Darwis Triadi: Memotret stereotip jadi kelemahan fotografer

id Darwis Triadi, Memotret stereotip jadi kelemahan fotografer

Darwis Triadi: Memotret stereotip jadi kelemahan fotografer

Fotografer profesional Indonesia, Darwis Triadi (2 kanan) (FOTO ANTARA)

.....Karya fotografi tidak hanya harus bagus, tetapi harus unik. Tetapi, kebanyakan masih memotret secara sudut pandang umum.....
Semarang (ANTARA Sumsel) - Fotografer senior Darwis Triadi menilai kelemahan fotografer terutama pemula adalah kerap memotret suatu objek secara stereotip atau sudah terlalu umum dan banyak dilakukan orang.

"Karya fotografi tidak hanya harus bagus, tetapi harus unik. Tetapi, kebanyakan masih memotret secara sudut pandang umum," katanya, di sela kunjungannya ke Darwis Triadi School of Photography Semarang, Selasa.

Akhirnya, kata dia, karya fotografi yang dihasilkan semuanya hampir sama dengan objek dan sudut pandang (angle) sama, seperti banyak ditemukan dari karya-karya fotografi yang dikirimkan dalam kompetisi foto.

Pemilik nama lengkap Andreas Darwis Triadi yang kerap menjadi juri berbagai lomba fotografi mengaku sering menemukan kecenderungan semacam itu sehingga mengecilkan peluang karya fotografi memang dalam lomba.

"Sekarang ini banyak lomba fotografi menggunakan tema, misalnya Bromo. Semua peserta ramai-ramai memotret Gunung Bromo secara stereotip. Hasilnya ya itu-itu saja, semuanya menghasilkan foto yang hampir sama," katanya.

Padahal, kata dia, sebenarnya banyak sekali potensi yang bisa digali dari Bromo yang selama ini belum banyak dibidik para fotografer, sebab belajar fotografi adalah belajar melihat sesuatu dari sisi yang lain.

"Kalau semua foto yang dikirimkan sama, biasanya juri akan langsung 'reject' (menolak). Mereka akan mencari foto-foto yang lain dari yang lain. Meski ada 100 foto Gunung Bromo bagus, tetapi semuanya hampir sama," katanya.

Demikian halnya beberapa objek wisata yang sudah terlalu banyak dibidik fotografer dari sudut pandang sama, kata dia, sehingga fotografer yang baik harus mau mengeksplorasi untuk menghasilkan karya yang unik.

Selain itu, kata dia, fotografer harus mampu berinteraksi dengan orang secara baik untuk menghasilkan karya fotografi yang berkualitas dan harus lebih banyak praktik dibandingkan belajar secara teori di kelas.

"Saya sering menemukan mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi yang memiliki jurusan fotografi. Mereka justru sering diberi teori dan tugas oleh dosennya, padahal yang lebih banyak harusnya praktik," kata Darwis.

Sementara itu, Lidiawati Pengelola Darwis Triadi School of Photography Semarang mengatakan kedatangan fotografer kawakan itu untuk mengajar di sekolah fotografi yang beralamat di Jalan Mayjen DI Panjaitan 70 Semarang.

"Kami ingin memfasilitasi para pecinta fotografi di Semarang yang ingin mengasah bakatnya di bidang itu. Karena itu, kami bekerja sama dengan Darwis Triadi membuka cabang sekolah fotografi ini di Kota Atlas," katanya.

Selama ini, kata Lidiawati, Darwis Triadi School of Photography sudah dibuka di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Banjarmasin, Bali, dan sekarang Semarang yang baru dibuka pada 7 November 2012.
(KR-ZLS/M028)