Mengalihkan biaya pergaulan untuk proyekkebajikan

id biaya pergaulan,lingkaran pergaulan, ansos,biaya tampak keren

Mengalihkan biaya pergaulan untuk proyekkebajikan

Ilustrasi suasana kafe-Barista menyeduh kopi untuk pelanggan di Seniman Coffee Studio, Ubud, Gianyar, Bali, Sabtu (7/10/2023). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.

Tanpa kepemilikan uang pun, barang-barang mewah dengan mudah bisa dibeli
JAKARTA (ANTARA) - Kalangan muda yang berjiwa ekspresif, biasanya melakukan berbagai hal demi aktualisasi dan eksistensi diri, juga agar dapat diterima dalam pergaulan. Lingkaran pergaulan yang salah, akan menyeret mereka dalam gaya hidup berbiaya mahal meski tidak sesuai dengan kemampuan keuangannya. Padahal, dengan sedikit siasat, mahalnya biaya pergaulan bisa dialihkan untuk proyek kebajikan yang membuat anak muda tak hanya gaul tetapi juga keren.

Karena hidup hanya sekali maka harus dinikmati, begitu konsep gaya hidup yang tengah dianut generasi muda. Konsep yang dikenal dengan istilah YOLO (you only live once) itu mendorong para penganutnya menikmati hidup sebebas mungkin. Menjadi berbahaya ketika konsep "kamu hanya hidup sekali (YOLO) diterapkan tanpa dibarengi literasi keuangan yang mumpuni. Karena survei literasi keuangan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 mencatat tingkat literasi keuangan generasi muda baru sebesar 43,28 persen, angka itu lebih rendah dari tingkat literasi secara nasional 49,68 persen.

Pergaulan mendorong seseorang untuk menyesuaikan dengan gaya hidup teman-temannya, meski tak jarang harus memaksakan diri, terlebih bila bergaul di lingkungan para penganut YOLO. Biaya yang kerap dikeluarkan untuk mempertahankan sebuah pergaulan biasanya meliputi: aktivitas nongkrong di kafe; membeli pengalaman (nonton konser, bioskop, gelaran pertunjukan, jalan-jalan, berlibur); belanja (pakaian, perhiasan, perlengkapan dandan); ke salon kecantikan hingga membeli mobil dengan skema cicilan.

Anggaran yang dikeluarkan bukan atas pertimbangan kebutuhan prioritas, melainkan keinginan demi tampak keren dan diakui dalam lingkaran pergaulan. Nyatanya, biaya untuk tampil tampak keren di kegemerlapan kehidupan kota besar tidaklah murah untuk mereka yang masih berpenghasilan setara UMR.

Kemudahan akses utang dibarengi dengan rendahnya tingkat literasi keuangan, menjadi kombinasi yang berpotensi menjerumuskan kaum muda dalam kehidupan penuh gaya namun dibiayai dengan utang. Akses utang dengan gampang diperoleh di antaranya karena pengajuan kartu kredit dapat dilakukan tanpa syarat ketat, banyaknya layanan pinjaman daring, juga maraknya tawaran metode pembayaran ‘beli kini bayar nanti’ (paylater). Sebuah jebakan utang yang menawan. Sehingga tanpa kepemilikan uang pun, barang-barang mewah dengan mudah bisa dibeli.

Pertengahan September lalu, Otoritas Jasa Keuangan yang mendapati data bahwa 76 persen milenial memiliki utang, memperingatkan agar para kreditur muda itu memastikan kemampuan keuangannya dapat melunasi utang-utang tersebut.

Pada bagian lain, sebuah survei baru-baru ini mengungkap sebanyak 40 persen milenial berutang bukan atas alasan keterdesakan, melainkan untuk kebutuhan gaya hidup dan hubungan sosial (pergaulan).

 

Gaul tanpa tekor

Tetap aktif bergaul tanpa terancam tekor, sangat bisa. Itu hanya perlu siasat, bagaimana kita tidak dikendalikan teman dan mampu mengendalikan keadaan. Caranya, ikuti sejumlah tips berikut:

- Pilih teman. Pilihlah lingkaran pertemanan yang sesuai dengan gaya hidup dan kelas sosial kita. Sehingga tidak perlu memaksakan diri untuk menyesuaikan, karena sejak awal sudah memilih teman yang sesuai. Dengan anggota yang rata-rata memiliki kemampuan keuangan relatif sama, maka tidak ada yang menjadi korban karena harus menutupi kekurangannya hanya untuk bisa tetap bersama teman-temannya.

- Inisiatif. Bila teman-teman mengajak nongkrong ke tempat-tempat yang menurut isi kantongmu lumayan mahal, tidak harus diikuti begitu saja. Berinisiatiflah untuk memberi rekomendasi tempat lain yang tak kalah asyik tapi tidak membahayakan kesehatan dompetmu.

- Sesekali. Nongkrong, makan enak, dan bersenang-senang tidak harus setiap minggu atau di ujung pekan. Buatlah kesepakatan bahwa acara berhura-hura hanya dilakukan ketika ada capaian yang perlu dirayakan, bukan setiap waktu. Jadikan itu sebagai hadiah untuk sebuah prestasi anggota geng, baik prestasi sekolah/kuliah atau pekerjaan. Hindari kebiasaan asal nongkrong tanpa makna.