Pilih jual jamur tiram daripada pegawai kantoran

id Frieska Anggraini Widiatmiko, pilih jual jamur tiram, jamur tiram dan pegawai

Pilih jual jamur tiram daripada pegawai kantoran

Frieska Anggraini (Foto Antarasumsel.com/Dolly)

....Memang orangtua masih berharap saya menjadi PNS atau sejenisnya, tapi jujur sama sekali sudah tidak berminat....
Jika teman sebaya ketika lulus berupaya mewujudkan cita-cita sebagai pagawai kantoran atau pegawai negeri sipil (PNS), tapi berbeda dengan Frieska Anggraini Widiatmiko (23) memilih menjadi wiraswasta.

Gadis lulusan Akademi Teknologi Industri Padang, Sumatera Barat ini mantap menjadi seorang wirausaha. Baginya, seorang pengusaha itu sosok pribadi yang tangguh dan penuh kreatifitas sehingga kehidupannya sangat dinamis.

Ia pun berharap setelah mengelola bisnis nantinya bisa mengurus anak-anak secara mandiri karena tidak memiliki jam kerja seperti layaknya pegawai kantoran.

"Memang orangtua masih berharap saya menjadi PNS atau sejenisnya, tapi jujur sama sekali sudah tidak berminat," kata peraih penghargaan wirausaha inovatif 2012 Gubernur Sumsel H Alex Noerdin.

Keinginan itu memang tidak datang seketika, hal itu dilatari perannya sebagai Tim Penyuluh Lapangan (TPL) Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian selama dua tahun di tanah kelahiran, Kabupaten Banyuasin.

Ia terpilih menjadi TPL setelah mendapatkan beasiswa pendidikan Kementerian Perindustrian di Akademi Teknologi Industri Padang.

Awalnya cuma iseng saja, ada brosur masuk ke sekolah (SMA Plus Negeri 2 Banyuasin) lantas dicoba. Ternyata terpilih dari ribuan peserta se-Indonesia.

"Saya pun bersama 465 mahasiswa lainnya berhak atas beasiswa penuh selama tiga tahun yang sekaligus menjadi angkatan pertama program itu," ujarnya.

Pembinaan secara berkesinambungan Kemenprin untuk mencetak wirausaha itu ternyata tak terhenti sebatas mencetak lulusan akademi semata. Ia pun diharuskan menjadi TPL yang membimbing IKM selama dua tahun (1 Januari 2011-31 Desember 2012).

"Selama membimbing IKM ini saya banyak belajar, dan semakin yakin ingin menjadi pengusaha. Dari 10 orang yang menerima beasiswa di Akademi Teknologi Industri Padang, ternyata hanya saya yang benar-benar menggeluti dunia usaha bermodal dari pengalaman sebagai TPL. Selebihnya memilih mencari kerja atau jadi pegawai," kata gadis yang semula bercita-cita menjadi dokter ini.

                                 Munculkan Jamur Tiram
Saat berperan sebagai TPL, anak pertama dari dua bersaudara ini sudah merintis keinginan menjadi wirausaha. Ia mengawali dengan membeli produk IKM milik masyarakat setempat seperti kemplang udang, keripik, kopi bubuk, lalu dijual kembali.
Sembari berperan sebagai penjual, ia pun merintis menjadi seorang produsen dan usaha makanan ringan berbahan jamur tiram.

Produk rumahan itu kini mulai dikenal di Banyuasin, dan kerap kali dijadikan oleh-oleh khas daerah oleh sejumlah pejabat daerah dengan harga Rp80.000 perkilogram atau Rp10.000 per bungkus.

Ide untuk membuat produk pangan dari jamur itu muncul setelah mengamati sang ayah yang melakukan budidaya di kediamannya.

Menurutnya cendawan itu memiliki potensi bisnis karena selama ini tidak diolah (dibuat produk turunan) sebelum dijual ke masyarakat.
Sementara peminat semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat dan kaya serat.

"Produk ini diluncurkan pertama kali di pameran Sriwijaya Expo saat Sumsel menjadi tuan rumah SEA Games 2011, dan mulai saat itu saya berproduksi dan saat ini telah memiliki 3 pekerja," katanya.

Setiap hari, bermodalkan peralatan sederhana mampu menghasilkan 5 kilogram "stik" (potongan kecil) jamur tiram dengan omset berkisar Rp5 juta per bulan.

Pemasaran masih dilakukan secara tradisional dengan mendatangi pembeli atau menitipkan pada toko penjual makanan.

Ia menyadari dibutuhkan upaya khusus untuk mengembangkan usahanya itu, salah satunya tambahan modal dari pinjaman kredit Perbankan.

Beruntung baginya, salah satu bank yang beroperasi di Sumsel memiliki program pengembangan UMKM dengan mengelontorkan dana pinjaman ke Frieska sebesar Rp20 juta, bunga hanya 0,2 persen dalam dua tahun.

"Meminjam uang ke bank ini sebagai bentuk keseriusan saya untuk mengelola usaha," katannya.

Kesungguhannya dalam mengelola usaha juga menggugah pemerintah pusat untuk memberikan bantuan berupa mesin dalam program khusus membantu industri mikro. Meski belum menerima, tapi tiga buah mesin yakni mesin spinner (penghilang kadar minyak), mesin ampia (alat cetak), dan mesin pengemas, segera dimiliki untuk semakin memudahkan proses produksi.

"Sejauh ini masih sederhana sekali hanya memakai alat pemotong berbentuk gilingan. Tahapan lainnya dilakukan secara manual seperti pengeringan dan lainnya, tapi nanti setelah mesin datang tentunya akan
lebih cepat lagi dalam berproduksi," katanya.

Prestasi gadis yang saat ini melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu ini juga dilirik sejumlah pemangku kepentingan. Beberapa kali, ia mendapatkan penghargaan sejak satu tahun berkecimpung sebagai wirausaha.

Produk stik jamur tiram itu membawanya sebagai juara pertama TPL untuk wilayah regional I (Sumbar, Sumsel, Bengkulu, Jambi, Riau, Kepri), kemudian Finalis Wirausaha Mandiri 2011 penghargaan dari Bank Mandiri.

                                Gencar Cetak Wirausaha
Sementara Kepala Bidang Industri Kecil dan Menengah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumsel Afrian Joni mengatakan pemerintah daerah memiliki beragam program untuk mendongkrak jumlah wirausaha.

Pemerintah provinsi memiliki pelatihan rutin pengetesan jiwa kewirausahaan yang digelar setiap tiga bulan di berbagai kabupaten/kota.

"Metode pengetesan ini berasal dari luar negeri yang telah digunakan secara nasional. Umumnya, sangat bermanfaat bagi calon pengusaha sebelum memutuskan untuk berbisnis karena disadari tidak semua orang memiliki  jiwa wirausaha," ujarnya.

Pelatihan itu menggunakan metode Human Motivation Training (HMT) yang dapat menilai kelayakan seorang manusia menjadi  pengusaha. Kemudian, metode dari salah satu Lembaga Sosial Masyarakat asal Jerman, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ).

"Dari hasil tes akan terlihat apakah seseorang itu ingin prestasi atau sekadar hidup biasa-biasa saja. Jika cocok barulah seorang calon pengusaha boleh fokus pada dunia bisnis dengan diawali membuat suatu perencanaan," ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga membantu sejumlah mahasiswa menjadi wirausaha dengan memberikan bantuan peralatan dan modal usaha.

"Pada awal September lalu, Disperindag Sumsel menjalankan program kewirausahaan muda dan mendapatkan delapan jenis usaha buah karya mahasiswa tingkat akhir yang layak dikembangkan," katanya.

Delapan jenis usaha itu, diantaranya, pemanfaatan biji karet menjadi tepung, pembuatan alat pemberian pakan ternak ikan, serta pembuatan beragam jenis bakso (makanan) yang berbahan ketela pohon.

"Biji karet bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil uji coba mahasiswa Universitas Sriwijaya yang mengubah menjadi tepung dan minyak dengan cara melakukan proses pemisahan cianida," katanya.

Pemerintah daerah tertarik mengembangkannya, karena memiliki prospek pada masa mendatang mengingat biji karet itu harus diambil petani agar tidak tumbuh pada lahan.

Industri kreatif yang berbasis pada kemampuan Sumber Daya Manusia itu diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat dan mengomptimalkan kekayaan alam di Sumsel.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat jumlah penduduk yang berwirausaha saat ini baru mencapai angka 0,18 persen dari jumlah 2,38 juta penduduk Indonesia.

Idealnya, agar Indonesia bisa berdaya saing tinggi dibutuhkan paling sedikit 2 persem dari 238 juta orang penduduk Indonesia atau sekitar 4,76 juta orang wirausaha baru dengan beragam profesi dan keahlian.

Minat kaum muda menjadi wirausaha harus ditingkatkan terutama kalangan yang berpendidikan. Gelar sarjana yang diraih sebaiknya dijadikan modal untuk membuka usaha sendiri, bukan mendapatkan pekerjaan dari  orang lain.  (Dolly)