Bubur kertas produksi OKI Pulp capai 36 persen ekspor Sumsel
Palembang (ANTARA) - Produk bubur kertas produksi PT OKI Pulp & Paper di Kabupaten Ogan Komering Ilir kini telah mendominasi 36 persen dari ekspor nonmigas Provinsi Sumatera Selatan.
Anak perusahaan Sinar Mas Grup yang memiliki wilayah operasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir itu secara bertahap meningkatkan ekspornya sejak mulai beroperasi pada 2017.
“Kegiatan produksi kami tetap berjalan selama pandemi karena ada permintaan tinggi dari Tiongkok. Bisa dikatakan ekspor kami tidak terlalu berpengaruh besar kondisi ini, masih normal,” kata Staf Public Affair Dept PT OKI Pulp And Paper, Afris di Palembang, Selasa, saat rilis perkembangan ekspor impor Sumsel dengan penjabat BPS setempat secara virtual.
Namun ia tak menyangkal, bahwa sejatinya perusahaan menargetkan dapat mendominasi hingga 40 persen dari ekspor Sumsel pada 2020.
Lantaran pandemi COVID-19 yang memaksa sejumlah negara tujuan ekspor menutup sementara pintu perdagangannya (lock down) membuat target tersebut sulit terwujud di tahun ini.
Akan tetapi, ia melanjutkan, seiring dengan mulai normalnya perdagangan antarnegara, perusahaannya sangat optimistis dapat mewujudkan target peningkatan ekspor hingga 40 persen itu pada 2021.
Harapan ini sesuai dengan target saat pendirian pabrik tersebut pada 2017.
“Kami pun saat ini berusaha untuk hilirisasi produk atau tak terhenti hanya menghasilkan pada produk bubur kertas saja, seperti mulai memproduksi ivory paper dan mechanical paper,” kata dia.
Pabrik OKI Pulp And Paper resmi berproduksi pada 2017, yang disebut-sebut sebagai pabrik bubur kertas terbesar di Asia dengan teknologi terbaik dan terkini di dunia.
Pabrik ini dibangun dengan investasi sebesar Rp40 triliun dengan target mengekspor 2 juta ton pulp dan 500 ribu ton tisu dengan nilai mencapai 1,5 miliar dolar AS (Rp20 triliun) pada tahun pertama.
Pabrik ini berada di tengah-tengah hutan produksi HTI yang menjadi satu-satunya di dunia.
Keberadaan APP OKI ini diperkirakan akan mendongkrak ekspor nonmigas Sumsel hingga melewati angka 32 persen, sedangkan PDRB sebesar 11 persen.
Untuk meningkatkan kinerja penjualannya, OKI Pulp And Paper belum lama ini telah mengoperasikan pelabuhan barang khusus bongkar muat produk tisu di Tanjung Tapa, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Pelabuhan ini dibangun dengan menelan dana 200 juta dolar AS atau senilai Rp2,8 triliun.
External Relation Head Sinar Mas PT OKI Pulp Gadang Hartawan di Palembang, Senin, mengatakan, investasi cukup besar ini untuk memuluskan rencana hilirisasi produk dan sekaligus memudahkan ekspor ke luar negeri.
"Pembangunan pelabuhan ini untuk memudahkan kami dalam ekspor, selama ini loading (bongkar muat) terpaksa dilakukan di tengah laut karena jalur transportasi sungai di Sungai Baung tidak memungkinkan. Ini tentunya sangat berisiko dan tergantung cuaca," kata dia.
Sementara itu, berdasarkan data BPS Sumsel nilai ekspor Sumsel melejit pada Agustus untuk pertanian dan industri, yakni masing-masing 56,81 persen (Agustus 2020 terhadap Juli 2020/mtm) meliputi ekspor buah-buahan, lada hitam dan ikan hidup hasil budidaya, dan 12,33 persen (mtm) meliputi karet remah, bubur kertas, dan pupuk urea.
Berbanding terbalik dengan kondisi yang dialami dua sektor utama lainnya yakni pertambangan -2,93 persen (mtm) dan migas -37,47 persen (mtm).
Pada Januari-Agustus 2020, sektor nonmigas justru menjadi primadona di Sumsel dengan menyumbang 94,48 persen dari total ekspor senilai 314,02 juta USD.
Bubur kertas menjadi salah satu ekspor andalan Sumsel kini dengan sebagian besar dikirim ke Tiongkok dengan kenaikan 16,88 persen pada Agustus 2020 dengan nilai 115,71 juta USD.
"Hilirisasi produk sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selama ini Sumsel selalu mengekspor bahan baku seperti karet dan batubara, tapi dengan adanya produk bubur kertas telah meningkatkan nilai tambah," kata Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih pada rilis pers secara virtual.
Anak perusahaan Sinar Mas Grup yang memiliki wilayah operasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir itu secara bertahap meningkatkan ekspornya sejak mulai beroperasi pada 2017.
“Kegiatan produksi kami tetap berjalan selama pandemi karena ada permintaan tinggi dari Tiongkok. Bisa dikatakan ekspor kami tidak terlalu berpengaruh besar kondisi ini, masih normal,” kata Staf Public Affair Dept PT OKI Pulp And Paper, Afris di Palembang, Selasa, saat rilis perkembangan ekspor impor Sumsel dengan penjabat BPS setempat secara virtual.
Namun ia tak menyangkal, bahwa sejatinya perusahaan menargetkan dapat mendominasi hingga 40 persen dari ekspor Sumsel pada 2020.
Lantaran pandemi COVID-19 yang memaksa sejumlah negara tujuan ekspor menutup sementara pintu perdagangannya (lock down) membuat target tersebut sulit terwujud di tahun ini.
Akan tetapi, ia melanjutkan, seiring dengan mulai normalnya perdagangan antarnegara, perusahaannya sangat optimistis dapat mewujudkan target peningkatan ekspor hingga 40 persen itu pada 2021.
Harapan ini sesuai dengan target saat pendirian pabrik tersebut pada 2017.
“Kami pun saat ini berusaha untuk hilirisasi produk atau tak terhenti hanya menghasilkan pada produk bubur kertas saja, seperti mulai memproduksi ivory paper dan mechanical paper,” kata dia.
Pabrik OKI Pulp And Paper resmi berproduksi pada 2017, yang disebut-sebut sebagai pabrik bubur kertas terbesar di Asia dengan teknologi terbaik dan terkini di dunia.
Pabrik ini dibangun dengan investasi sebesar Rp40 triliun dengan target mengekspor 2 juta ton pulp dan 500 ribu ton tisu dengan nilai mencapai 1,5 miliar dolar AS (Rp20 triliun) pada tahun pertama.
Pabrik ini berada di tengah-tengah hutan produksi HTI yang menjadi satu-satunya di dunia.
Keberadaan APP OKI ini diperkirakan akan mendongkrak ekspor nonmigas Sumsel hingga melewati angka 32 persen, sedangkan PDRB sebesar 11 persen.
Untuk meningkatkan kinerja penjualannya, OKI Pulp And Paper belum lama ini telah mengoperasikan pelabuhan barang khusus bongkar muat produk tisu di Tanjung Tapa, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Pelabuhan ini dibangun dengan menelan dana 200 juta dolar AS atau senilai Rp2,8 triliun.
External Relation Head Sinar Mas PT OKI Pulp Gadang Hartawan di Palembang, Senin, mengatakan, investasi cukup besar ini untuk memuluskan rencana hilirisasi produk dan sekaligus memudahkan ekspor ke luar negeri.
"Pembangunan pelabuhan ini untuk memudahkan kami dalam ekspor, selama ini loading (bongkar muat) terpaksa dilakukan di tengah laut karena jalur transportasi sungai di Sungai Baung tidak memungkinkan. Ini tentunya sangat berisiko dan tergantung cuaca," kata dia.
Sementara itu, berdasarkan data BPS Sumsel nilai ekspor Sumsel melejit pada Agustus untuk pertanian dan industri, yakni masing-masing 56,81 persen (Agustus 2020 terhadap Juli 2020/mtm) meliputi ekspor buah-buahan, lada hitam dan ikan hidup hasil budidaya, dan 12,33 persen (mtm) meliputi karet remah, bubur kertas, dan pupuk urea.
Berbanding terbalik dengan kondisi yang dialami dua sektor utama lainnya yakni pertambangan -2,93 persen (mtm) dan migas -37,47 persen (mtm).
Pada Januari-Agustus 2020, sektor nonmigas justru menjadi primadona di Sumsel dengan menyumbang 94,48 persen dari total ekspor senilai 314,02 juta USD.
Bubur kertas menjadi salah satu ekspor andalan Sumsel kini dengan sebagian besar dikirim ke Tiongkok dengan kenaikan 16,88 persen pada Agustus 2020 dengan nilai 115,71 juta USD.
"Hilirisasi produk sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selama ini Sumsel selalu mengekspor bahan baku seperti karet dan batubara, tapi dengan adanya produk bubur kertas telah meningkatkan nilai tambah," kata Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih pada rilis pers secara virtual.