Petani padi Kabupaten OKI sukses gunakan pupuk organik

id pupuk,pupuk kimia,pupuk organik,petani,petani oki,sumsel,lahan ,sawah,padi,gabah,anggota dpr ri,dpr ri

Petani padi Kabupaten OKI sukses gunakan pupuk organik

Novriansyah (35), petani asal Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, menyemprot tanaman padi dengan pupuk cair organik. (ANTARA/HO-Pemkab OKI)

Bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) urea yaitu rumput-rumput lalu dicacah dan ditambahi dengan gula cair dan bakteri EM4 lalu dibiarkan selama kurang lebih 15-30 hari
Palembang (ANTARA) - Seorang petani padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, beralih dari menggunakan pupuk kimia ke organik yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan.

Novriansyah (35), petani asal Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir ini mengatakan dirinya sudah beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik dalam empat tahun terakhir dengan menerapkannya pada lahan sawah seluas satu hektare.

“Jadi saya sudah benar-benar full pakai pupuk organik seluas seperempat Ha, sisanya yang tiga per empat hekare masih semi organik," ujar di Kayuagung, Senin.

Ia menceritakan, pada awalnya mengalami kesulitan setelah beralih ke pupuk organik karena terjadi penurunan hasil panen, dari yakni sempat hanya menghasilkan 4 ton gabah kering giling (GKG) per hektare.

Namun pada tahun kedua dan ketiga sudah normal di kisaran 6-7 ton GKG per hektare. Ini karena lahan masih mengandung residu dari zat-zat kimia.

Berbekal pengalaman dan pelatihan yang diikutinya, ia membuat empat jenis pupuk cair dan satu macam pupuk padat dengan bahan-bahan utama yang didapatkan dari sekitar rumahnya.

Pupuk padat berasal dari kotoran hewan, pupuk cair urea, pupuk fosfat, pupuk KCL dan pupuk PGPR.

Baca juga: Mahasiswa ciptakan pupuk organik limbah tahu

"Bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) urea yaitu rumput-rumput lalu dicacah dan ditambahi dengan gula cair dan bakteri EM4 lalu dibiarkan selama kurang lebih 15-30 hari," kata dia.

POC fosfat dengan bahan bonggol pohon pisang kemudian dicacah halus dan diberikan molase (gula cair) serta tambahan bakteri EM4 secukupnya lalu ditunggu selama satu bulan.

Sementara untuk pupuk pengganti KCL bisa diolah dari serabut kelapa dicacah lalu diberi air tambahkan juga gula cair dan beri bakteri EM4 dan fermentasi juga selama satu bulan.

Sedangkan pembuatan POC PGPR tergolong rumit karena bahannya yaitu dari akar-akar bambu, akar putri malu atau akar pisang yang banyak mengandung bakteri.

Lalu bahan-bahan itu dicampur air matang dan direndam selama lima hari untuk mendapatkan biangnya.

Kemudian, zat ini dicampur dedak yang sudah direbus dan tambahkan terasi serta campurkan dengan gula cair.  Kemudian, setelah menunggu 15-30 hari baru dapat digunakan petani.

Dengan sistem pembuatan pupuk organik ini, dirinya dapat melakukan penghematan biaya produksi karena untuk pembuatan POC tersebut hanya membutuhkan molase (gula cair) dan bakteri EM4.

"Jadi hanya dua bahan yang dibeli yaitu gula cair per liter Rp20.000 dan bakteri EM4 per botol hanya Rp35.000. Sedangkan bahan baku lainnya diperoleh dari sekitar atau mudah didapat," kata dia.

Ke depan ia berharap dapat memperluas pasar mengingat bakal terjadi peningkatan produksi beras organik. Selain itu, pemerintah setempat diharapkan dapat membantu pengurusan izin agar mendapatkan label SNI. “Sejauh ini yang beli rata-rata orang kantoran ataupun warga yang mapan karena harganya berkisar Rp15.000 per Kg,” ujar dia.

Kini karena keberhasilannya itu, sejumlah petani di desa setempat pun tertarik untuk beralih ke pupuk organik sehingga saat ini total areal sawah yang menerapkan pola tersebut mencapai 8 Ha.

Anggota DPR RI Sumsel Riezky Aprilia mengatakan legislatif mendorong pemerintah melahirkan program-program yang mendorong petani menggunakan pupuk organik.

"Ini juga dapat menjadi solusi atas persoalan kelangkaan pupuk yang kerap terjadi," kata dia.
Baca juga: Agroekologi sarankan petani gunakan pupuk organik