Produk hilirisasi kelapa UKM di Banyuasin targetkan ekspor
Palembang (ANTARA) - Varian produk hilirisasi kelapa olahan sebuah usaha kecil menengah (UKM) di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan diminati pasar nasional dan menargetkan pemasaran ke pasar ekspor pada 2021.
CEO Kulaku Mustofa Patapa di Palembang, Rabu, mengatakan kelompoknya sejak 2018 telah memproduksi produk turunan kelapa seperti minyak kelapa (VCO), sirup, santan, arang, asap cair, dan nata de coco dengan kapasitas produksi mencapai dua ton perbulan.
"Kami memiliki distributor di beberapa kota di Indonesia karena permintaan cukup tinggi, selain itu kami sudah kirimkan sampel ke Vietnam, Brazil, Singapura dan Malaysia untuk membuka ekspor," ujarnya.
Kulaku yang baru saja menerima UKM Award 2020 dari Kementrian Koperasi dan UKM itu sekarang mampu menyerap 30.000 butir kelapa perbulan untuk diubah menjadi varian produk-produk tersebut.
Keenam produk kelapanya dijual kisaran Rp18.000 hingga Rp65.000 dengan sistem kemitraan maupun langsung ke pembeli .
Ia menjelaskan awal mula pengembangan produk tersebut saat kegundahanya melihat komoditas kelapa di Kabupaten Banyuasin yang hanya dijual dalam bentuk kopra dan bulat.
"Karena saya anak petani kelapa maka saya merasa ada potensi besar jika kelapa-kelapa ini dikembangkan dengan modernisasi, jadi tidak selamanya dijual bentuk itu-itu saja," kata Mustofa.
Ia kemudian mengajak tujuh rekanya sesama tamatan Universitas Sriwijaya untuk mengembangkan kelapa di sekitar rumahnya menjadi santan dan VCO (minyak kelapa) karena saat itu permintaannya terbilang tinggi, terutama untuk restoran dan rumah makan.
Selanjutnya ia menambah jumlah timnya menjadi 30 orang untuk menghasilkan produk-produk lainnya seperti sirup, nata de coco, arang, dan asap cair dengan serapan kelapa mencapai 1.000 butir perhari.
"Saat ini sebagian produk diolah di Banyuasin dan sebagian lainnya di Palembang, 2021 nanti kami ingin satukan pengolahan produk di Banyuasin jika sudah mendapat izin ekspor dan scale up menjadi industri," jelasnya.
Untuk produk turunan kelapa, menurutnya persaingan pasar ekspor cukup sengit dengan saingan terberat Thailand dan Filipina di kawasan Asia Tenggara.
Saat ini UKM Kulaku sudah bermitra dengan berbagai perusahaan dan instansi seperti Bank Indonesia, Unsri dan IPB untuk pengembangan kelapa, ia sendiri bertekad menciptakan ekosistem pengolahan kelapa yang lebih komprehensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
Oleh karena itu UKM-nya juga memberikan beasiswa kepada anak-anak petani kelapa di Kabupaten Banyuasin untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan mampu mengembangkan industri kelapa berkelanjutan di masa depan.
"Sumsel sebagai penghasil kelapa terbesar kedua di Sumatera harus mulai mendapatkan nilai tambah dari pengolahan kelapa," katanya menambahkan.
Sementara Kabid Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan (Disbun) Sumsel Rudi Arpian, mengapresiasi upaya UMKM Kulaku dalam menghasilkan produk turunan kelapa yang memberdayakan para petani kelapa.
"Kami terus mendorong masyarakat khususnya milenial agar mau mengolah kelapa baik dengan skema UKM maupun industri yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani kelapa," ujarnya.
Sumsel menghasilkan produksi kelapa salam bentuk kopra hingga 57.570 ton pada 2019, menurutnya peluang pengolahan kelapa sangat terbuka lebar sehingga Disbun Sumsel juga mendorong pembentukan unit pengolahan dan pemasaran kelapa (UPPK) di daerah penghasil kelapa.
Selain memangkas rantai pemasaran buah kelapa, keberadaan UPPK juga dapat dimanfaatkan untuk hilirisasi kelapa seperti yang telah dilakukan UMKM Kulaku, kata dia.
CEO Kulaku Mustofa Patapa di Palembang, Rabu, mengatakan kelompoknya sejak 2018 telah memproduksi produk turunan kelapa seperti minyak kelapa (VCO), sirup, santan, arang, asap cair, dan nata de coco dengan kapasitas produksi mencapai dua ton perbulan.
"Kami memiliki distributor di beberapa kota di Indonesia karena permintaan cukup tinggi, selain itu kami sudah kirimkan sampel ke Vietnam, Brazil, Singapura dan Malaysia untuk membuka ekspor," ujarnya.
Kulaku yang baru saja menerima UKM Award 2020 dari Kementrian Koperasi dan UKM itu sekarang mampu menyerap 30.000 butir kelapa perbulan untuk diubah menjadi varian produk-produk tersebut.
Keenam produk kelapanya dijual kisaran Rp18.000 hingga Rp65.000 dengan sistem kemitraan maupun langsung ke pembeli .
Ia menjelaskan awal mula pengembangan produk tersebut saat kegundahanya melihat komoditas kelapa di Kabupaten Banyuasin yang hanya dijual dalam bentuk kopra dan bulat.
"Karena saya anak petani kelapa maka saya merasa ada potensi besar jika kelapa-kelapa ini dikembangkan dengan modernisasi, jadi tidak selamanya dijual bentuk itu-itu saja," kata Mustofa.
Ia kemudian mengajak tujuh rekanya sesama tamatan Universitas Sriwijaya untuk mengembangkan kelapa di sekitar rumahnya menjadi santan dan VCO (minyak kelapa) karena saat itu permintaannya terbilang tinggi, terutama untuk restoran dan rumah makan.
Selanjutnya ia menambah jumlah timnya menjadi 30 orang untuk menghasilkan produk-produk lainnya seperti sirup, nata de coco, arang, dan asap cair dengan serapan kelapa mencapai 1.000 butir perhari.
"Saat ini sebagian produk diolah di Banyuasin dan sebagian lainnya di Palembang, 2021 nanti kami ingin satukan pengolahan produk di Banyuasin jika sudah mendapat izin ekspor dan scale up menjadi industri," jelasnya.
Untuk produk turunan kelapa, menurutnya persaingan pasar ekspor cukup sengit dengan saingan terberat Thailand dan Filipina di kawasan Asia Tenggara.
Saat ini UKM Kulaku sudah bermitra dengan berbagai perusahaan dan instansi seperti Bank Indonesia, Unsri dan IPB untuk pengembangan kelapa, ia sendiri bertekad menciptakan ekosistem pengolahan kelapa yang lebih komprehensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
Oleh karena itu UKM-nya juga memberikan beasiswa kepada anak-anak petani kelapa di Kabupaten Banyuasin untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan mampu mengembangkan industri kelapa berkelanjutan di masa depan.
"Sumsel sebagai penghasil kelapa terbesar kedua di Sumatera harus mulai mendapatkan nilai tambah dari pengolahan kelapa," katanya menambahkan.
Sementara Kabid Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan (Disbun) Sumsel Rudi Arpian, mengapresiasi upaya UMKM Kulaku dalam menghasilkan produk turunan kelapa yang memberdayakan para petani kelapa.
"Kami terus mendorong masyarakat khususnya milenial agar mau mengolah kelapa baik dengan skema UKM maupun industri yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani kelapa," ujarnya.
Sumsel menghasilkan produksi kelapa salam bentuk kopra hingga 57.570 ton pada 2019, menurutnya peluang pengolahan kelapa sangat terbuka lebar sehingga Disbun Sumsel juga mendorong pembentukan unit pengolahan dan pemasaran kelapa (UPPK) di daerah penghasil kelapa.
Selain memangkas rantai pemasaran buah kelapa, keberadaan UPPK juga dapat dimanfaatkan untuk hilirisasi kelapa seperti yang telah dilakukan UMKM Kulaku, kata dia.