Greenpeace: Restorasi lahan gambut 10 tahun terakhir tidak memuaskan

id greenpeace,lumbung pangan,food estate

Greenpeace: Restorasi lahan gambut 10 tahun terakhir tidak memuaskan

Pengelolaan lahan gambut oleh kelompok masyarakat di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. (ANTARA/HO-Dokumentasi Antara)

Buruknya restorasi gambut sepanjang pemerintahan sebelumnya juga diungkapkan oleh Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila yang menurutnya dari sedikitnya 4.000 hektare area ekstensifikasi lumbung pangan di eks-PLG seluruh Indonesia, semuanya terbengkalai. Ada temuan, di mana terjadi tumpang tindih antara area ekstensifikasi dengan konsesi sawit.

“Salah satu tantangan utama restorasi lahan gambut adalah keterbatasan data. Pemutihan lahan sawit oleh pemerintah semakin menunjukkan minimnya akses data dan informasi oleh publik. Untuk mewujudkan pemulihan yang utuh, ketersediaan data dan keterbukaan informasi adalah pondasi utama,” ucapnya.

Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Agus Yasin mengatakan pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin selama 10 tahun terakhir. Namun, memang masih ada banyak hal yang harus dikerjakan ke depan, khususnya restorasi lahan gambut.

“Kami berharap kerja-kerja restorasi gambut akan terus mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk media dan Lembaga swadaya masyarakat. Tujuannya, agar program restorasi ini bisa terus berlanjut,” ucap Agus Yasin.

Pemanfaatan lahan gambut telah berjalan sejak era Presiden Soeharto, saat akan dimulainya proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sekitar tahun 1994.

Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menambah lahan pertanian di luar Jawa, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan mencapai swasembada pangan. Proyek PLG tersebut akhirnya bertransformasi menjadi proyek lumbung pangan saat ini.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Greenpeace: Restorasi lahan gambut 10 tahun terakhir tidak memuaskan