Sel punca dapat berfungsi untuk menggantikan sel saraf yang rusak, memungkinkan perbaikan fungsi otak. Meskipun masih dalam tahap awal, beberapa uji klinis telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, namun keberhasilan terapi ini sangat bergantung pada kemampuan untuk mengontrol proses diferensiasi, sehingga sel-sel baru dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak menyebabkan masalah baru di dalam tubuh.
Selain penyakit degeneratif, sel punca juga menunjukkan potensinya dalam mempercepat penyembuhan luka kronis. Luka yang sulit sembuh, seperti luka diabetik seringkali membutuhkan perawatan intensif dan berisiko tinggi mengalami komplikasi.
Sel punca, terutama yang diambil dari jaringan lemak, terbukti efektif dalam mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara merangsang pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) serta memperbaiki jaringan yang rusak.
Klinis dan etis
Meskipun memiliki potensi yang besar, terapi sel punca tidak terlepas dari tantangan, salah satu kekhawatiran utama adalah risiko teratoma atau pembentukan tumor.
Tumor dapat terbentuk apabila proses diferensiasi sel punca tidak terkendali, yang memungkinkan sel untuk berkembang menjadi berbagai jenis jaringan dalam satu lokasi.
Risiko ini dapat diatasi dengan melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami proses diferensiasi sel secara lebih mendalam.
Selain itu, terapi sel punca juga menghadapi tantangan dari segi penolakan imun atau sistem daya tahan tubuh. Jika sel punca berasal dari donor, tubuh penerima bisa saja menolaknya, seperti halnya pada transplantasi organ. Untuk mengurangi risiko ini, bisa digunakan induced pluripotent stem cells (iPSCs), --sel dewasa yang diprogram ulang untuk menjadi sel punca pluripotent--, yang berasal dari sel pasien. Hanya saja, proses untuk membuat iPSCs memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar, yang mungkin menjadi hambatan bagi beberapa pasien.
Dari segi etika, terapi sel punca, khususnya yang menggunakan sel punca embrionik (ESCs), sering kali memicu perdebatan. ESCs diperoleh dari embrio yang diambil pada tahap blastokista, yang artinya embrio tersebut tidak dapat berkembang menjadi individu yang utuh. Hal ini menimbulkan dilema moral, karena sebagian masyarakat menganggap penghancuran embrio sebagai tindakan yang tidak etis.
Berita Terkait
22 kurir ganja masuk sel
Selasa, 19 November 2024 21:15 Wib
Kilang Plaju raih dua penghargaan BIXPO 2024 di Korea Selatan
Kamis, 14 November 2024 6:31 Wib
Para dokter dunia kupas pengembangan sel punca serta terapi gen
Minggu, 10 November 2024 15:15 Wib
Laporan masyarakat bikin penjual ganja masuk sel, sembilan linting cimeng disita
Minggu, 15 September 2024 13:42 Wib
Imigrasi Palembang sosialisasikan keunggulan e-Paspor
Selasa, 6 Agustus 2024 13:20 Wib
Kanwil Kemenkumham Sumsel tes SKD 1.031 catar Poltekip dan Poltekim
Sabtu, 27 Juli 2024 6:50 Wib
Menggabungkan sel puncadengan nanomedisin untuk pengembangan obat
Senin, 27 Mei 2024 10:47 Wib
Sopir taksi bawa pulang ransel WNA Prancis, kini mendekam di sel kantor polisi
Minggu, 12 Mei 2024 20:33 Wib