Palembang (ANTARA) - Saat ini kesadaran masyarakat untuk divaksin COVID-19 memang terus meningkat. Namun, hingga kini yang belum mau divaksin juga masih banyak dengan beragam alasan.
Bagi Sekretaris Jenderal PP Perbasi Nirmala Dewi, pemikiran tersebut sebaiknya diubah karena dirinya sendiri telah membuktikan bagaimana vaksin telah menyelamatkan nyawa.
“Mungkin kalo tidak divaksin, saya sudah lewat,” kata Nirmala Dewi bercerita mengenai pengalamannya melewati masa sulit saat terkena COVID-19 pada 20 Juni lalu di Palembang, Sabtu.
Sebenarnya, di masa pandemi ini, Dewi sangat ketat dalam menerapkan protokol kesehatan terutama dalam penggunaan masker. Selain itu, secara rutin melakukan PCR setiap pekan.
Namun, pada 20 Juni ia tidak dapat menolak ketika virus yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China itu dinyatakan masuk ke tubuhnya.
Kejadian itu terjadi memang di saat tubuhnya mengalami kelelahan teramat sangat akibat bekerja hingga larut malam dalam tiga hari berturut-turut.
Gejala awal yang dirasakan yakni kepala pusing, lalu diikuti demam dengan suhu tubuh mencapai 38,9 derajat celcius.
Saat mendapatkan gejala tersebut, ia sempat melalukan tes antigen sendiri, namun indikator masih menunjukkan negatif.
Karena tidak puas, ia pun pada keesokan paginya melalukan tes PCR secara ‘drive thru’ dan hasilnya positif.
Setelah dinyatakan positif, Dewi menginformasikan ke semua kerabat yang pernah kontak eratnya, dengan harapan agar mereka merespon dengan melakukan PCR. Lalu, yang teramat penting yakni membatalkan semua jadwal pertemuan dengan mitra.
Suatu hal yang cukup mengagetkan dirinya karena mendapati kenyataan bahwa CT yang terukur dari PCR itu terbilang rendah yakni 15,78.
Atas rekomendasi dokter maka harus dilakukan foto thorax (dada) dan pemeriksaan darah.
Mengejutkan baginya, ternyata virus itu tidak masuk ke dalam paru-paru lantaran sudah melakukan vaksin, begitu juga dengan hasil pemeriksaan darah yang juga masih baik.
Lantaran itu pula, ia mendapatkan rekomendasi dokter hanya melakukan isolasi mandiri karena dianggap mengalami gejala ringan.
Namun, gejala ringan yang dialami sejatinya tidak ringan. Dalam dua hari masa kritis, Dewi mengalami demam tinggi hingga menggigil, sulit tidur, sulit bernapas, sulit makan hingga kehilangan indra penciuman.
Hingga ia sempat menggunakan oksigen agar tetap bisa bernapas karena saturasi oksigen sudah menyentuh angka 80 mmHg (normal tidak boleh di bawah 95 mmHg).
Dalam kondisi tersebut, dirinya sempat merasakan perjuangan antara hidup dan mati, hingga sampai berhalusinasi apakah terus berjuang atau menyerah saja.
“Namun, saat itu, saya mendapatkan pelajaran penting yakni semangat untuk sembuh,” kata dia.
Saat itu juga, sedang heboh adanya obat penghalau COVID-19 yakni Ivermectine. Sehingga Dewi pun mencobanya, dan langsung berdampak positif pada kesehatannya. Namun, saat itu, diperkirakan sudah melewati masa kritis.
“Saya cuma makan satu kali, di hari ke-5, dan keesokan harinya mulai membaik,” kata mantan Direktur Marketing klub bola asal Sumatera Selatan, Sriwijaya FC ini.
Lantas pada hari-8, Dewi sudah mendapatkan hasil tes PCR yang negatif.
Dewi sangat mensyukuri langkah memvaksinkan diri pada 1 Maret 2021 untuk dosis pertama dan 26 Maret 2021 untuk dosis kedua seperti layaknya sedia payung sebelum hujan.
“Jadi supaya selamat menghadapi pandemi, tidak ada cara lain selain divaksin. Ajak keluarga dan siapapun yang kita sayangi untuk divaksin,” kata Dewi.