Namun, di balik itu semua, tidak semua mahasiswa dapat berjalan dengan tegak mulus untuk menjadi sarjana, apalagi sampai ke tingkat doktor.
Segudang kasus yang terjadi yang dapat menghambat perjalanan kuliah mereka, mulai dari keterbatasan dana, komunikasi dengan dosen pembimbing, tuduhan plagiat, hingga urusan keluarga.
Intinya adalah, tidak mudah untuk menggapai gelar sarjana sampai doktor. Banyak yang putus di tengah jalan, ada yang sakit sampai akhirnya bunuh diri untuk menghadapi urusan kuliah.
Seorang Ibu rumah tangga langsung menemui pimpinan kampus untuk melaporkan anaknya yang selalu sakit setiap hari Senin hanya karena hari itu sang anak harus bertemu dengan dosen pembimbing.
Di sisi lain, ada mahasiswa akhirnya meninggal di rumah sakit karena stres berat melihat coret-coretan tinta merah dosen pembimbingnya. Dosen pembimbing skripsi, tesis, atau disertasi sering kali diidentikkan sebagai dosen killer meski maksudnya selalu baik. Apalagi bila ditambah dengan ketentuan skripsi, tesis, atau disertasi harus dimuat di jurnal ilmiah.
Itulah sekelumit kisah para mahasiswa yang ingin belajar baik-baik dengan menyenangkan di kampus memang akhirnya dihadapkan pada situasi dan masalah cukup berat. Mereka juga harus lulus mata kuliah prasyarat seperti metode penelitian. Namun, tidak semua mahasiswa menderita karena urusan kuliah. Sebagian besar berjalan dengan nyaman yang berakhir dengan cumlaude.
Dengan Permendikbudristek No 53/2023, perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi sebagai tugas akhir mahasiswa. Dengan demikian, perguruan tinggi mempunyai kebebasan untuk merancang sendiri standar kelulusan mahasiswa.
Pilihan jalur skripsi dan nonskripsi sebagai karya ilmiah
mahasiswa hendaknya mampu menentukan pilihan jalur skripsi dengan ujian teori atau nonskripsi dengan uji kompetensi dan kreativitas