Pulihnya tanah untuk varietas unggul yang inovatif

id Kesuburan tanah,variestas unggul,tanaman pangan,bahan organik tanah,tanah pertanian,pupuk hayati,pupuk anorganik,ilmu ta

Pulihnya tanah untuk varietas unggul yang inovatif

Matasan (42) menambah lapisan pupuk organik pada permukaan lahan tomat miliknya di Desa Bokor, Malang, Jawa Timur, Senin (12/12). Makin berkurangnya unsur hara di lahan pertanian membuat sejumlah petani di kawasan tersebut menambah lapisan pupuk sampai tiga lapis sehingga dapat mengembalikan kesuburan tanah. FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto/Koz/Spt/11.

Jakarta (ANTARA) - Indonesia adalah negeri yang tak pernah kekurangan karya besar di bidang riset pertanian. Varietas unggul hasil penelitian anak bangsa terus bermunculan, menjadi bukti bahwa potensi sains dan teknologi di negara ini mampu bersaing di kancah internasional.

Padi yang tahan kekeringan, jagung dengan produktivitas tinggi, hingga kedelai yang cocok untuk lahan marginal, semuanya hadir dengan klaim yang menjanjikan.

Namun, optimisme ini sering terhenti di batas laboratorium. Di lapangan, petani mendapati hasil yang jauh dari janji. Masalahnya terletak pada sesuatu yang mendasar yakni kondisi tanah yang buruk, letih, bahkan nyaris kehilangan daya hidupnya.

Realitas ini mengingatkan semua bahwa pertanian bukan hanya soal teknologi benih. Tanah, elemen yang sering terabaikan dalam diskursus pertanian modern, sesungguhnya menjadi kunci yang menentukan keberhasilan.

Sebagai media tumbuh, tanah di Indonesia telah mengalami tekanan berat selama bertahun-tahun. Alih fungsi lahan, penggunaan pupuk kimia berlebihan, dan praktik pengelolaan yang kurang berkelanjutan telah merusak keseimbangannya.

Apa yang tersisa adalah tanah yang miskin unsur hara, dengan struktur yang rapuh dan tingkat kemasaman yang semakin meningkat.

Di sinilah tantangan besar muncul. Varietas unggul dirancang untuk memberikan hasil maksimal dalam kondisi optimal, tetapi kenyataan di lapangan sering kali jauh dari itu.

Petani kecil di pelosok negeri menghadapi situasi yang tidak ideal, yakni tanah yang sudah terlalu lama dieksploitasi tanpa diberi kesempatan untuk pulih.

Dalam kondisi ini, bahkan benih terbaik pun tidak mampu menunjukkan potensinya. Ini seperti memberikan mesin canggih kepada seseorang tanpa memberinya bahan bakar yang tepat.

Namun, alih-alih mencari siapa yang salah, yang diperlukan saat ini adalah langkah konkret untuk memulihkan fondasi pertanian yaitu tanah itu sendiri.

Tanah bukan hanya kumpulan pasir, liat, dan bahan organik namun ia adalah ekosistem kompleks yang hidup.

Kehidupan mikroba di dalam tanah memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi kehidupan ini kini terancam oleh praktik-praktik yang kurang berkelanjutan.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengembalikan tanah ke kondisi sehatnya. Ini berarti menghentikan ketergantungan berlebihan pada pupuk anorganik dan mulai beralih pada pendekatan yang lebih berkelanjutan.