Pergeseran budaya pola asuh bisa jadikan trauma dengan orang tua

id Pola asuh, psikiater, hubungan keluarga

Pergeseran budaya pola asuh bisa jadikan trauma dengan orang tua

Psikiater dr. Jiemi Ardian Sp.KJ saat ditemui disela peluncuran buku "Pulih dari Trauma" di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu (13/7/2025) ANTARA/Fitra Ashari

Seiring berkembangnya zaman, budaya bergulir dan adanya informasi dari internet yang bisa diakses membuat generasi saat ini menginginkan adanya komunikasi dua arah, termasuk saat terjadi konflik.

Kesenjangan antara dua budaya yang berbeda ini membuat realita yang terkadang tidak sesuai dengan kemauan generasi muda sehingga menyebabkan munculnya trauma dengan orang tua.

"Kita ngerasanya mereka gak pernah meminta maaf, kemudian kita jadi punya trauma karena orang tua saya tidak pernah meminta maaf padahal konteksnya gak sesederhana itu," katanya.

Jiemi mengatakan banyak orang tua memiliki niat baik untuk berkomunikasi namun karena perbedaan budaya pola asuh yang terbentuk sejak dulu, membuat anak akhirnya tidak relevan dengan cara tersebut dan memutuskan hubungan keluarga.

Ia mengatakan jika anak bisa memulihkan trauma tersebut dan berusaha berbicara dengan orang tua, mereka akan bisa mengerti dan mau berkolaborasi untuk memperbaiki pola asuh yang disepakati.

"Kenapa penting untuk memulihkan luka karena kadang itu luka yang kita bawa juga gak sepenuhnya salah orang tua, tabrakan antarbudaya yang tanpa kita sadar membuat kita terjebak di dalam konsep yang berbeda dengan orang tua," kata Jiemi.







Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pergeseran budaya pola asuh bisa jadikan trauma dengan orang tua

Pewarta :
Uploader: Aang Sabarudin
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.