Segelas susu dari ekosistem pangan berkeadilan

id Hari susu sedunia,1 juni,nutrisi anak,Ekosistem pangan

Segelas susu dari ekosistem pangan berkeadilan

Pentingnya mewujudkan ekosistem pangan berkeadilan termasuk untuk rantai pasok susu. (ANTARA/HO-Sarihusada)

Jakarta (ANTARA) - Juni menjadi momentum yang mengingatkan semua tentang urgensi konsumsi susu berkualitas, mengingat Hari Susu Sedunia jatuh setiap 1 Juni.

Waktu ini mengingatkan semua bahwa susu bukan sekadar cairan yang bergizi, melainkan bagian dari sistem yang luas, yang menyentuh isu kesehatan masyarakat, kesejahteraan peternak, ketahanan pangan, hingga keberlanjutan lingkungan.

Dalam konteks Indonesia, peringatan ini menjadi relevan dengan tantangan nyata, masih tingginya angka anemia dan ketidakseimbangan asupan pangan mengandung protein dari susu pada anak-anak, terutama mereka yang berada di rentang usia emas pertumbuhan.

Di tengah pola konsumsi yang semakin kompleks dan narasi gizi yang kadang membingungkan, susu tetap menjadi referensi penting yang dapat dijadikan dasar dalam memenuhi kebutuhan nutrisi harian anak.

Secara ilmiah, kualitas susu sebagai sumber protein memang diakui tinggi. Metode penilaian, seperti Digestible Indispensable Amino Acid Score (DIAAS) menempatkan susu sebagai salah satu bahan pangan yang paling lengkap secara asam amino esensial dan paling mudah dicerna tubuh.

Namun, persoalan di lapangan tidak hanya menyangkut kandungan gizi, melainkan juga soal akses, pemahaman, dan keberlanjutan dalam rantai produksinya.

Tantangan utama hari ini adalah menjembatani kesenjangan antara kebutuhan gizi dan kenyataan sosial.

Banyak anak yang tidak mendapatkan cukup zat besi, vitamin D, atau asam lemak esensial. Di sisi lain, masyarakat belum tentu memiliki akses pada edukasi gizi yang memadai.

Karena itu, penting untuk membangun pendekatan yang tidak hanya bertumpu pada distribusi pangan, tapi juga memperkuat literasi, deteksi dini masalah gizi, dan kolaborasi lintas sektor.

Dalam hal ini, inovasi dalam produk pangan memang tidak bisa diabaikan, selama ia berpijak pada hasil riset dan kebutuhan nyata masyarakat.

Formula fortifikasi zat besi dengan vitamin C, atau integrasi nutrisi penting lain, seperti DHA dan omega-3, merupakan contoh bagaimana sains dapat menjawab kekurangan mikronutrien tertentu pada kelompok usia rentan.

Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, Medical & Scientific Director Danone Indonesia menjelaskan nutrisi yang didapat lewat susu akan mempengaruhi kemampuan belajar, menguatkan daya tahan tubuh, mengoptimalkan pertumbuhan fisik, hingga meminimalisir risiko masalah kesehatan.

Namun, penting juga disadari bahwa efektivitas sebuah produk akan sangat tergantung pada pemahaman orang tua terhadap cara memilih dan menggunakannya dengan bijak.

Mata rantai

Di balik produk, terdapat mata rantai panjang yang seharusnya diperhatikan. Apa yang terjadi di hulu, seperti kondisi peternak susu dan praktik peternakan, memiliki pengaruh besar terhadap kualitas gizi dan juga keberlanjutan lingkungan.

Peternak di berbagai wilayah Indonesia masih menghadapi tantangan soal efisiensi produksi, akses terhadap pelatihan, hingga kestabilan pendapatan.

Karena itu, ketika ada inisiatif dari sektor swasta untuk memperkuat kapasitas peternak, hal itu patut dilihat sebagai bagian dari pembangunan yang lebih adil.

Beberapa program peningkatan kapasitas peternakan sapi perah telah dijalankan dalam skema kemitraan, termasuk di antaranya pelatihan tentang manajemen pakan, penanganan susu segar, hingga pemanfaatan teknologi sederhana, seperti digitalisasi pencatatan produksi.

Bahkan, di beberapa lokasi, peternak juga dibina untuk mengelola limbah ternak menjadi sumber energi biogas.

Inisiatif ini bukan hanya mengurangi emisi gas rumah kaca, tapi juga memberi manfaat langsung bagi keluarga peternak yang bisa menggunakan biogas untuk kebutuhan rumah tangga.

Pendekatan seperti ini penting untuk dilihat, bukan sebagai bagian dari program filantropi sesaat, tapi sebagai contoh bagaimana sistem pangan yang sehat membutuhkan mata rantai yang kuat di setiap titik.

Ketika peternak lebih produktif dan mandiri, kualitas bahan baku meningkat, keberlanjutan lingkungan terjaga, dan masyarakat pun mendapat manfaat gizi yang lebih baik.

Begitulah seharusnya kita memahami nilai dari setiap gelas susu yang dikonsumsi, bukan hanya sebagai produk akhir, tapi sebagai hasil dari kerja kolektif.

Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia, menyampaikan pentingnya memastikan bahwa susu yang diproduksi berasal dari rantai pasok yang adil dan memberdayakan.

Peternak lokal memegang peran penting dalam ekosistem ini, dan karena itu, mereka tidak boleh hanya dianggap sebagai pemasok, tetapi mitra pembangunan.

Mereka yang aktif di titik temu antara riset, edukasi, dan praktik produksi umumnya mampu menunjukkan bahwa dunia usaha hari ini memiliki potensi untuk tidak hanya menjadi produsen, tapi juga agen pemberdayaan dan perubahan.

Produsen susu, salah satunya Sarihusada di Indonesia, menjadi entitas dalam ekosistem ini. Mereka juga melaporkan telah menjalankan sebagian dari peran tersebut melalui kemitraan dengan peternak lokal serta keterlibatan dalam program pelatihan dan pengelolaan produksi yang lebih ramah lingkungan.

Keberadaan mereka di dalam rantai nilai susu bukan hanya soal pengolahan, tapi juga soal transfer pengetahuan dan pembangunan jangka panjang.

Tanpa menonjolkan nama, penting untuk mencatat bahwa ketika dunia usaha mengalokasikan sumber daya untuk memperkuat hulu rantai pasok, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi oleh komunitas yang lebih luas.

Oleh karena itu, peringatan Hari Susu Sedunia seharusnya menjadi momentum untuk melihat kembali nilai sebuah sistem pangan yang manusiawi dan berkelanjutan.

Jika susu menjadi simbol kesehatan dan pertumbuhan, maka seluruh ekosistem yang menyertainya juga harus menjadi representasi dari keadilan dan keberdayaan.

Edukasi gizi yang merata, riset yang kontekstual, produksi yang etis, serta distribusi yang inklusif harus menjadi bagian dari narasi yang dibangun ke depan.

Dari susu, masyarakat bisa belajar bahwa pangan bukan hanya soal apa yang dikonsumsi, tapi juga tentang siapa yang memproduksi, bagaimana itu diolah, dan sejauh mana mampu memberi dampak bagi komunitas.

Susu yang diminum hari ini, jika lahir dari sistem yang adil dan kolaboratif, bisa menjadi benih dari generasi yang lebih sehat dan masyarakat yang lebih setara.

Maka, menjaga dan memperbaiki rantai susu adalah bagian dari tugas bersama untuk membangun peradaban yang tidak hanya cerdas, tapi juga peduli dan berdaya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Segelas susu dari ekosistem pangan berkeadilan

Pewarta :
Uploader: Aang Sabarudin
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.