OJK catat kerugian akibat investasi ilegal Rp603,9 miliar di 2023
Makassar (ANTARA) -
Analis Eksekutif Kelompok Spesialis Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Irhamsyah menyebut nilai kerugian akibat investasi ilegal sebesar Rp603,9 miliar selama 2023.
"Ini menambah catatan nilai kerugian dari 2017 hingga 2023 lalu menjadi sebesar Rp139,67 triliun," ujarnya di Makassar, Jumat.
Sementara itu, OJK mencatat terdapat 9.889 Aktifitas Entitias Ilegal yang terjadi sejak 2017 hingga Juli 2024. Entitas ilegal tersebut terbagi menjadi 1.367 investasi ilegal, 8.271 pinjaman online (pinjol) ilegal, dan 251 gadai ilegal.
Terkait hal ini, OJK juga telah melakukan pemblokiran sebanyak 2.577 hingga Juli 2024. Itu terdiri dari 1.591 pemblokiran aplikasi/link/konten, 185 pemblokiran rekening bank, dan 801 pemblokiran kontak.
Sehari sebelumnya, Irhamsyah juga telah menyoroti pinjaman online (pinjol) ilegal yang menjadi perhatian utama OJK pada sosialisasi dan edukasi tentang Pasar Modal Terpadu 2024 dengan tema "Melek Keuangan: Strategi Investasi Cerdas dan Menghindari Investasi Ilegal".
Irhamsyah mengemukakan bahwa awal pendataan, pinjol berizin sebanyak 146 namun setelah dilakukan pengawasan, jumlahnya semakin berkurang dan hanya 98 pinjol berizin.
"Pinjol ilegal yang telah diblokir mencapai 8.271. Kita juga sudah lakukan pemblokiran setelah pengawasan, ini menunjukkan perlunya sosialisasi lebih intensif agar masyarakat tidak nekat menggunakan pinjol ilegal," urai dia.
Pada kesempatan ini, OJK mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap pinjaman online ilegal dan memastikan hanya menggunakan layanan yang berizin resmi.
Guna memerangi para pelaku ilegal pada sektor keuangan, OJK telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Salah satu bagiannya ialah Satgas Waspada Investasi yang berfokus pada dua sisi utama yaitu pencegahan dan penanganan.
Satgas ini terdiri dari 16 anggota yang meliputi dua otoritas, 10 kementerian, dan empat lembaga.
"Kami tidak hanya mengandalkan Memorandum of Understanding (MoU) lagi, tetapi juga menjalankan amanah yang lebih besar," ujar Irhamsyah.
OJK terus memetakan berbagai aspek sebelum menerapkan kebijakan, dengan tujuan utama melindungi masyarakat dari jeratan investasi ilegal.