Penyampaian sejarah yang komprehensif itu bertujuan agar siswa memahami sejarah Islam masa lalu secara utuh, kata Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) Dr Muhammad Zain, S.Ag, M.Ag.
Pada kegiatan yang diikuti guru MA-MAK yang berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarya, Banten, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Lampung dan Sumatera Selatan itu (27/2), ia menyatakan hal ini perlu dilakukan agar siswa memiliki pandangan yang utuh atas fakta-fakta sejarah Islam yang terjadi.
Penyampaian sejarah Islam secara komprehensif itu memiliki andil untuk membentuk generasi muda yang moderat.
Oleh karena itu guru mata pelajaran SKI perlu memiliki kekayaan literasi sejarah Islam yang didukung dengan sumber bacaan yang lengkap, agar informasi sejarah tidak dilihat dari satu sudut pandang saja.
Dalam konteks itu, yakni memberikan pendidikan sejarah -- meski tidak harus dalam bentuk formal -- ada pemandangan yang berbeda di Bogor, Jawa Barat menjelang tutup tahun 2021 pada Jumat (31/12), yakni berupa digelarnya "haul" ke-500 maharaja Sunda Pakuan Pajajaran Bogor, Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi.
Ratusan orang di dua kecamatan di Kabupaten Bogor memilih cara berbeda dalam menyambut Tahun Baru, dengan memperingati haul pemimpin terbesar Sunda yang bertahta di Bogor pada tahun 1482-1521 Masehi (M) itu.
Pembacaan biografi
Ketua Yayasan At-Tawassuth Bogor -- penggagas kegiatan haul -- Ahmad Fahir, M.Si menjelaskan haul Prabu Siliwangi digelar di Majelis Sholawat Fatih, Kampung Sawah, RW 06, Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, yang diikuti 100 orang peserta, terdiri atas ibu-ibu dan anak pelajar dan santri.
Kegiatan haul Prabu Siliwangi juga dilaksanakan oleh 100 santri putra dan putri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ar-Ruhama, Kelurahan Padasuka, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jumat (31/12) malam.
Kegiatan haul diisi pembacaan biografi Prabu Siliwangi, "tawassul" dan dzikir shalawat Fatih.
Sejak tahun 2012, kata Ahmad Fahir, Yayasan At-Tawassuth aktif menyelenggarakan haul Prabu Siliwangi setiap akhir Desember menjelang pergantian tahun.
Itu dilakukan merujuk informasi yang dihimpun dari naskah kuno sejarah Bogor, di mana Prabu Siliwangi wafat pada akhir Desember 1521 M.
Berarti akhir Desember 2021 lalu, tepat 500 tahun wafatnya pemimpin terbesar urang Sunda, yang namanya sangat harum dan paling melegenda dalam hati bangsa Indonesia, yakni Prabu Siliwangi,.
Ketua Bidang Infokom Dewan Adat Sunda Langgeng Wisesa (SLW) itu, sebagai generasi muda Sunda Bogor, melalui Yayasan At-Tawassuth, salah satu pendiri Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) University itu menggagas peringatan haul sebagai wujud penghormatan, kecintaan, napak tilas dan doa pada Prabu Siliwangi atas jasa besar dan karyanya bagi masyarakat Sunda dan bangsa Indonesia.
Sebagai pemimpin besar, Prabu Siliwangi mewariskan ajaran dan nilai adiluhung kepemimpinan adil, bijaksana dan manunggal dengan rakyat.
Falsafah hidup orang Sunda yang selalu mengedepankan "silih asah", "silih asih" dan "silih asuh" sebagai manifestasi dari ajaran yang diwariskan Sang Prabu.
Penanaman cinta sejarah
Pendidik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Ar-Ruhama, KH Saepul Milah Hasbi menjelaskan peringatan haul ke-500 Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi itu diisi dengan "tawassul" kepada para leluhur dan syaikh Sunda, pembacaan sholawatan nariyah, dan tilawatul Quran.
Peringatan haul juga sebagai ikhtiar babakti atau memanjatkan doa kepada Prabu Siliwangi sebagai leluhur Sunda Bogor, atas berbagai jasa besar yang ditunjukkan dan mahakarya peninggalan sejarah yang diwariskan pada masyarakat luas.
Selain itu, peringatan haul digagas sebagai upaya menanamkan kecintaan sejarah Sunda pada para santri.
Santri harus paham dan menjaga warisan sejarah Sunda sebagai bagian tidak terpisahkan dari warisan besar sejarah nasional.
Santri memang perlu faham sejarah, baik lokal maupun nasional, untuk dijaga, dilestarikan dan diwariskan pada generasi mendatang. Sejarah kalau tidak dijaga dan diwariskan niscaya akan punah ditelan zaman.
Ketua Umum Dewan Adat Sunda Langgeng Wisesa (SLW), Ki Karyawan Faturachman menjelaskan Prabu Siliwangi merupakan pemimpin terbesar Sunda yang namanya paling harum dan selalu dikenang dalam memori kolektif masyarakat Sunda, terlebih masyarakat Bogor.
Nama Prabu Siliwangi selalu dikenang dan mendapatkan tempat khusus dalam hati masyarakat Sunda dari semenjak hidup hingga 500 tahun setelah wafatnya.
Hal itu lantaran selama menjadi Raja Pajajaran, selalu mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan urang Sunda dengan kepemimpinan yang adil, bijaksana dan egaliter.
Prabu Siliwangi sangat mencintai rakyat yang dipimpinnya, yang ditunjukkan dengan kepemimpinan adil dan bijaksana dalam mengelola Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Prabu Siliwangi memegang teguh azas kesetaraan dalam kehidupan sosial, agama, budaya, ekonomi, maupun politik, kata Wakil Bupati Bogor periode 2008-2013 ini.
Fahir merujuk laporan peneliti Belanda, Scipio yang beberapa kali melakukan ekspedisi ke Pakuan (Bogor) bahwa saat Prabu Siliwangi masih hidup, menyebut Sang Prabu sebagai sosok pemimpin adil dan bijaksana.
Rakyatnya hidup dalam kemakmuran, ketenteraman dan damai.
Sumber Portugis menyebut, Prabu Siliwangi memiliki 100.000 prajurit dan pasukan gajah yang tangguh dan gagah berani.
Era kepemimpinan Prabu Siliwangi disebut sebagai puncak kejayaan Sunda. Daerah kekuasaan Sunda membentang dari Lampung di barat, seluruh wilayah Jawa Barat, DKI, dan Banten hingga sebagian wilayah Jawa Tengah di timur.
Dalam silsilahnya, nama kecil Prabu Siliwangi adalah Raden Pamanah Rasa. Ia lahir tahun 1401 M di Keraton Kawali, Galuh (sekarang masuk wilayah Kabupaten Ciamis). Putra Prabu Dewa Niskala, dan cucu Prabu Niskala Wastu Kancana.
Naskah Prasasti Batutulis menyebut, Prabu Siliwangi dinobatkan sebagai raja dua kali, yaitu sebagai raja Kerajaan Galuh di Kawali, dan raja Kerajaan Sunda di Pakuan.
Periode kepemimpinan Prabu Siliwangi dan raja-raja penerusnya dikenal sebagai era Pakuan Pajajaran, yang ber-ibu kota di Pakuan, Batutulis (Kota Bogor sekarang).
Prabu Siliwangi meninggal dunia pada akhir Desember 1521 M. Setelah meninggal, ia dipusarakan di Keramat Bukit Badigul, Rancamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno yang mengungkapkan bahwa "Bangsa Yang besar, adalah Bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya", agaknya menanamkan cinta sejarah, bisa diselaraskan baik dengan pendidikan formal maupun bentuk lainnya, seperti yang digagas dalam bentuk peringatan haul itu.