Pemilu 2024 atau Pemilu Milenial
Jadi, pemilih milenial/generasi Z masih melihat Pemilu 2024 secara alami, bukan politis. Masalahnya justru timbul di kalangan non-milenial atau di luar generasi Z yang "kurang pintar" dalam memanfaatkan platform digital, tapi justru sangat politis, padahal mereka merupakan generasi non-digital yang hidup di dunia digital.
Buktinya, sejak akhir Agustus 2023, serangan-serangan digital dalam kurun pemilu kurang 6 bulan pun sudah dibumbui dengan isu-isu "kuno", seperti pemilu-pemilu sebelumnya, yakni PKI/komunis, SARA, dan pro-kontra yang justru membuat perbedaan semakin menonjol. Kenyataan ini membawa keadaan pada suasana rentan bagi bangsa kita yang ekstra majemuk.
Sebagai contoh, ada kandidat X yang "diserang" dengan pelanggaran HAM yang kasusnya sudah terjadi belasan tahun silam. Ada pula kandidat Z yang "diserang" isu non-pribumi. Ada pula kandidat Y yang diserang sebagai "petugas partai", dan isu SARA atau isu lainnya yang tidak substansial.
Tidak hanya "membelokkan" informasi-informasi lama untuk "kampanye" asal menyerang, namun pemilu digital di tangan generasi non-digital juga tidak jarang mengampanyekan informasi-informasi baru berpola hoaks.
Buktinya, sejak akhir Agustus 2023, serangan-serangan digital dalam kurun pemilu kurang 6 bulan pun sudah dibumbui dengan isu-isu "kuno", seperti pemilu-pemilu sebelumnya, yakni PKI/komunis, SARA, dan pro-kontra yang justru membuat perbedaan semakin menonjol. Kenyataan ini membawa keadaan pada suasana rentan bagi bangsa kita yang ekstra majemuk.
Sebagai contoh, ada kandidat X yang "diserang" dengan pelanggaran HAM yang kasusnya sudah terjadi belasan tahun silam. Ada pula kandidat Z yang "diserang" isu non-pribumi. Ada pula kandidat Y yang diserang sebagai "petugas partai", dan isu SARA atau isu lainnya yang tidak substansial.
Tidak hanya "membelokkan" informasi-informasi lama untuk "kampanye" asal menyerang, namun pemilu digital di tangan generasi non-digital juga tidak jarang mengampanyekan informasi-informasi baru berpola hoaks.