Hari Desa Nasional 2025: Desa, gizi dan pangan

id desa,hari desa,pangan,ketahanan pangan,MBG,gizi,makan bergizi gratis

Hari Desa Nasional 2025: Desa, gizi dan pangan

Siswa SD berdoa sebelum makan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri. ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/YU

Jakarta (ANTARA) - Indonesia tengah memasuki fase pembangunan desa yang fokus pada pemberdayaan desa, perbaikan gizi, dan ketahanan pangan. Tentunya, ini merupakan momen untuk menjadikan desa sebagai motor kesejahteraan nasional.

Dari alokasi Dana Desa sebesar Rp71 triliun di tahun 2025, pemerintah memberi desa keleluasaan untuk mengembangkan potensi lokalnya. Dana ini nanti digunakan untuk infrastruktur pertanian, pengembangan sumber daya manusia, dan penguatan ekonomi desa demi mewujudkan visi Indonesia 2025.

Pemberdayaan desa bersinergi dengan perbaikan gizi masyarakat, utamanya untuk mengatasi stunting, masalah yang masih jadi tantangan. Program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan pada 6 Januari 2025 dengan anggaran Rp71 triliun adalah program pemerintah untuk menangani masalah ini, menarget 19,47 juta penerima manfaat termasuk siswa, balita, dan ibu hamil.

Sinergi diperkuat dengan strategi ketahanan pangan, di mana anggaran Rp139,4 triliun di tahun 2025 menegaskan komitmen pemerintah. Fokusnya yakni meningkatkan produksi pertanian dan meluaskan lahan tanam, dengan desa sebagai ujung tombak produksi pangan nasional.

Keberhasilan kolaborasi tiga pilar— pemberdayaan desa, perbaikan gizi, dan ketahanan pangan— bukan cuma tanggung jawab pemerintah pusat. Peran pemerintah desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan menjadi penting. Untuk mencapai ketahanan pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi menuntut kerja sama.

Model Desa Mandiri Pangan menjadi contoh, mendorong desa untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, meningkatkan gizi, dan memberdayakan ekonomi lokal. Dari pendekatan tersebut, desa tak lagi menjadi objek pembangunan, melainkan subjek yang menentukan kemajuannya sendiri, menjadi bagian integral dari proses pembangunan.

Strategi Desa

Desa punya peran dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Sebagai ujung tombak produksi pangan, desa memastikan ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan potensinya untuk mengoptimalkan produksi pangan lokal, desa bisa memanfaatkan kearifan dan sumber daya setempat. Lewat program Dana Desa, pemerintah mengalokasikan minimal 20% dari total anggaran untuk ketahanan pangan, sehingga terbuka peluang bagi desa untuk mengembangkan pertanian, peternakan, dan perikanan sesuai potensi wilayahnya.

Desa Simbang di Kabupaten Majene misalnya, memanfaatkan Dana Desa untuk mengembangkan pertanian tomat, jagung, dan kelapa, (M. Sajidin et al.2023). Usaha ini tak cuma meningkatkan produksi pangan, tapi juga pemberdayaan ekonomi lokal.

Konsep lumbung pangan desa menjaga stabilitas ketersediaan pangan. Contohnya, Desa Bener di Kabupaten Cilacap di tahun 2024 mengembangkan Lumbung Desa Bener yang fokus pada penyediaan cadangan pangan dan pengelolaan. Inisiatif tersebut sebagai benteng pertahanan saat terjadi gejolak harga atau kelangkaan pangan.

Lembaga desa, seperti BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dan kelompok tani, vital dalam mendukung ketahanan pangan. BUMDes dapat mengelola usaha lumbung pangan, menyediakan sarana produksi pertanian, dan memasarkan hasil pertanian. Kemitraan dengan berbagai pihak—seperti perguruan tinggi, BUMN, dan swasta bisa menguatkan kapasitas desa dalam mengelola ketahanan pangan.Desa didorong untuk mengadopsi inovasi dan teknologi pertanian demi meningkatkan produksi dan efisiensi. Misalnya, program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dari Badan Ketahanan Pangan menunjuk bagaimana inovasi bisa diterapkan di tingkat rumah tangga untuk mendukung ketahanan pangan.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa adalah keberhasilan program ketahanan pangan. Pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan untuk petani dan masyarakat desa dilakukan secara berkelanjutan. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menekankan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan.

Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada 6 Januari lalu tak cuma pada peningkatan gizi masyarakat, sebaliknya menjadi katalis produksi pertanian lokal. Melalui integrasi keduanya, MBG bersinergi untuk mendorong ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani.

Program tersebut menjadi penggerak ekonomi dengan memberi kepastian pasar bagi petani lokal. Dengan adanya offtaker, kini petani punya kepastian dalam pemasaran hasil pertanian. MBG bukan hanya pemenuhan gizi, tapi strategi untuk memperkuat rantai pasok pangan dari hulu ke hilir.

Integrasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan peningkatan produksi pertanian lokal dilakukan melalui beberapa strategi. Pertama, memanfaatkan produk lokal dalam menu MBG, seperti mengganti daging dengan ikan di Indonesia Timur, yang memastikan kecukupan gizi dan peluang bagi petani dan nelayan lokal.

Kedua, penguatan kapasitas petani lokal. Kementerian Pertanian menyiapkan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas lahan tanam melalui berbagai program.

Selanjutnya, modernisasi pertanian dan pemanfaatan teknologi, seperti pertanian presisi, untuk meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani.

Pengembangan sistem logistik pangan untuk memastikan distribusi dari petani ke dapur MBG. Kolaborasi dengan BUMN dalam distribusi hasil pertanian melalui transportasi kereta api bisa memastikan kelancaran pasokan.

Akhirnya, program MBG memberi kesempatan bagi UMKM dan koperasi untuk kontribusinya dalam rantai pasok. Dari 1.923 koperasi yang siap terlibat, program ini menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi lokal.

Integrasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan peningkatan produksi pertanian lokal punya potensi untuk memberi dampak ganda. Di satu sisi, program ini memastikan pemenuhan gizi bagi masyarakat, terlebih kelompok rentan. Di sisi lain, bisa menstimulasi produksi dan kualitas sektor pertanian.

Kendati demikian, kesuksesan integrasi bergantung pada koordinasi antarkementerian dan lembaga terkait. Sinkronisasi kebijakan antara Badan Gizi Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa PDTT, dan pemerintah daerah diperlukan agar peningkatan permintaan dari program MBG sejalan dengan peningkatan produksi pertanian lokal.



*) Heru Wahyudi adalah Dosen di Prodi Administrasi Universitas Pamulang

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hari Desa Nasional 2025: Desa, gizi dan pangan