PB IDI: Aturan etik dan farmasi tutup celah gratifikasi dokter

id RUU Kesehatan, gratifikasi dokter, marketing expences, IDI

PB IDI: Aturan etik dan farmasi tutup celah gratifikasi dokter

Tangkapan layar - Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi (kedua kanan) dalam Seminar Nasional RUU Kesehatan - Siapa Yang Diuntungkan?, diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis (25/5/2023). (ANTARA/Andi Firdaus).

"Kejadian itu pernah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kurun 2016," katanya.

Laporan KPK mengungkapkan ada dugaan aliran dana sekitar Rp800 miliar dari perusahaan farmasi kepada sejumlah dokter sebagai gratifikasi atas jasa penjualan produk kesehatan kepada pasien.

"Atas dasar itu muncul kebijakan dari KPK dan IDI, salah satunya proses pencegahan tindakan gratifikasi melalui pembentukan Unit Pemantauan Gratifikasi (UPG)," katanya.

Upaya mencegah gratifikasi di kalangan dokter juga ditempuh dengan penegakan etika kedokteran, aturan di internal profesi farmasi berupa International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), serta katalog elektronik harga obat dan alat kesehatan sebagai standarisasi harga pasaran.

"Saya misalnya sebagai seorang dokter ortopedi, tidak bisa lagi membawa alat sendiri dan menyewakan alat saya ke rumah sakit, karena sudah ada aturannya," kata dia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Public Hearing RUU Kesehatan Maret 2023 menyebut gratifikasi kepada dokter menjadi salah satu penyebab harga obat di Indonesia meningkat hingga 200 persen.

"Kenapa obat-obatan masih mahal?, karena ada sales and marketing expenses. Kenapa sih sales and marketing expenses bikin mahal?, karena ada beberapa aktivitas yang harus diberesi,” katanya.