Menjaga kesehatan laut Indonesia

id kesehatan laut,OHI,IKL,indeks kesehatan laut,maritim,sumberdaya ikan

Menjaga kesehatan laut Indonesia

Foto arsip - Sejumlah masyarakat dan nelayan yang tergabung dalam komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa bersama aktivis lingkungan Greenpeace Indonesia dan lintas komunitas pecinta alam menggunakan kayak sambil membentangkan spanduk saat aksi SaveKarimunjawa di tepi pantai yang tercemar limbah tambak udang di Desa Kemujan, kepulauan wisata bahari Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Selasa (19/9/2023). Dalam aksi tersebut mereka menuntut penutupan tambak udang vaname intensif sebanyak 39 titik tak berizin karena merusak ekosistem lingkungan hidup, mengganggu sektor ekonomi masyarakat nelayan, petani rumput laut serta pariwisata akibat pencemaran sisa limbah dan deforestasi hutan mangrove yang juga dinilai akan memperparah krisis iklim. ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Indeks Kesehatan Laut (IKL) yang umum dikenal dengan Ocean Healt Index (OHI) diperkenalkan sejak tahun 2012. Nilai skor rata-rata OHI lautan global tahun ini adalah 69 dari nilai maksimum 100. Kondisi ini jauh dari ideal dan menunjukkan kecenderungan lautan menghadapi tekanan serius.

Bumi yang kita diami 70 persen adalah lautan yang berperan penting dalam menopang kehidupan umat manusia. Lautan mengandung sumberdaya alam biotik dan abiotik yang dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

Sumberdaya ikan (SDI) dari lautan menyumbang sekitar 20-30 persen dari total kebutuhan protein hewani. Ikan juga kaya akan nutrisi penting seperti asam lemak omega-3, vitamin, dan mineral.



Selain sumber makanan, lautan juga menyediakan sumber energi terbarukan, bahan-bahan kimia dan tambang, bahan obat-obatan, jalur transportasi, dan berperan dalam mengendalikan perubahan iklim global.

Namun, dalam 50 tahun terakhir ini lautan menghadapi ancaman yang serius. Salah satu faktor penyebab adalah peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat yakni dari 4,07 miliar pada tahun 1975, sekarang mencapai 8,23 miliar.

Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan pangan sehingga terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya ikan, yang mengakibatkan terjadi penangkapan yang berlebihan. Menurut laporan Badan Pangan Dunia (FAO) stok ikan dunia sudah berada di bawah batas aman.

Sementara itu, peningkatan jumlah penduduk yang membawa konsekuensi pembukaan lahan besar-besaran di darat, juga mengakibatkan peningkatan polusi di laut, termasuk polusi bahan organik dan anorganik seperti sampah plastik.

Badan Lingkungan Dunia (UNEP) melaporkan bahwa setiap tahun lebih dari 8 juta ton per tahun sampah plastik masuk ke lautan.

Semakin beratnya ancaman terhadap lautan menggugah para ilmuwan untuk memantau dan mengkaji kondisi kesehatan lautan melalui pendekatan ilmiah dan terukur. Untuk itu, dikembangkan suatu indikator yang dikenal dengan Ocean Health Index (OHI).

OHI pertama-tama digagas oleh Professor Ben Halpern dari Universitas California Santa Barbara, AS dan tim yang hasilnya dipublikasi pada Jurnal Nature tahun 2012 dengan judul: “An index to assess the health and benefits of the global ocean".

OHI dikembangkan untuk mengukur secara kuantitatif sejauh mana laut dapat menyediakan jasa ekosistem secara berkelanjutan.

Ada 10 aspek utama yang diukur OHI (IKL) yaitu akses nelayan kecil terhadap sumber daya, produk laut alami seperti rumput laut dan Mutiara, keanekaragaman hayati, dampak ekonomi laut, pariwisata dan rekreasi, perlindungan pantai dari bencana, penyimpanan karbon, identitas budaya pesisir, kebersihan perairan, serta ketersediaan pangan dari laut.



Indeks Kesehatan Laut Indonesia

Rata-rata IKL Indonesia dari tahun 2012 hingga 2024 adalah 65.8 dan tiga tahun belakangan ini cenderung menurun dengan nilai tahun 2025 adalah 61, di bawah skor rata-rata global (69). IKL Indonesia berada pada rangking 189 dari 220 negara.

Berdasarkan 10 tujuan kelautan berkelanjutan, skor yang cukup rendah untuk laut Indonesia adalah pertama, pariwisata dan rekreasi (Tourist and Recreation) dengan skor 9. Nilai ini menjadi indikator bahwa ekosistem laut Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, pada hal lautan Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk pariwisata.

Kedua, penyediaan pangan (Food Provision) dengan skor 25. Nilai di bawah rata-rata ini menunjukkan bahwa ketersediaan dan keberlanjutan sumber pangan laut sedang terancam. Untuk itu diperlukan upaya-upaya secara berkelanjutan misalnya dengan pengawasan ketat terhadap penangkapan berlebih dan kapal-kapal ilegal.

Ketiga, budaya pesisir (sense of place) dengan skor 58. Skor ini menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan laut belum digali lebih jauh dan perlu juga perlu ditingkatkan kawasan konservasi laut yang berhubungan dengan nilai budaya.

Keempat, produk alami laut (nature products) skor 59, menunjukkan bahwa potensi sumber daya laut non-pangan seperti Bioprospecting dan sumberdaya mineral lainnya masih belum optimal pemanfaatannya.

Kelima, kebersihan air laut (clean waters) skor 62. Nilai skor Clean Waters di bawah rata-rata menunjukkan bahwa perairan laut Indonesia dalam tekanan tinggi akibat aktivitas manusia. Indonesia termasuk 10 negara penyumbang terbesar sampah plastik ke lautan. Tentu saja Pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai program telah dilakukan untuk mengurangi sampah plastik hingga nol di tempat pembuangan akhir.

Sementara itu skor untuk lima komponen lainnya masih di atas rata-rata skor global atau lebih dari 70.



Uraian di atas menunjukkan pentingnya IKL menjadi indikator kondisi laut kita dan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan lautan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu negara maritim harus menyediakan data kelautan dan perikanan yang lengkap dan akurat, supaya IKL yang dikeluarkan menunjukkan kondisi yang sebenarnya, jika tidak bisa merugikan Indonesia sendiri.

Peringatan hari Laut Sedunia hendaknya menjadi pengingat bagi Indonesia sebagai negara maritim, bahwa kita masih punya banyak tugas untuk menjaga laut. Penegakan hukum laut musti diperkuat di antaranya dengan menindak tegas aksi pencurian ikan dan praktik penangkapan berlebih.

Kawasan konservasi laut juga perlu diperluas. Pemerintah menargetkan kawasan konservasi laut bisa mencapai 10 persen dari total laut Indonesia pada 2030 dan 30 persen pada 2045.

Untuk mengurangi polusi laut akibat sampah plastik, perlu diambil langkah dari hulu dengan memperluas penerapan kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai serta mendaur ulang sampah di tingkat rumah tangga maupun industri.

Untuk menjaga ekosistem laut, peran masyarakat pesisir juga perlu diperkuat misalnya dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan. Budaya masyarakat setempat seperti sasi laut dan awig-awig perlu dilestarikan untuk menghindari penangkapan ikan berlebih.

Peringatan hari Laut Sedunia kiranya juga menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran kita tentang arti dan pentingnya lautan bagi kehidupan umat manusia di masa kini dan masa yang akan datang sehingga seluruh lapisan masyarakat perlu menjaga kelestariannya.



*) Prof. Dr. Jonson Lumban Gaol adalah Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB, Bogor

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga kesehatan laut Indonesia