Hakim beri hukuman pencabutan hak politik 10 anggota DPRD Muara Enim
Sumatera Selatan (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, memberikan hukuman pencabutan hak politik kepada 10 orang anggota nonaktif DPRD Kabupaten Muara Enim atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR setempat Tahun Anggaran 2019.
Para anggota nonaktif DPRD Muara Enim tersebut adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Piardi, Subahan, Mardiansah, Fitrianzah, Marsito, Muhardi, Ari Yoca Setiaji, dan Ahmad Reo Kesuma.
"Memutuskan, memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dilipih selama 2 tahun setelah masa pidana pokok para terdakwa itu selesai," kata Ketua Majelis Hakim Efrata Happy Tarigan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu.
Menurut hakim, hukuman pencabutan hak politik itu diberikan untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah tercederai oleh perbuatan para terdakwa karena terbukti menerima hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Muara Enim.
"Jabatan para terdakwa merupakan suatu jabatan publik yang dipilih semua warga Kabupaten Muara Enim melalui pemilihan umum. Seharusnya mereka menjadi teladan, namun justru mencederai kepercayaan tersebut dengan melakukan korupsi maka kami menilai perlu dilakukan pencabutan hak politik itu," kata dia.
Sebelumnya, diketahui dalam sidang tersebut majelis hakim memvonis 10 orang terdakwa itu dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun serta denda senilai Rp200 juta subsider kurungan tambahan selama sebulan.
Selain itu, hakim mewajibkan para terdakwa membayarkan uang pengganti masing-masing diantaranya senilai Rp300 juta, Rp250 juta dan Rp200 juta selambat-lambatnya selama 1 bulan.
Menurut Hakim, hukuman yang diberikan tersebut berdasarkan pemeriksaan keterangan saksi dalam persidangan dan didukung barang bukti, para terdakwa itu terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama dari Jaksa Penuntut Umum KPK.
Para terdakwa terbukti menerima hadiah atau janji senilai Rp2,360 miliar sebagai bagian realisasi komitmen fee 15 persen rencana pekerjaan 16 paket di Dinas PUPR Muara Enim tahun anggaran 2019, yang bersumber dari Robi Okta Pahlevi (selaku kontraktor) untuk memenangkan proyek tersebut.
Dalam perjalanannya kasus tersebut dilakukan para terdakwa secara bersama-sama dengan Ahmad Yani (mantan Bupati Muara Enim), Ramlan Suryadi (mantan Plt. Kepala Dinas PUPR Muara Enim), A. Elfin Mz Muchtar (mantan Kabid di Dinas PUPR Muara Enim), Aries HB (mantan Ketua DPRD Muara Enim), Juarsah (mantan Pj Bupati Muara Enim).
"Hadiah atau janji itu diberikan supaya para terdakwa melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai anggota DPRD, untuk melancarkan urusan proyek itu mereka saling berkaitan (dengan para pejabat yang telah dijatuhi putusan pidana dan telah inkrah)," kata hakim.
Atas perbuatan tersebut, ke-10 anggota nonaktif DPRD Muara Enim itu telah melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
"Hal-hal yang memberatkan apa yang dilakukan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan perbuatan ini mencederai kepercayaan masyarakat. Memerintahkan para terdakwa tetap dalam tahanan (Rutan Kelas IA Palembang)," kata Hakim Efrata.
Majelis hakim memberikan waktu 7 hari ke depan kepada para terdakwa melalui penasihat hukum masing-masing untuk memutuskan menerima atau banding atas vonis tersebut.
Para anggota nonaktif DPRD Muara Enim tersebut adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Piardi, Subahan, Mardiansah, Fitrianzah, Marsito, Muhardi, Ari Yoca Setiaji, dan Ahmad Reo Kesuma.
"Memutuskan, memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dilipih selama 2 tahun setelah masa pidana pokok para terdakwa itu selesai," kata Ketua Majelis Hakim Efrata Happy Tarigan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu.
Menurut hakim, hukuman pencabutan hak politik itu diberikan untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah tercederai oleh perbuatan para terdakwa karena terbukti menerima hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Muara Enim.
"Jabatan para terdakwa merupakan suatu jabatan publik yang dipilih semua warga Kabupaten Muara Enim melalui pemilihan umum. Seharusnya mereka menjadi teladan, namun justru mencederai kepercayaan tersebut dengan melakukan korupsi maka kami menilai perlu dilakukan pencabutan hak politik itu," kata dia.
Sebelumnya, diketahui dalam sidang tersebut majelis hakim memvonis 10 orang terdakwa itu dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun serta denda senilai Rp200 juta subsider kurungan tambahan selama sebulan.
Selain itu, hakim mewajibkan para terdakwa membayarkan uang pengganti masing-masing diantaranya senilai Rp300 juta, Rp250 juta dan Rp200 juta selambat-lambatnya selama 1 bulan.
Menurut Hakim, hukuman yang diberikan tersebut berdasarkan pemeriksaan keterangan saksi dalam persidangan dan didukung barang bukti, para terdakwa itu terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama dari Jaksa Penuntut Umum KPK.
Para terdakwa terbukti menerima hadiah atau janji senilai Rp2,360 miliar sebagai bagian realisasi komitmen fee 15 persen rencana pekerjaan 16 paket di Dinas PUPR Muara Enim tahun anggaran 2019, yang bersumber dari Robi Okta Pahlevi (selaku kontraktor) untuk memenangkan proyek tersebut.
Dalam perjalanannya kasus tersebut dilakukan para terdakwa secara bersama-sama dengan Ahmad Yani (mantan Bupati Muara Enim), Ramlan Suryadi (mantan Plt. Kepala Dinas PUPR Muara Enim), A. Elfin Mz Muchtar (mantan Kabid di Dinas PUPR Muara Enim), Aries HB (mantan Ketua DPRD Muara Enim), Juarsah (mantan Pj Bupati Muara Enim).
"Hadiah atau janji itu diberikan supaya para terdakwa melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai anggota DPRD, untuk melancarkan urusan proyek itu mereka saling berkaitan (dengan para pejabat yang telah dijatuhi putusan pidana dan telah inkrah)," kata hakim.
Atas perbuatan tersebut, ke-10 anggota nonaktif DPRD Muara Enim itu telah melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
"Hal-hal yang memberatkan apa yang dilakukan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan perbuatan ini mencederai kepercayaan masyarakat. Memerintahkan para terdakwa tetap dalam tahanan (Rutan Kelas IA Palembang)," kata Hakim Efrata.
Majelis hakim memberikan waktu 7 hari ke depan kepada para terdakwa melalui penasihat hukum masing-masing untuk memutuskan menerima atau banding atas vonis tersebut.