Lembaga desa, seperti BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dan kelompok tani, vital dalam mendukung ketahanan pangan. BUMDes dapat mengelola usaha lumbung pangan, menyediakan sarana produksi pertanian, dan memasarkan hasil pertanian. Kemitraan dengan berbagai pihak—seperti perguruan tinggi, BUMN, dan swasta bisa menguatkan kapasitas desa dalam mengelola ketahanan pangan.Desa didorong untuk mengadopsi inovasi dan teknologi pertanian demi meningkatkan produksi dan efisiensi. Misalnya, program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dari Badan Ketahanan Pangan menunjuk bagaimana inovasi bisa diterapkan di tingkat rumah tangga untuk mendukung ketahanan pangan.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa adalah keberhasilan program ketahanan pangan. Pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan untuk petani dan masyarakat desa dilakukan secara berkelanjutan. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menekankan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan.
Makan Bergizi Gratis
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada 6 Januari lalu tak cuma pada peningkatan gizi masyarakat, sebaliknya menjadi katalis produksi pertanian lokal. Melalui integrasi keduanya, MBG bersinergi untuk mendorong ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani.
Program tersebut menjadi penggerak ekonomi dengan memberi kepastian pasar bagi petani lokal. Dengan adanya offtaker, kini petani punya kepastian dalam pemasaran hasil pertanian. MBG bukan hanya pemenuhan gizi, tapi strategi untuk memperkuat rantai pasok pangan dari hulu ke hilir.
Integrasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan peningkatan produksi pertanian lokal dilakukan melalui beberapa strategi. Pertama, memanfaatkan produk lokal dalam menu MBG, seperti mengganti daging dengan ikan di Indonesia Timur, yang memastikan kecukupan gizi dan peluang bagi petani dan nelayan lokal.
Kedua, penguatan kapasitas petani lokal. Kementerian Pertanian menyiapkan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas lahan tanam melalui berbagai program.
Selanjutnya, modernisasi pertanian dan pemanfaatan teknologi, seperti pertanian presisi, untuk meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani.
Pengembangan sistem logistik pangan untuk memastikan distribusi dari petani ke dapur MBG. Kolaborasi dengan BUMN dalam distribusi hasil pertanian melalui transportasi kereta api bisa memastikan kelancaran pasokan.
Akhirnya, program MBG memberi kesempatan bagi UMKM dan koperasi untuk kontribusinya dalam rantai pasok. Dari 1.923 koperasi yang siap terlibat, program ini menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi lokal.
Integrasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan peningkatan produksi pertanian lokal punya potensi untuk memberi dampak ganda. Di satu sisi, program ini memastikan pemenuhan gizi bagi masyarakat, terlebih kelompok rentan. Di sisi lain, bisa menstimulasi produksi dan kualitas sektor pertanian.
Kendati demikian, kesuksesan integrasi bergantung pada koordinasi antarkementerian dan lembaga terkait. Sinkronisasi kebijakan antara Badan Gizi Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa PDTT, dan pemerintah daerah diperlukan agar peningkatan permintaan dari program MBG sejalan dengan peningkatan produksi pertanian lokal.
*) Heru Wahyudi adalah Dosen di Prodi Administrasi Universitas Pamulang
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hari Desa Nasional 2025: Desa, gizi dan pangan