Dalam beberapa kali peperangan, dia akhirnya tertangkap dan diasingkan oleh VOC ke Ceylon (kini Sri Lanka) pada 1682. Pada saat itu VOC berharap dengan pengasingan itu, Syekh Yusuf al Makassari tidak akan menjalin hubungan dengan orang-orang penting.
Akan tetapi dugaan VOC rupanya meleset. Syekh Yusuf malah membangun hubungan baik dengan orang-orang Nusantara yang singgah dalam perjalanan menuju haji.
Atas perjuangannya Syekh Yusuf dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 1995 dan Pemerintah Afrika Selatan pada 2005.
Hingga kini, sosok Syekh Yusuf sangat dihormati oleh komunitas Cape Malay yang merupakan keturunan Indonesia, yang berjumlah lebih dari 300.000 orang. Makam (Kramat) Syekh Yusuf juga masih terawat dengan baik di Macassar, Cape Town.
Sementara itu, Abdullah bin Qadhi Abdus Salam yang berasal dari Tidore, karena perlawanannya terhadap VOC, dia ditangkap dan diasingkan ke Robben Island dengan kapal Zeepard.
Roben Island merupakan pulau kecil tidak jauh dari Cape Town, tempat Nelson Mandela dipenjara selama sekitar 24 tahun karena menentang pemerintah aparteid.
Selama di Robben Island, Tuan Guru yang hafal Al Quran, menulis ulang Al Quran berdasarkan ingatannya dan mengajari penduduk sekitar. Perannya itu menjadikannya disebut Tuan Guru.
Setelah masa tahanannya selesai, Tuan Guru memutuskan untuk tinggal di Cape Town.
Salah satu pengikutnya yang bernama Achmad van Bongalen kemudian menghibahkan satu bangunan yang akhirnya dijadikan masjid oleh Tuan Guru dan menjadi masjid pertama yang ada di Afrika Selatan yang bernama Masjid Al Auwwal.
Masjid ini berada di daerah Bo Kaap, Cape Town. Selain itu, Tuan Guru juga menuliskan buku Ma’rifat wal Iman wal Islam yang kemudian menjadi panduan umat muslim Cape Town. Tuan Guru meninggal di Cape Town pada 1807 di usia 95 tahun.