Kepala suku pemilik ulayat minta tambang emas Wasirawi dikelola secara tradisional
Manokwari (ANTARA) - Kepala suku pemilik ulayat tambang emas di Kampung Wasirawi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat berharap kelompok penambang tradisional tidak menjadi tumbal penegakan hukum operasi PETI Polda Papua Barat.
Hal ini dikatakan Pilemon Mosyoi perwakilan kapala-kepala suku kampung Wasirawi dan Warmomi Distrik Masni, Rabu di Manokwari, merespon langkah hukum Polda Papua Barat sejak penangkapan hingga penetapan tersangka penambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah adat setempat.
"Tambang emas ini ibarat piring makan kami para pemilik ulayat. Penegak hukum silakan mengambil tindakan, tapi berikan juga solusi bagi kami yang mengais kekayaan alam secara tradisional," ujarnya.
Pilemon Mosyoi mengaku bahwa harapan para kepala suku yang disampaikan tidak bermaksud menentang ataupun melawan aparat penegak hukum, namun sebagai aspirasi yang patut diperhatikan dan didengar pula oleh Pemerintah setempat.
Ia bahkan mengungkap kembali kesepakatan yang pernah dilakukan antara masyarakat adat, Pemerintah dan lembaga representasi kultur di daerah itu bahwa sumber daya alam emas Wasirawi dikelola secara tradisional dibawah kontrol koperasi masyarakat adat.
"Ada kesepakatan bahwa koperasi masyarakat adat menjadi salah satu wadah yang mengoordinir kegiatan penambangan emas secara tradisional, sambil menunggu proses Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dikeluarkan oleh kementerian dan lembaga terkait," kata Pilemon Mosyoi.
Sebelumnya ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, bahwa satupun pengelolaan kekayaan emas di wilayah Papua Barat belum memilik izin resmi dari Pemerintah.
Ia mengakui, bahwa pengelolaan emas di wilayah itu hanya sebatas kesepakatan antara pemilik ulayat dengan pihak pemodal, namun pengelolaannya pun secara tradisional bukan dalam skala besar menggunakan alat berat ekskavator.
"Banyak risiko yang dapat terjadi jika kegiatan penambangan emas di wilayah ini tidak tertata dengan baik. Selain mengancam lingkungan hidup, kegiatan pengerukan material sungai dalam skala besar pun berpotensi bencana," katanya.
Oleh karena itu, kata Maxsi Nelson Ahoren, lembaga kultur MRPB akan berkoordinasi dengan Fraksi Otonomi Khusus DPRP Papua Barat untuk merancang sebuah regulasi inisiatif yang dapat memproteksi kegiatan penambangan emas secara tradisional dimaksud.
"Masyarakat adat punya kewenangan dari sisi hak ulayat, tapi untuk pengelolaannya harus berdasarkan aturan yang jelas pula, sehingga pemanfaatannya benar-benar mensejahterakan masyarakat adat sekitar, bukan kalangan tertentu." ujar Maxsi Nelson Ahoren. ***3***.