutuskan persidangan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pledoi) terdakwa.
Dalam pembacaan itu dipaparkan beberapa keterangan saksi yang membenarkan bahwa terdakwa memiliki hutang dengan HM Muhdi Abu Bakar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri dan setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Kejadian berawal ketika HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin mengajak terdakwa bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang, dan dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Kemudian, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Selanjutnya, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar untuk pembangunan apartemen itu.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian pada Desember 2011 tidak tercapai.