Jakarta (ANTARA) - Hasil riset Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menunjukkan keberpihakan aparatur sipil negara (ASN) dan praktik politik transaksional menjadi pelanggaran yang paling banyak dilakukan dalan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada)," kata Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin di Jakarta, Selasa.
"Isu strategis yang muncul di setiap IKP (indeks kerawanan pemilu) kami adalah pertama, yang paling banyak, keberpihakan aparatur pemerintah dalam mendukung dan memfasilitasi peserta pilkada," kata Afifuddin saat memaparkan hasil riset Bawaslu berupa IKP Pilkada Serentak Tahun 2020 di Hotel Red Top Pecenongan Jakarta, Selasa.
Dalam rilis IKP tahun 2020, lanjut Afif, Bawaslu juga menemukan ketidaknetralan ASN menjadi indikator kerawanan Pilkada dalam konteks dimensi sosial politik. Bawaslu mencatat sebanyak 167 kabupaten dan kota, yang menyelenggarakan Pilkada secara serentak pada 23 September mendatang, tercatat rawan terhadap praktik keberpihakan ASN.
Dari segi dimensi sosial politik, Bawaslu menemukan faktor relasi kuasa atau otoritas di daerah menjadi hal yang paling rawan terjadi selama Pilkada 2020, selain juga faktor otoritas penyelenggara, penyelenggaraan negara dan keamanan.
Selain keberpihakan ASN dalam Pilkada 2020, Bawaslu juga mencatat 14 indikator lain yang rawan terjadi di daerah-daerah dengan pemilu kepala daerah; antara lain politik transaksional, manipulasi hasil suara, politik uang di masa tenang, pelanggaran prosedural oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah, hingga kekerasan fisik terhadap penyelenggara pilkada.
Politik transaksional, atau barter barang dan jasa antara politikus dengan konstituen, menjadi urutan kedua yang rawan terjadi di 136 daerah pada Pilkada 2020.
Terkait akan hal itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang hadir dalam peluncuran IKP Pilkada Serentak Tahun 2020, meminta Bawaslu bekerja secara profesional untuk meminimalkan praktik politik uang.
“Jangan sampai pemilu ini dicederai dengan adanya money politics atau bahasa anak-anak sekarang bilangnya NPWP, nomor piro wani piro (nomor berapa, berani bayar berapa),” kata Ma'ruf Amin di Jakarta, Selasa.
Wapres Ma'ruf juga meminta seluruh pengawas pemilu untuk menindak tegas pelaku pidana pemilu seperti ujaran kebencian, politik uang dan pelanggaran lain.