Meski selama pandemi COVID-19 ibadah haji tertunda -- terkecuali bagi warga Arab Saudi sendiri yang dilakukan terbatas -- pada musim haji 1443 Hijriah atau 2022 Masehi telah resmi dinyatakan bisa dilaksanakan, walaupun kuotanya juga dibatasi.
Bagi umat Islam yang belum dipanggil untuk menjadi "tamu Allah SWT" untuk bisa melaksanakan ibadah haji, maka Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban, yang di Indonesia umumnya adalah sapi, kambing dan juga beberapa ada yang kerbau.
Karena itu, lazim pula Idul Adha juga dimaknai sebagai "Hari Raya Kurban" karena di saat itu, umat Islam yang mampu bisa berkurban dan dagingnya dibagikan kepada sesama, khususnya kalangan dhuafa.
Di tengah pandemi COVID-19 yang kasusnya mulai melandai di Tanah Air, tampaknya masih ada ujian lagi, yakni merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak, yang berdekatan dengan Idul Adha.
Wabah PMK ini, diakui atau tidak, tak ayal membuat "kepanikan" publik juga, karena ada kekhawatiran apakah daging ternak yang terkena penyakit ini aman untuk dikonsumsi.
Karena itu, dibutuhkan upaya bagaimana menenangkan masyarakat agar tidak muncul kekhawatiran dan bahkan "kepanikan" atas kondisi dampak dari wabah PMK itu.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR di Jakarta, Senin (23/5) 2022) mengakui bahwa saat ini wabah PMK sudah meluas di 15 provinsi di Indonesia.
Jumlah tersebut telah bertambah dari pengumuman Mentan sebelumnya pada 11 Mei 2022 saat konferensi pers daring, di mana saat itu hanya ada dua provinsi yang terjangkit wabah PMK, yaitu Aceh dan Jawa Timur.
Mentan menambahkan hingga 17 Mei 2022 penyebaran PMK ada di 15 provinsi dan 52 kabupaten/kota dan berdasarkan hasil tes laboratorium, sebanyak 13 ribu ekor atau 0,36 persen dari populasi ternak terkonfirmasi positif tertular virus PMK.
Mitigasi hewan kurban
Atas kondisi meluasnya wabah PMK, lantas bagaimana masyarakat harus menyikapinya, terlebih saat menjelang Hari Raya Kurban nanti?
Dalam rapat koordinasi penanganan PMK, Rabu (25/5) di Jakarta (https://ditjenpkh.pertanian.go.id), Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah menyatakan pihaknya
terus melakukan pengawasan ketat terhadap semua hewan ternak yang akan dijadikan kurban.
Langkah ini perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang saat ini tersebar di belasan provinsi Indonesia.
Kementan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor 03/SE/PK.30OM5/2022 tanggal 18 Mei 2022 tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Situasi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku. Dalam surat edaran tersebut, mitigasi dan pengawasan harus dilakukan dalam mencegah penyebaran PMK.
Nasrullah menegaskan dalam upaya mitigasi penyebaran PMK, maka tempat penjualan hewan kurban harus mendapat persetujuan dari otoritas veteriner/dinas yang menyelenggarakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan dan/atau unsur pemerintah daerah setempat sesuai dengan kewenangannya.
Upaya lainnya adalah melakukan koordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dapat memberikan fatwa dan imbauan tata laksana Idul Adha dan kurban.
"Inilah saatnya semua orang melakukan pencegahan penularan PMK," katanya.
Untuk pengawasan, di antaranya adalah mengatur persyaratan teknis tempat penjualan hewan kurban dan tempat pemotongan hewan kurban baik yang dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) maupun di luar RPH.
Kemudian mengatur prosedur pemotongan hewan kurban dan pendistribusian daging kurban.
Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University Dr drh Denny Lukman, M.Si menyatakan bahwa menyatakan wabah PMK di beberapa wilayah di Indonesia pada hewan ternak tidak masuk dalam kategori zoonosis.
Secara umum zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Biasanya, zoonosis bisa disebabkan adanya virus, bakteri, cacing, atau protozoa (hewan bersel satu) pada hewan tertentu.
Karena bukan zoonosis, kata dia, dagingnya aman dikonsumsi manusia dengan melalui proses pemanasan dengan suhu 70 derajat Celcius selama 30 menit atau sampai daging matang.
Sehubungan banyak kalangan yang khawatir terhadap penyakit tersebut apakah dagingnya aman dikonsumsi, ditegaskan bahwa dengan proses tersebut maka masyarakat tetap bisa mengonsumsinya.
Dalam kasus PMK, justru yang berbahaya adalah perilaku manusia yang dapat menularkan kepada hewan yang peka PMK.
Contohnya, ketika mencuci daging tersebut, air cucian daging masuk ke lingkungan dan ada hewan ternak yang minum kontaminasi cucian tadi di lingkungan tersebut maka hewan akan tertular.
Agar tidak menjadi sumber pencemaran bagi lingkungan, kata dia, apabila membeli daging dari pasar atau daerah wabah, sebaiknya tidak dicuci, akan tetapi langsung di masak dalam air mendidih minimal 30 menit.
Virus PMK umumnya ditemukan di organ tubuh sapi, seperti tulang, kepala, dan jeroan, sementara pada daging tanpa tulang justru relatif aman.
Khusus menjelang Idul Adha 1443 Hijriah, ia menyarankan agar masyarakat memastikan asal hewan kurban bukan dari daerah wabah.
Namun, apabila ternyata memang ada sapi yang berasal dari daerah wabah, maka hendaknya dipisahkan terlebih dahulu meskipun sapi tersebut tampak sehat.
Pada saat Idul Adha nanti, ia menyarankan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) menyerahkan hewan kurban ke rumah pemotongan hewan (RPH) karena hal itu itu jauh lebih baik.
Hal itu untuk menghindari ternak lain yang peka akan kena penyebaran penyakit PMK dari limbah hewan ternak yang dipotong.
Untuk penanganan sapi yang terinfeksi PMK, disarankan supaya tidak langsung dipotong melainkan dipisahkan dahulu.
Tidak hanya itu perlu juga dilakukan pemeriksaan individual apabila terdeteksi kecurigaan ada PMK. Apabila ada temuan, maka harus ditindaklanjuti dan diobati.
Pemerintah melalui Kementan menyatakan terus melakukan upaya pengatasi wabah PMK dan sekaligus sosialisasi tentang keamanan daging kurban oleh ahli kesehatan hewan, agar rasa tenang bisa dirasakan publik, yang akan segera memasuki Idul Adha pada Juli nanti.