Label negatif untuk "fans" K-pop, benarkah mereka berperilaku buruk ?
semua penggemar K-pop dianggap sebagai gadis kecil yang belum dewasa
Jakarta (ANTARA) - Seorang bermarga Kim (23) penggemar berat grup idola K-pop EXO dan saat grup idolanya itu menggelar konser selama tiga hari di Seoul tahun lalu, dia tinggal di hotel dekat gedung konser untuk menonton semua pertunjukan.
Suatu kali, Kim menunggu lebih dari 15 jam, hanya untuk melihat EXO berjalan di karpet merah selama beberapa menit.
Tetapi Kim merahasiakan semua yang dilakukannya itu. Orang-orang di sekitarnya hampir tidak ada yang tahu kesukannya pada EXO.
Baca juga: "Your Eyes Tell" BTS kuasai tangga lagu iTunes
Baca juga: Jinhwan dan Junhoe iKON kecelakaan mobil
"Saya mulai fan-girling saat usia 16 tahun. Awalnya, saya tidak memberitahu saya penggemar K-pop dan biasa mengunggah banyak foto penyanyi favorit saya di akun media sosial saya. Tapi suatu hari, ibu saya berkata dengan cemas, 'Kamu sudah cukup dewasa - tidak boleh' Apakah kamu tidak berkencan atau bergaul dengan teman-temanmu daripada mengejar para penyanyi?,'" kata Kim seperti dilansir dari The Korea Times, Sabtu.
Kim mengatakan, banyak dari teman-temannya yang memiliki sudut pandang sama seperti ibunya. Ketika berbicara tentang K-pop, ada ekspresi wajah yang tak biasa dari mereka.
"Setelah menyadari betapa negatifnya pandangan orang terhadap penggemar K-pop terutama mereka yang sudah dewasa, sehingga saya memutuskan untuk merahasiakan," kata dia.
Puluhan penggemar internasional mengungkapkan juga enggan mengukung K-pop secara terbuka. Seorang pengguna online menulis pada tahun 2017 di Quora, sebuah situs tanya jawab Amerika, dia tidak bisa membahas tentang K-pop secara bebas.
"Saya lebih suka diam jadi saya tidak akan mendengar orang lain mengatakan hal-hal buruk tentang K-pop. Saya banyak dikritik, karena menjadi penggemar K-pop," kata seorang yang tak disebutkan namanya itu.
Apa kata para kritikus musik dan pakar kebudayaan mengenai ini?
"Penggemar budaya pop sering diejek karena memiliki selera yang rendah. Narasi yang paling merusak, semua penggemar K-pop dianggap sebagai gadis kecil yang belum dewasa. Saya benci melihat usia dan jenis kelamin digunakan seperti senjata melawan penggemar K-pop," ujar asisten profesor Kebudayaan Korea di Indiana University, Amerika Serikat, CedarBough Saeji kepada The Korea Times.
Di Korea Selatan, bahkan ada istilah merendahkan yang mengacu pada penggemar K-pop, yakni "Bbasooni," yang berarti seorang gadis penggemar yang secara membabi buta mengejar penyanyi pria yang lebih tua.
Istilah ini diciptakan pada tahun 1990-an ketika artis pria seperti band rock Seo Taiji and Boys menjadi terkenal dan memukau banyak wanita yang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga dalam aktivitas sebagai penggemar.
Selain itu, ada juga yang sampai melewati batas dan berubah menjadi "sasaeng". Mereka mengikuti penyanyi idola sepanjang waktu, mengganggu privasi mereka dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain.
Pada 2019, empat penggemar grup idola K-pop Wanna One memaksa ratusan penumpang dalam penerbangan menuju Seoul di Bandara Internasional Hong Kong turun sesaat sebelum lepas landas dan menjalani pemeriksaan keamanan lainnya.
Baca juga: Mytha kembali dengan lagu "Dunia"
Mereka memesan kursi di pesawat hanya untuk melihat lebih dekat personel Wanna One dan setelah melihat sang idola, mereka meminta pengembalian uang dan berusaha turun dari pesawat.
Kritikus Jung Yeon-kyung mengatakan ada kasus lain perilaku berlebihan seperti ini. Ketika seorang penyanyi memicu kontroversi, beberapa penggemar secara membabi buta membela bintang mereka karena kasih sayang," katanya.
"Untuk non-fans, ini sulit dipahami," kata dia.
Tidak semua penggemar K-pop berperilaku buruk
Orang-orang seharusnya menahan diri menyimpulkan semua penyuka musik K-pop berperilaku buruk.
Kritikus musik yang berbasis di Seattle, Kim Young-dae menambahkan istilah Bbasooni pada dasarnya adalah misoginis.
"Ketika seorang pria mencurahkan uangnya untuk mobil atau barang mahal lainnya, dia biasanya bebas dari kritik. Tapi ketika berbicara tentang penggemar K-pop wanita, banyak orang mengira mereka mencari bintang tampan," tutur dia.
Faktanya, episode penggemar obsesif seringkali lebih disorot daripada mereka yang tidak, misalnya hanya menikmati karya musik atau film, drama sang idola atau sesekali datang ke acara yang diadakan idola.
Sebagian penggemar K-pop bahkan melakukan banyak hal baik, misalnya membawa artis favorit mereka ke audiens yang lebih besar atau bahkan mendonasikan sesuatu untuk orang yang membutuhkan dan menyebutkan nama idola mereka.
"Mereka menyumbang untuk kegiatan amal dan menghabiskan banyak waktu mempelajari tentang negara, budaya, dan bahasa baru. Saat dunia belajar tentang sisi fandom ini, saya pikir itu benar-benar meningkatkan citra penggemar," ujar Saeji.
Penggemar global grup idola K-pop Bangtan Sonyeondan (BTS), yakni ARMY pernah menyumbangkan 1,2 miliar won atau sekitar Rp 14 miliar
pada Juni lalu untuk mendukung gerakan Black Lives Matter (BLM) dan memerangi ketidaksetaraan rasial.
Fandom grup idola K-pop EXO yakni EXO-L menyumbangkan lebih dari 12 juta won atau setara Rp 147 juta pada bulan Maret untuk membantu memerangi COVID-19.
"Sangat penting bagi beberapa pengikut K-pop yang obsesif untuk mengembangkan sikap yang lebih rasional dan kritis, tetapi publik juga harus dapat menghormati selera para penggemar," kata Young-dae.
Kritikus Park Soo-jin mengatakan, penggemar K-pop tidak harus berusaha mengubah persepsi publik tentang mereka. Mereka hanya harus memastikan tetap berpegang pada moral saat menikmati kegiatan penggemar mereka.
"Publiklah yang harus menyadari pengaruh positif dari fandom dan mencoba membuang prasangka buruk terhadap penggemar, " ujar dia.
Suatu kali, Kim menunggu lebih dari 15 jam, hanya untuk melihat EXO berjalan di karpet merah selama beberapa menit.
Tetapi Kim merahasiakan semua yang dilakukannya itu. Orang-orang di sekitarnya hampir tidak ada yang tahu kesukannya pada EXO.
Baca juga: "Your Eyes Tell" BTS kuasai tangga lagu iTunes
Baca juga: Jinhwan dan Junhoe iKON kecelakaan mobil
"Saya mulai fan-girling saat usia 16 tahun. Awalnya, saya tidak memberitahu saya penggemar K-pop dan biasa mengunggah banyak foto penyanyi favorit saya di akun media sosial saya. Tapi suatu hari, ibu saya berkata dengan cemas, 'Kamu sudah cukup dewasa - tidak boleh' Apakah kamu tidak berkencan atau bergaul dengan teman-temanmu daripada mengejar para penyanyi?,'" kata Kim seperti dilansir dari The Korea Times, Sabtu.
Kim mengatakan, banyak dari teman-temannya yang memiliki sudut pandang sama seperti ibunya. Ketika berbicara tentang K-pop, ada ekspresi wajah yang tak biasa dari mereka.
"Setelah menyadari betapa negatifnya pandangan orang terhadap penggemar K-pop terutama mereka yang sudah dewasa, sehingga saya memutuskan untuk merahasiakan," kata dia.
Puluhan penggemar internasional mengungkapkan juga enggan mengukung K-pop secara terbuka. Seorang pengguna online menulis pada tahun 2017 di Quora, sebuah situs tanya jawab Amerika, dia tidak bisa membahas tentang K-pop secara bebas.
"Saya lebih suka diam jadi saya tidak akan mendengar orang lain mengatakan hal-hal buruk tentang K-pop. Saya banyak dikritik, karena menjadi penggemar K-pop," kata seorang yang tak disebutkan namanya itu.
Apa kata para kritikus musik dan pakar kebudayaan mengenai ini?
"Penggemar budaya pop sering diejek karena memiliki selera yang rendah. Narasi yang paling merusak, semua penggemar K-pop dianggap sebagai gadis kecil yang belum dewasa. Saya benci melihat usia dan jenis kelamin digunakan seperti senjata melawan penggemar K-pop," ujar asisten profesor Kebudayaan Korea di Indiana University, Amerika Serikat, CedarBough Saeji kepada The Korea Times.
Di Korea Selatan, bahkan ada istilah merendahkan yang mengacu pada penggemar K-pop, yakni "Bbasooni," yang berarti seorang gadis penggemar yang secara membabi buta mengejar penyanyi pria yang lebih tua.
Istilah ini diciptakan pada tahun 1990-an ketika artis pria seperti band rock Seo Taiji and Boys menjadi terkenal dan memukau banyak wanita yang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga dalam aktivitas sebagai penggemar.
Selain itu, ada juga yang sampai melewati batas dan berubah menjadi "sasaeng". Mereka mengikuti penyanyi idola sepanjang waktu, mengganggu privasi mereka dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain.
Pada 2019, empat penggemar grup idola K-pop Wanna One memaksa ratusan penumpang dalam penerbangan menuju Seoul di Bandara Internasional Hong Kong turun sesaat sebelum lepas landas dan menjalani pemeriksaan keamanan lainnya.
Baca juga: Mytha kembali dengan lagu "Dunia"
Mereka memesan kursi di pesawat hanya untuk melihat lebih dekat personel Wanna One dan setelah melihat sang idola, mereka meminta pengembalian uang dan berusaha turun dari pesawat.
Kritikus Jung Yeon-kyung mengatakan ada kasus lain perilaku berlebihan seperti ini. Ketika seorang penyanyi memicu kontroversi, beberapa penggemar secara membabi buta membela bintang mereka karena kasih sayang," katanya.
"Untuk non-fans, ini sulit dipahami," kata dia.
Tidak semua penggemar K-pop berperilaku buruk
Orang-orang seharusnya menahan diri menyimpulkan semua penyuka musik K-pop berperilaku buruk.
Kritikus musik yang berbasis di Seattle, Kim Young-dae menambahkan istilah Bbasooni pada dasarnya adalah misoginis.
"Ketika seorang pria mencurahkan uangnya untuk mobil atau barang mahal lainnya, dia biasanya bebas dari kritik. Tapi ketika berbicara tentang penggemar K-pop wanita, banyak orang mengira mereka mencari bintang tampan," tutur dia.
Faktanya, episode penggemar obsesif seringkali lebih disorot daripada mereka yang tidak, misalnya hanya menikmati karya musik atau film, drama sang idola atau sesekali datang ke acara yang diadakan idola.
Sebagian penggemar K-pop bahkan melakukan banyak hal baik, misalnya membawa artis favorit mereka ke audiens yang lebih besar atau bahkan mendonasikan sesuatu untuk orang yang membutuhkan dan menyebutkan nama idola mereka.
"Mereka menyumbang untuk kegiatan amal dan menghabiskan banyak waktu mempelajari tentang negara, budaya, dan bahasa baru. Saat dunia belajar tentang sisi fandom ini, saya pikir itu benar-benar meningkatkan citra penggemar," ujar Saeji.
Penggemar global grup idola K-pop Bangtan Sonyeondan (BTS), yakni ARMY pernah menyumbangkan 1,2 miliar won atau sekitar Rp 14 miliar
pada Juni lalu untuk mendukung gerakan Black Lives Matter (BLM) dan memerangi ketidaksetaraan rasial.
Fandom grup idola K-pop EXO yakni EXO-L menyumbangkan lebih dari 12 juta won atau setara Rp 147 juta pada bulan Maret untuk membantu memerangi COVID-19.
"Sangat penting bagi beberapa pengikut K-pop yang obsesif untuk mengembangkan sikap yang lebih rasional dan kritis, tetapi publik juga harus dapat menghormati selera para penggemar," kata Young-dae.
Kritikus Park Soo-jin mengatakan, penggemar K-pop tidak harus berusaha mengubah persepsi publik tentang mereka. Mereka hanya harus memastikan tetap berpegang pada moral saat menikmati kegiatan penggemar mereka.
"Publiklah yang harus menyadari pengaruh positif dari fandom dan mencoba membuang prasangka buruk terhadap penggemar, " ujar dia.