Polisi bongkar praktik aborsi ilegal oleh dokter gigi mantan napi

id Polda Bali ,Aborsi ilegal ,Praktik aborsi di Bali ,Dokter gigi residivis ,Kriminal Bali ,UU kesehatan

Polisi bongkar praktik aborsi ilegal oleh dokter gigi mantan napi

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Kepolisian Daerah Bali AKBP Ranefli Dian Candra (tengah) didampingi Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko (kanan) dan Kasubbid Humas Polda Bali AKBP I Ketut Ekajay (kiri) menunjukkan barang bukti dan tersangka dokter IKAW dalam konferensi pers kasus aborsi ilegal di Denpasar, Bali, Senin (15/5/2023). ANTARA/Rolandus Nampu

Denpasar (ANTARA) -

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Bali membongkar praktik aborsi ilegal yang dilakukan seorang dokter gigi mantan narapidana (residivis) kasus penyalahgunaan wewenang bidang kesehatan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra saat menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin mengatakan tersangka I Ketut Arik Wiantara merupakan seorang dokter gigi yang tidak terdaftar sebagai dokter dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan telah melakukan praktik aborsi sejak tahun 2006.
"Yang bersangkutan adalah dokter gigi,(melakukan tindakan aborsi) tidak nyambung dengan profesinya. Justru dia nggak pernah melakukan praktik sebagai dokter gigi. Sesuai aturan, yang bersangkutan tidak berhak melakukan praktik aborsi tersebut," kata AKBP Ranefli.
Ranefli mengatakan tersangka IKAW ditangkap pada 8 Mei 2023, pukul 21.30 WITA di Jalan Raya Padang Luwuh, Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

Dia ditangkap dengan ketiga orang lainnya yang masih berstatus sebagai saksi. Saat digerebek polisi, dokter IKAW baru saja selesai melakukan aborsi terhadap seorang wanita yang ditemani kekasihnya. Dalam melakukan aksinya tersebut, tersangka dokter IKAW dibantu pembantu rumah tangga yang bertugas untuk membersihkan tempat aborsi tersebut setelah dokter IKAW melakukan tindakan aborsi.

Ranefli mengatakan dalam melakukan tindakan aborsi, dokter IKAW belajar secara otodidak karena tidak memiliki lisensi sebagai dokter kandungan.

"Yang bersangkutan belajar secara otodidak dari online, dari buku-buku kemudian memahami mekanisme dari cara aborsi tersebut," kata dia.

Menurut Ranefli, dokter IKAW merupakan seorang residivis dengan kasus yang sama di mana sebelumnya yang bersangkutan telah dipenjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2006 dengan vonis 2,5 tahun pidana penjara dan pada 2009 dia kembali melakukan praktik ilegal tersebut.

Kepada Penyidik Ditreskrimsus Polda Bali, tersangka IKAW mengaku melakukan tindakan tersebut karena merasa kasihan dengan pasien yang datang kepadanya di mana rata-rata mendapat permintaan dari pasien anak muda usia produktif seperti ada yang masih SMA, kuliah, dan sudah kerja, tetapi belum menikah.

Atas perbuatannya tersebut, tersangka dokter IKAW dijerat pasal berlapis yakni Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Kedua, Pasal 78 juncto pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp150 juta, dan ketiga Pasal 194 Jo pasal 75 ayat (2) UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

"Dengan pasal berlapis tersebut, ancaman maksimal selama 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar," kata mantan Kapolres Tabanan tersebut.

Saat ini pelaku ditahan di Rumah Tahanan Polda Bali. Polisi pun terus melakukan penyidikan dan pengembangan kasus tersebut dengan mendalami keterangan saksi-saksi.