Bupati Muara Enim nonaktif dituntut tujuh tahun penjara dan bayar uang pengganti Rp3,1 miliar
Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan
Palembang (ANTARA) - Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani dituntut tujuh tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp3,1 miliar dalam perkara suap 16 paket proyek jalan dan jembatan senilai Rp130 Miliar pada 2019.
Tuntutan setebal 621 halaman dibacakan bergantian JPU KPK RI, Roy Riadi dan Muhammad Riduan terhadap terdakwa Ahmad Yani dalam persidangan telekonferensi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan," ujar Muhammad Riduan membacakan tuntutan.
JPU KPK menyatakan terdakwa Ahmad Yani melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ahmad Yani diminta membayarkan uang pengganti sebesar Rp3,1 Miliar yang sudah digunakannya, jika tidak dibayarkan maka aset terdakwa dapat disita atau jika tidak mencukupi maka dikenai hukuman tambahan satu tahun penjara.
Serta tanah milik terdakwa senilai Rp1.250.000.000 juga dituntut untuk disita.
Selain pidana penjara, denda dan uang pengganti, JPU KPK juga menuntut hak politik Ahmad Yani untuk dipilih dalam jabatan publik dicabut selama lima tahun terhitung sejak bebas dari penjara.
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif bantah minta mobil Lexus
Baca juga: Penyuap Bupati Muara Enim divonis tiga tahun penjara
Ahmad Yani terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah untuk mengatur penunjukan rekanan yang akan mengerjakan 16 paket proyek jalan senilai 130 Miliar yang bersumber dari dana aspirasi.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan yang dipimpin hakim ketua Erma Suharti, terbukti bahwa kontraktor pelaksana proyek jalan sudah ditentukan sebelum proses lelang, modusnya mempersulit kontraktor lain dalam memenuhi kriteria pengerjaan proyek.
Sehingga perusahaan kontraktor milik terpidana Robi Okta Pahlevi berhasil mendapatkan 16 paket proyek jalan, namun dalam prosesnya Ahmad Yani juga meminta komitmen fee sebesar 15 persen dari total nilai proyek.
"Ahmad Yani juga menyetujui sebagian dari komitmen fee dibagikan kepada Wakil Bupati Juarsah dan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim," jelas JPU KPK Roy Riadi.
Perbuatan Ahmad Yani sebagai kepala daerah yang tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya menjadi pemberat dalam tuntutan.
Sedangkan hal-hal yang meringankan bahwa terdakwa tidak pernah dihukum dan masih menjadi kepala keluarga.
Atas tuntutan tersebut terdakwa Ahmad Yani melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, akan mengajukan pledoi yang dibacakan pada persidangan selanjutnya, Selasa (28/4).
Sementara dari kasus suap tersebut, KPK berhasil menyelamatkan USD35.000 yang sudah disiapkan terpidana Robi Okta Pahlevi untuk Ahmad Yani saat OTT pada 3 September 2019.
Terpidana Roby Okta Pahlevi sebelumnya telah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan pada 28 Januari 2019 karena terbukti menyuap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani dalam pengerjaan 16 paket proyek jalan senilai Rp130 Miliar.
Tuntutan setebal 621 halaman dibacakan bergantian JPU KPK RI, Roy Riadi dan Muhammad Riduan terhadap terdakwa Ahmad Yani dalam persidangan telekonferensi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan," ujar Muhammad Riduan membacakan tuntutan.
JPU KPK menyatakan terdakwa Ahmad Yani melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ahmad Yani diminta membayarkan uang pengganti sebesar Rp3,1 Miliar yang sudah digunakannya, jika tidak dibayarkan maka aset terdakwa dapat disita atau jika tidak mencukupi maka dikenai hukuman tambahan satu tahun penjara.
Serta tanah milik terdakwa senilai Rp1.250.000.000 juga dituntut untuk disita.
Selain pidana penjara, denda dan uang pengganti, JPU KPK juga menuntut hak politik Ahmad Yani untuk dipilih dalam jabatan publik dicabut selama lima tahun terhitung sejak bebas dari penjara.
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif bantah minta mobil Lexus
Baca juga: Penyuap Bupati Muara Enim divonis tiga tahun penjara
Ahmad Yani terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah untuk mengatur penunjukan rekanan yang akan mengerjakan 16 paket proyek jalan senilai 130 Miliar yang bersumber dari dana aspirasi.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan yang dipimpin hakim ketua Erma Suharti, terbukti bahwa kontraktor pelaksana proyek jalan sudah ditentukan sebelum proses lelang, modusnya mempersulit kontraktor lain dalam memenuhi kriteria pengerjaan proyek.
Sehingga perusahaan kontraktor milik terpidana Robi Okta Pahlevi berhasil mendapatkan 16 paket proyek jalan, namun dalam prosesnya Ahmad Yani juga meminta komitmen fee sebesar 15 persen dari total nilai proyek.
"Ahmad Yani juga menyetujui sebagian dari komitmen fee dibagikan kepada Wakil Bupati Juarsah dan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim," jelas JPU KPK Roy Riadi.
Perbuatan Ahmad Yani sebagai kepala daerah yang tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya menjadi pemberat dalam tuntutan.
Sedangkan hal-hal yang meringankan bahwa terdakwa tidak pernah dihukum dan masih menjadi kepala keluarga.
Atas tuntutan tersebut terdakwa Ahmad Yani melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, akan mengajukan pledoi yang dibacakan pada persidangan selanjutnya, Selasa (28/4).
Sementara dari kasus suap tersebut, KPK berhasil menyelamatkan USD35.000 yang sudah disiapkan terpidana Robi Okta Pahlevi untuk Ahmad Yani saat OTT pada 3 September 2019.
Terpidana Roby Okta Pahlevi sebelumnya telah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan pada 28 Januari 2019 karena terbukti menyuap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani dalam pengerjaan 16 paket proyek jalan senilai Rp130 Miliar.