Saatnya wirausaha muda terhubung dalam jaringan bisnis

id Wirausaha muda,jaringan bisnis,ekosistem wirausaha,umkm

Saatnya wirausaha muda terhubung  dalam jaringan bisnis

Program Peningkatan Skala Usaha Bagi Wirausaha Terhubung Jaringan Bisnis 2021 digelar menjaring 10 wirausaha pemula untuk difasilitasi dalam mengembangkan lisensi produk. (KemenkopUKM)

Jakarta (ANTARA) - Mencetak wirausaha baru bukan pekerjaan semalam, pun saat mendorong mereka agar bertahan hingga tumbuh menjadi start up yang membuka lapangan pekerjaan.

Setidaknya butuh kerja keras termasuk untuk mengarahkan mereka masuk dan terhubung dalam jaringan bisnis yang menjaga keberlanjutan usaha.

Hal itulah yang membuat pemeritah melalui Kementerian Koperasi dan UKM untuk tergerak menggandeng sejumlah pihak termasuk Asosiasi Lisensi Indonesia (ASENSI) untuk mengembangkan Program Peningkatan Skala Usaha Bagi Wirausaha Terhubung Jaringan Bisnis 2021.

Sejauh ini, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan untuk menaikkan rasio kewirausahaan Indonesia yang pada tahun 2021 ditetapkan sebesar 3,55 persen dan diharapkan menjadi 3,95 persenpada 2024 mendatang.

Upaya itu difokuskan pada penciptaan wirausaha muda, mapan, inovatif, berkelanjutan, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang dilakukan melalui proses inkubasi dalam satu ekosistem yang utuh.

Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM Siti Azizah mengatakan berdasarkan data BPS, penduduk Indonesia pada 2020 telah mencapai 270,20 juta jiwa dimana 68,75 persen masuk dalam usia produktif, dengan 24 persen di antaranya masuk kategori pemuda berusia 16-30 tahun sesuai dengan UU tentang Pemuda.

Sedangkan pada tahun 2024, bonus demografi diperkirakan mencapai 174,79 juta orang kategori pemuda (di bawah usia 39 tahun). Jumlah ini harus menjadi peluang, sehingga pemuda menjadi pencipta lapangan pekerjaan bukan pencari pekerjaan.

Oleh karena itu, entrepreneur yang profesional dan mampu bersaing di pasar global perlu dipersiapkan secara komprehensif.

Saat ini diperlukan upaya diantaranya pendidikan dan pengenalan kewirausahaan sejak dini hingga membentuk ekosistem kewirausahaan yang membantu wirausaha.

Dari 64.14 juta wirausaha mikro dan kecil, hanya 4 persen atau sekitar 168.161 usaha yang memiliki sertifikat berupa sertifikat SNI, HKI dan sertifikat lainnya.

Bukan hanya mengadopsi teknologi yang saat ini dibutuhkan oleh para wirausaha, tetapi ada hal penting lainnya yakni mengedepankan merek dan melisensikan bisnis dari satu tereplikasi menjadi 5 atau bahkan lebih.

Kegiatan ini diselenggarakan atas kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk ASENSI dan PT Jababeka Tbk dan diharapkan pula dari program kegiatan ini bisa mewujudkan Wirausaha Indonesia yang inovatif, mapan, berkelanjutan dan mampu menciptakan lapangan kerja.

Pihaknya juga berharap, dari hasil kolaborasi ini tercipta proses bisnis yang dapat dikembangkan sehingga terbangun ekosistem dan energi positif dalam rangka pengembangan kewirausahaan nasional yang kokoh.

Siti Azizah menyampaikan, dari 100 Wirausaha ASENSI yang diinkubasi oleh ASENSI, 58 persen adalah pria dan 42 persen adalah wanita.


Pentingnya Lisensi
Sampai sejauh ini, lisensi memang belum dianggap sebagai hal yang krusial di kalangan wirausaha pemula. Padahal hal itu sangat penting dalam keberlanjutan sebuah usaha.

Oleh karena itulah, Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan apresiasi kepada ASENSI yang memiliki visi dan misi untuk memberdayakan lisensi merek dan produk lokal.

Asosiasi itu juga fokus pada kemajuan para pelaku wirausaha agar dapat berinovasi, tumbuh dan berkembang melalui pengembangan merek dan produk lokalnya masing-masing melalui Gerak Bersama Kementerian Koperasi dan UKM dalam Program kegiatan Peningkatan Skala Usaha bagi Wirausaha melalui Jaringan Bisnis.

Pada program tersebut, terpilih 10 finalis peserta yang akan mempresentasikan produk atau usahanya dalam program tersebut.

Ketua Umum ASENSI Susanty Widjaya mengatakan pihaknya siap memfasilitasi peserta dalam program tersebut yang tercatat lebih dari 52 persen berumur 24-35 tahun, dari segi industri 60 persen di antaranya bergerak pada bisnis makanan dan minuman, 20 persen di bidang tekstil dan apparel, 10 persen di bidang kesehatan dan kecantikan, dan terakhir 10 persen di bidang agrobisnis.

Susanty mengatakan pandemi COVID-19 yang terjadi dan masih berlangsung ini menggerus hampir seluruh lini bisnis di Indonesia termasuk bisnis lisensi dan waralaba di Indonesia terutama di bidang makanan dan minuman, restoran dan kedai, hotel, aparel dan lainnya.

Menurut data ASENSI, lebih dari 1000 hotel dan restoran di Indonesia tutup secara permanen, dan lebih dari 30 juta pelaku UMKM terpuruk dan bangkrut akibat pandemi COVID-19 ini.

Namun, lanjutnya pada kuartal ketiga tahun 2021, dari data yang ASENSI terima, telah terjadi perbaikan pemulihan ekonomi walau masih di angka 3 persen dan data di industri lisensi dan waralaba naik sekitar 25-30 persen.

Sementara Sutedja Sidarta Darmono, Presiden Direktur PT Jababeka Residence menyambut baik adanya kegiataan untuk kemajuan UKM di Indonesia.

Rencananya, pada 2022 mendatang, Jababeka akan membuat pusat UKM di kawasan industri Jababeka Cikarang.

Kawasan ini diharapkan bisa menjadi jaringan bisnis yang menghubungkan wirausaha pemula sehingga bisnis mereka tetap laju.


Bangun Ekosistem
Jaringan bisnis memang masih menjadi tantangan utama bagi pengembangan pasar produk UMKM dan wirausaha muda. Padahal, Indonesia memiliki banyak produk dengan aneka jenis dan ragam. Tapi, kapasitas produksi para pelakunya masih kecil-kecil.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pun mengakui hal tersebut dan mencontohkan misalnya dalam kasus permintaan gula semut dari Eropa dan AS yang sejatinya begitu besar. Namun, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, para pelaku UMKM, yang rata-rata masih level mikro dan kecil, perlu terus mendapat agregasi.

Oleh karena itu, Teten menekankan salah satunya membangun ekosistem yang mendukung termasuk transformasi digital UMKM Indonesia. Pasalnya, diproyeksikan kekuatan ekonomi digital Indonesia akan bertumbuh delapan kali lipat di 2030 atau mencapai Rp4.531 triliun.

Dengan potensi tersebut, pihaknya terus mempercepat UMKM onboarding ke dalam ekosistem digital. Saat ini, telah mencapai 24,9 persen atau sebesar 16,4 juta UMKM yang sudah onboarding.

Melalui ekosistem yang terbangun dengan baik maka solusi persoalan wirausaha pemula dan UMKM akan semakin banyak alternatifnya.