"Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana meracik pengembangan sistem untuk jangka panjang dengan tetap menjaga integritas bangsa," katanya.
Sementara Titi Anggraini menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat dan berdampak langsung terhadap peraturan pelaksanaan pemilu, sehingga perlu dipatuhi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR.
Pemerintah diminta segera untuk membahas RUU Pemilu.Titi menyampaikan bahwa perlu segera dilakukan pembahasan RUU Pemilu yang mencakup pengaturan pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilu kepala daerah, dan penyelenggaraan pemilu.
Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan sinkronisasi pengaturan antara pemilu anggota DPRD, pilkada, serta penganggaran.
Sebab, sebelumnya pemilu anggota DPRD dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), sedangkan pilkada dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sedangkan Dr. Panju Anugrah Permana menyebut putusan MK tersebut sebagai bentuk judicial overreach yang berpotensi mengganggu stabilitas kelembagaan politik.
"Putusan ini masuk terlalu jauh ke ranah kebijakan teknis. Dampaknya bukan hanya administratif, tapi menyentuh jantung demokrasi lokal: mulai dari meningkatnya politik uang, hingga populisme dan fragmentasi elit,” ungkap Panju.
Panju memperkenalkan kerangka A-E Theory (access to power dan exercising of power) untuk menganalisis bagaimana pemisahan pemilu ini dapat melemahkan akuntabilitas pemerintahan daerah dan memperkuat pola patronase yang sudah mengakar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wamendagri: Revisi UU Pemilu harus pertimbangkan kepentingan nasional
