Denpasar (ANTARA) -
Dalam amar putusannya di PN Denpasar, Kamis, majelis hakim PN Denpasar yang terdiri atas Hakim Ketua Ida Bagus Bamadewa Patiputra dan didampingi Hakim Anggota Gede Putra Astawa dan Anak Agung Made Aripathi Nawaksara, dalam pertimbangannya menyampaikan terdakwa tidak mengetahui bahwa memelihara landak, dalam hal ini Landak Jawa (Hystrix Javanica), harus memerlukan izin karena statusnya sebagai satwa yang dilindungi.
Majelis hakim mengatakan terdakwa yang awalnya memperoleh dua ekor anak landak dari almarhum mertua kakaknya memutuskan untuk memelihara karena ketidaktahuannya mengenai binatang berbulu tajam itu adalah satwa dilindungi dan juga karena di Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung, belum pernah ada sosialisasi.
Hal itu dikuatkan dengan pernyataan saksi dari BKSDA Bali bernama Suhendarto yang pada intinya menyatakan tidak mengetahui bahwa di Desa Bongkasa Pertiwi, ada landak yang banyak.
Hakim mempertimbangkan binatang yang tergolong mamalia itu telah menjadi hama bagi masyarakat karena memakan bibit kelapa yang ditanam masyarakat.
Mengingat tidak ada sosialisasi terkait hal ini dan menimbang pendapat ahli, perbuatan Sukena memelihara landak karena ketidaktahuannya hanyalah pelanggaran administrasi.
Oleh karena itu, hakim menilai hal itu cukup diberikan peringatan dan diminta mengurus izin. Kalaupun tidak bisa, landak itu diserahkan kepada BKSDA untuk dilepasliarkan.