Ombudsman juga memberi perhatian soal pelibatan pihak-pihak yang melakukan pengukuran dan negosiasi di lapangan. Sesuai UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, semua petugas layanan wajib dilengkapi dengan atribut dan legal standing yang menunjukkan bahwa petugas tersebut benar merupakan petugas yang berwenang memberikan suatu pelayanan.
"Pada praktiknya, masyarakat mengeluhkan bahwa petugas yang turun ke masyarakat bukan dari PT. KAI, namun ada juga warga lokal yang disebut-sebut sebagai oknum masyarakat yang diragukan kompetensinya," kata Adrian.
Sementara itu, Kadivre III PT. KAI (Persero) Yuskal Setiawan mengatakan proses yang dilakukan kepada warga di Kelurahan Kemang Agung adalah penertiban dan bukan pembelian sehingga nominal uang yang diberikan disebut kompensasi, bukan ganti rugi.
Ia menjelaskan tanah yang saat ini ditempati oleh warga adalah tanah PT. KAI berdasarkan Grondkaart Tahun 1912 yang pada saat itu dikuasai oleh Staat Spoorwagen dan telah dilegalkan oleh Kadaster, Badan Pertanahan zaman Kolonial Belanda dan sudah dilaporkan kepada Kementerian Keuangan dan diklaim telah terdaftar sebagai aktiva tetap PT. KAI.
"Nantinya, di kawasan tersebut akan dibangun stockpile dan dermaga Pelabuhan batubara yang luasnya sementara adalah 19,1 hektare," jelasnya.
Terkait tim lapangan yang bertugas, Yuskal mengatakan memang tidak semua yang bertugas adalah pegawai PT. KAI mengingat memang jumlahnya yang terbatas.
"Sehingga PT KAI menyewa Lawyer dan melibatkan ‘tim lingkungan’ bahkan disebut juga sebagai Sahabat KAI, yang belakangan diketahui sebagian adalah warga sekitar dan orang-orang rekomendasi dari orang tertentu.," kata dia.