Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang rampasan dari empat mantan petinggi PT Waskita Karya (Persero) ke kas negara, Rabu.
Keempatnya, yaitu mantan Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya 2008-2011 Desi Arryani, mantan Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur – Paket 22 PT Waskita Karya Fathor Rachman, mantan Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir Fakih Usman, dan eks Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil III PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar.
"Jaksa Eksekutor KPK Andry Prihandono telah melakukan penyetoran ke kas negara uang sejumlah sebagai berikut Rp13.145.542.270, Rp3.614.014.459, dan 22.500 dolar AS," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Lima mantan petinggi Waskita Karya dituntut 6 hingga 9 tahun penjara
Mereka merupakan terpidana perkara korupsi terkait pelaksanaan subkontaktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero).
"Uang yang disetorkan tersebut adalah uang rampasan dari berbagai pihak dan menjadi barang bukti dalam berkas perkara dimaksud sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 59/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 26 April 2021 dengan terpidana Desi Arryani, Fathor Rachman, Fakih Usman, Yuly Ariandi Siregar," kata Ali.
Selain itu, ucap dia, juga dilakukan penyetoran uang pengganti dari tiga terpidana masing-masing Desi Arryani sejumlah Rp3.415.000.000, Fathor Rachman Rp300.000.000, dan Fakih Usman sejumlah Rp69.100.000, 100 dolar AS, dan 102 ringgit Malaysia.
Baca juga: Pekerjaan subkontraktor fiktif , KPK panggil Direktur PT Waskita Realty Tri Hartanto
"KPK berkomitmen terus melakukan pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi selain melalui pidana penjara badan sebagai efek jera terhadap para pelaku korupsi," kata dia.
Sebelumnya, Desi Arryani telah divonis selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, Fathor Rachman dan Fakih Usman selama 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan serta Yuly Ariandi Siregar selama 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam perkara ini, para terpidana terbukti menghimpun dana "non budgeter" dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang nantinya pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif tersebut dikembalikan lagi (cash back) ke PT Waskita Karya sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp202,296 miliar karena membuat 41 kontrak pekerjaan fiktif.
Perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk diberikan "fee" peminjaman bendera sebesar 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak.