Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kota Palembang, Sumatera Selatan, dalam dua tahun ke depan harus berjibaku dengan sejumlah pembangunan infrastruktur sebagai tuan rumah Asian Games ke-18 tahun 2018.
Salah satu proyek infrastruktur modern itu adalah pembangunan jalur kereta api ringan (light rail transit) sejauh 22,4 kilometer.
Jalur itu akan memberikan akses bebas hambatan dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju kompleks olahraga Jakabaring, Palembang, tempat belasan arena olahraga berstandar internasional.
Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengatakan dari infrastruktur yang dibangun terkait Asian Games, yakni Jembatan Musi IV dan Jembatan Musi VI, tiga ruas jalan tol, jembatan layang dan underpass, LRT yang dianggap paling berat.
"LRT ini untuk kali pertama dibangun di Indonesia. Selain itu harus selesai sebelum Asian Games, tepatnya enam bulan sebelum penyelenggaraan karena di Palembang sudah ada tes event. Jadi ada tantangan tersendiri bagi Sumatera Selatan untuk mewujudkannya tepat waktu," katanya.
Menurutnya, pembangunan LRT ini dilatari dengan kondisi terbaru di Kota Palembang yang mulai mengalami kemacetan lalu lintas saat jam sibuk seusai menjadi tuan rumah SEA Games tahun 2011. Setelah SEA Games, Kota Palembang tumbuh signifikan dari berbagai sektor.
Berdasarkan penelitian Dinas Perhubungan dan Komunikasi dan Informasi Sumsel diketahui Kota Palembang bakal mengalami `grandlock` pada 2018 karena ruas jalan sudah tidak mampu menampung kendaraan.
Beberapa jalan utama sudah menunjukkan angka rasio di atas 1,2 dan diprediksi menjadi 2,0 saat pelaksanaan Asian Games 2018.
"Melebihi angka satu saja sudah menimbulkan macet, apalagi saat ini sudah dua. Artinya, jika tidak ada intervensi maka pada 2018 bisa macet total, keluar garasi langsung berhadapan dengan kemacetan," kata Alex.
Untuk itu, perlu adanya intervensi dengan membangun infrastruktur transfortasi modern dan pilihan jatuh pada LRT karena bisa berjalan bersama lalu lintas lain mengingat lintasan berada di median jalan.
Sebenarnya, Sumsel sudah lama merencanakan pembangunan jalur kereta api di dalam kota, tapi ketika itu masih memilih monorel yang lintasannya berada di samping badan jalan.
Namun proyek ini tak kunjung terealisasi karena membutuhkan investasi yang besar dari swasta dan lahan karena posisi rel berada di sisi badan jalan.
Beberapa pembicaraan dengan kalangan investor monorel selalu mentah karena dalam hitung-hitungan bisnis dipastikan mereka bakal merugi.
Alex mengatakan, para investor terpaksa mengutip harga tiket yang mahal untuk mengembalikan nilai investasi dan biaya operasional agar bisa mendapatkan selisih.
"Jelas ini tidak memungkinkan karena akan memberatkan masyarakat, jadi monorel ditinggalkan lalu beralih ke LRT," kata Alex.
Titik terang pun terbuka setelah pada Agustus 2014 Indonesia dipercaya Dewan Olimpiade Asia menjadi tuan rumah Asian Games. Dua kota telah ditetapkan pemerintah sebagai penyelenggara, yakni Palembang dan Jakarta.
Lantaran menggemban tugas negara tersebut, sejumlah proyek infrastruktur transportasi dipercayakan di Sumsel dengan dana APBN.
Meski demikian, khusus untuk proyek LRT ini, Sumsel harus berjuang menyingkirkan delapan kota di Indonesia mengingat dibutuhkan dana sebesar Rp7,2 triliun untuk membangun 13 stasiun dari bandara ke Jakabaring.
"Saya ingat betul, saya hanya satu kali persentasi di depan Presiden, dan langsung disetujui. Tapi, karena ini berkaitan dengan APBN jadi proses tetap tidak mudah, dari persetujuan lisan itu baru empat bulan berikutnya keluar Peraturan Presiden. Karena seringnya saya meminta dipercepat, terkadang belum bertanya, Presiden sudah bicara duluan, `Perpres sedang diproses Pak Alex`," kenang Alex.
Lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 116/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan (LRT).
Berdasarkan Perpres tertanggal 20 Oktober 2015, Badan Usaha Milik Negara PT Waskita Karya ditugaskan membangun jaringan LRT Palembang.
Setelah mengantongi perpres itu, Sumsel langsung bekerja untuk mengejar target selesai pada awal 2018, dengan memulai pembangunan LRT pada November 2015.
Bahkan rencana `groundbreaking` oleh Presiden Joko Widodo dibatalkan agar pekerjaan dapat langsung dimulai tanpa perlu diresmikan terlebih dahulu.
Jokowi pun berjanji akan mengecek proyek tersebut setelah berjalan setidaknya 30 persen, yakni sekitar Maret 2016.
Terabas Bundaran
Pekerjaan LRT langsung dimulai dengan mengerjakan lima zona stasiun sekaligus dari total 13 stasiun dari bandara ke Jakabaring.
Pada tahap awal pekerjaan ini, warga Kota Palembang sudah terkena dampaknya, yakni kemacetan.
Kota yang dibelah Sungai Musi ini pun mulai semerawut karena beberapa ruas jalan sudah ditutupi pagar seng proyek.
Berbagai jalan alternatif yang disiapkan tidak dapat menghindarkan kota ini dari kemacetan.
Belum lagi, kerusakan jalan karena metode tumbuk untuk pemancangan tiang telah membuat jalan mengembang dan rusak.
Terkait kondisi ini, Alex Noerdin menyampaikan permohonan maaf ke masyarakat karena kondisi itu diperkirakan berlangsung dua tahun ke depan.
"Tidak apalah susah dulu, nanti ke depannya enak, tidak ada lagi macet di Palembang," kata Alex.
Perwakilan dari PT Waskita Karya Paulus mengatakan sejak awal Februari sudah meninggalkan metode tumbuk dan beralih ke metode bor pile dalam pemancangan tiang.
Melalui metode ini, maka kerusakan jalan akan diminimalkan sehingga dapat menghemat biaya perbaikan jalan.
Menurutnya, tersulit dalam pengerjaan proyek ini yakni menyinkronkan dengan proyek infrastruktur lain mengingat jalur LRT ini akan bertemu dengan proyek underpass, jembatan layang.
Akibatnya, terpaksa dilakukan pembebasan lahan atau tidak mungkin sebatas memanfaatkan median jalan karena jalur kereta api harus bermanuver cukup lebar agar tidak menabrak jembatan layang Simpang Bandara-Tanjung Api-Api, jembatan layang Simpang Polda, dan jalur underpass Simpang Rumah Sakit Charitas.
Untuk kawasan Simpang Bandara terdapat sebuah showroom dan rumah makan yang terkena proyek, dan kawasan Charitas terdapat sebuah rumah makan, sementara untuk kawasan Simpang Polda relatif aman karena tiang pancang akan masuk kolam retensi (tanah milik pemprov).
Selain persoalan penyinkronan dengan proyek infrastruktur lain, terdapat juga kawasan berbahaya yang harus dilewati, tepatnya di Simpang Polda karena terdapat sejumlah pipa gas Pertamina.
Lalu, pembangunan LRT ini juga dihadapkan dengan sempitnya ruas jalan di Jalan Kapten Arivai.
"Memang ada teknologinya, jadi median yang sempit hanya satu meter itu bisa tetap digunakan untuk jalur LRT. Tapi persoalannya, ruas Jalan Kapten Arivai ini hanya tujuh meter, jadi bakal sangat menggangu aktivitas masyarakat," kata dia.
Jika kontraktor dipusingkan dengan pekerjaan kontruksi, lain pula dengan Pemkot Palembang.
Berdasarkan rencana kerja kontraktor diketahui bahwa jalur kereta api ringan ini akan menerabas Bundaran Air Mancur sebelum melaju naik ke Jembatan Ampera.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Palembang M Safri Nungcik berharap kontraktor dapat mempertimbangkan kembali rencana itu mengingat Bundaran Air Mancur sudah menjadi ikon kota.
"Jika bisa, tidak menerabas Bundaran, tapi jika secara kontruksi memang jalur itu yang paling baik dan aman maka pemkot tidak dapat berbuat apa-apa," kata dia.
Selain itu, Safri juga mengingatkan kontraktor untuk berhati-hati ketika membangun kontruksi fisik jalur kereta api di Jembatan Ampera.
Pemerintah Kota Palembang juga mengharapkan stasiun kereta api ringan (LRT) terintegrasi lokasi wisata di kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu sehingga turut memacu kunjungan wisatawan.
"Seperti di Seberang Ulu, sudah direncanakan akan ada hotel di pinggir sungai, tepatnya di kawasan 10 Ulu. Pemkot berharap, dalam penentuan lokasi stasiun LRT, ini bisa jadi bahan pertimbangan," kata Sapri.
Demikian juga halnya dengan penempatan stasiun LRT di kawasan Seberang Ilir karena juga terdapat kawasan wisata yang sudah permanen seperti Benteng Kuto Besak.
Pemkot berencana menerapkan sistem transportasi yang terpadu antara angkutan darat dan sungai mengingat sudah ada bus Trans Musi melalui jalur darat dan melalui jalur air (bus air).
"Jika semua sudah terintegrasi maka masyarakat akan punya banyak pilihan, harapannya dengan kemudahan ini membuat masyarakat beralih ke transportasi massal sehingga kemacetan bisa dikurangi," kata dia.
Terkait ini, Gubernur Sumsel memutuskan terjadinya perubahan letak lima stasiun dari rencana semula, yakni Stasiun Perumahan PDK diganti dengan Stasiun Asrama Haji, Stasiun Pasar KM 5 diganti dengan Stasiun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Kemudian, tiga stasiun lagi, Stasiun Jalan Angkatan 45 diganti dengan Stasiun Jalan Deman Lebar Daun, Stasiun Palembang Square diganti dengan Stasiun Palembang Ikon, dan Stasiun Dolog diganti dengan Stasiun Kominfo.
Perubahan posisi stasiun ini disesuaikan juga dengan perkembangan kota di masa mendatang, tingkat aktivitas ekonomi suatu kawasan, dan kemampuan kawasan itu sendiri.
"Semula di depan Pasar KM 5 akan ditempatkan stasiun, tapi lantaran pemprov membangun RSUD yang akan menjadikan terintegrasi dengan LRT, karena bakal ada mall di kawasan itu maka digeser dari rencana awal," kata dia.
Asisten II Pemprov Sumsel Ruslan Bahri menambahkan perubahan letak stasiun ini sangat wajar karena pembangunan LRT ini sifatnya dinamis atau mempertimbangkan berbagai komponen yang ada.
"Untuk LRT ini, semua bekerja sambil menyesuaikan perencanaan. Mau tidak mau seperti ini, karena target selesai sebelum Asian Games tahun 2018, sementara pekerjaan baru dimulai pada akhir 2015," kata Ruslan.
Pengamat transportasi dari Universitas Sriwijaya Prof Dr Erika Bukhori mengatakan infrastruktur LRT sudah menjadi kebutuhan Kota Palembang yang beberapa tahun mendatang akan dihadapkan persoalan kemacetan.
Namun, ia menyadari untuk mewujudkannya bukan pekerjaan mudah mengingat proyek ini dibangun di kawasan lalu lintas sangat padat.
"Perlu ada semacam road map pembangunan untuk mencari indikator penyebab kemacetan dengan melihat rasio kepadatan di titik-titik tertentu terutama di kawasan Jembatan Ampera. Untuk itu sangat dibutuhkan koordinasi dengan instansi terkait agar kemacetan pada dua tahun mendatang tidak terlalu parah," kata dia.
Sebagai penyelenggara Asian Games, Sumsel harus berbagi konsentrasi, mulai dari menyiapkan infrastruktur penunjang, SDM, dan fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana pariwisata.
Namun, berbekal keberhasilan mewujudkan kompleks olahraga Jakabaring dalam 11 bulan ketika menjadi tuan rumah SEA Games tahun 2011, Sumsel sangat optimistis dapat menyelesaikan LRT sesuai dengan rencana.