Pimpinan KPK: Soal perubahan politik-hukum adalah pendapat pribadi
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menilai pernyataan adanya perubahan kondisi politik dan hukum di KPK pasca terbitnya UU No 19 tahun 2019 tentang KPK adalah penilaian pribadi pegawai.
"Kalau merasa politik hukum KPK sudah berubah dan tidak nyaman lagi bekerja di pegawai 'monggo' silakan," kata Alexander di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Pada 18 September 2020, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah menyatakan mengundurkan diri dari KPK.
Dalam surat pengunduran dirinnya Febri mengatakan kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK khususnya selama 11 bulan yaitu pasca penerapan UU No 19 tahun 2019.
"Hal itu bergantung pada pandangan seseorang kalau pegawai mengundurkan diri karena kondisi sudah berubah itu penilaian yang bersangkutan. Kami tidak bisa atau membantah 'tidak ada perubahan' kok, kalau penilaian yang bersangkutan ada perubahan, sekali lagi yang begitu ini penilaian pribadi setiap pegawai," tambah Alexander.
Dia menegaskan bahwa semangat KPK dalam pemberantasan korupsi tidak berubah.
"Kami masih percaya dan berharap pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan KPK menjadi garda terdepan untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi dengan baik. Kami bersinergi dengan kepolsiian dan kejaksaan dalam upaya penindakan korupsi dan berbagai instansi pemerintah untuk pencegahan," ungkap Alexander.
Terkait minimnya kasus penindakan yang dikerjakan KPK, Alexander menjelaskan hal itu karena kondisi pandemi COVID-19.
"Tapi kekuatan SDM KPK sejak mewabahnya COVID ini praktis yang masuk saja 25 persen, pegawai-pegawai di direktorat monitoring biasanya bisa menyadap 400 nomor sekarang cuma 25 persen tidak mungkin juga melakukan dengan volumenya yang sama. Begitu pula penyidikan dan penyelidikan karena tidak mungkin jumlah penyidik dan penyelidik sama seperti kondisi normal," tambah Alexander.
Ia pun mengaku ke depan KPK lebih mendorong lagi pemberantasan korupsi lewat pendidikan antikorupsi.
Saat ini di internal KPK masih dalam proses dan pembahasan penyusunan peraturan komisi (Perkom) dengan melibatkan berbagai pihak di internal KPK termasuk perwakilan pegawai.
Dalam perkom tersebut akan diatur mekanisme alih status pegawai Tetap
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap menjadi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) namun akan diupayakan juga untuk menjadi PNS.
Artinyua pegawai KPK terdiri dari PNS, P3K dan PNS Yang Diperkerjakan (PNYD). Alih status pegawai tersebut tidak mengikuti ketentuan normatif proses test seleksi PNS termasuk juga tidak berlaku terkait ketentuan batas usia menjadi PNS.
Sedangkan terkait diberikan gaji dan tunjangan pegawai KPK juga masih dalam pembahasan Biro SDM dan Biro Perencanaan Keuangan KPK mengenai Rancangan Perpres tentang besaran gaji pegawai KPK tersebut.
Sejak 2008 sampai 1 Oktober 2020 ada 288 pegawai KPK yang mengundurkan diri, namun tidak termasuk pimpinan, penasihat, PNS yang dipekerjakan yang kembali ke instansi asal, pensiun, meninggal dunia dan pegawai yang berhenti tidak dengan hormat.
Ada 34 pegawai yang mundur hingga 30 September 2020 dengan berbagai alasannya yaitu berakhir masa PKWT dan tidak diperpanjang (1 orang), terkena kasus etik, disiplin pegawai atau hukum (2 orang), alasan keluarga (3 orang), kondisi kurang kondusif karena pandemi Covid-19 (1 orang), kondisi politik dan hukum KPK (2 orang), mengelola usaha pribadi (2 orang), menikahi sesama pegawai (2 orang), pengembangan karir/mendapat pekerjaan baru (21 orang).
"Kalau merasa politik hukum KPK sudah berubah dan tidak nyaman lagi bekerja di pegawai 'monggo' silakan," kata Alexander di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Pada 18 September 2020, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah menyatakan mengundurkan diri dari KPK.
Dalam surat pengunduran dirinnya Febri mengatakan kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK khususnya selama 11 bulan yaitu pasca penerapan UU No 19 tahun 2019.
"Hal itu bergantung pada pandangan seseorang kalau pegawai mengundurkan diri karena kondisi sudah berubah itu penilaian yang bersangkutan. Kami tidak bisa atau membantah 'tidak ada perubahan' kok, kalau penilaian yang bersangkutan ada perubahan, sekali lagi yang begitu ini penilaian pribadi setiap pegawai," tambah Alexander.
Dia menegaskan bahwa semangat KPK dalam pemberantasan korupsi tidak berubah.
"Kami masih percaya dan berharap pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan KPK menjadi garda terdepan untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi dengan baik. Kami bersinergi dengan kepolsiian dan kejaksaan dalam upaya penindakan korupsi dan berbagai instansi pemerintah untuk pencegahan," ungkap Alexander.
Terkait minimnya kasus penindakan yang dikerjakan KPK, Alexander menjelaskan hal itu karena kondisi pandemi COVID-19.
"Tapi kekuatan SDM KPK sejak mewabahnya COVID ini praktis yang masuk saja 25 persen, pegawai-pegawai di direktorat monitoring biasanya bisa menyadap 400 nomor sekarang cuma 25 persen tidak mungkin juga melakukan dengan volumenya yang sama. Begitu pula penyidikan dan penyelidikan karena tidak mungkin jumlah penyidik dan penyelidik sama seperti kondisi normal," tambah Alexander.
Ia pun mengaku ke depan KPK lebih mendorong lagi pemberantasan korupsi lewat pendidikan antikorupsi.
Saat ini di internal KPK masih dalam proses dan pembahasan penyusunan peraturan komisi (Perkom) dengan melibatkan berbagai pihak di internal KPK termasuk perwakilan pegawai.
Dalam perkom tersebut akan diatur mekanisme alih status pegawai Tetap
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap menjadi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) namun akan diupayakan juga untuk menjadi PNS.
Artinyua pegawai KPK terdiri dari PNS, P3K dan PNS Yang Diperkerjakan (PNYD). Alih status pegawai tersebut tidak mengikuti ketentuan normatif proses test seleksi PNS termasuk juga tidak berlaku terkait ketentuan batas usia menjadi PNS.
Sedangkan terkait diberikan gaji dan tunjangan pegawai KPK juga masih dalam pembahasan Biro SDM dan Biro Perencanaan Keuangan KPK mengenai Rancangan Perpres tentang besaran gaji pegawai KPK tersebut.
Sejak 2008 sampai 1 Oktober 2020 ada 288 pegawai KPK yang mengundurkan diri, namun tidak termasuk pimpinan, penasihat, PNS yang dipekerjakan yang kembali ke instansi asal, pensiun, meninggal dunia dan pegawai yang berhenti tidak dengan hormat.
Ada 34 pegawai yang mundur hingga 30 September 2020 dengan berbagai alasannya yaitu berakhir masa PKWT dan tidak diperpanjang (1 orang), terkena kasus etik, disiplin pegawai atau hukum (2 orang), alasan keluarga (3 orang), kondisi kurang kondusif karena pandemi Covid-19 (1 orang), kondisi politik dan hukum KPK (2 orang), mengelola usaha pribadi (2 orang), menikahi sesama pegawai (2 orang), pengembangan karir/mendapat pekerjaan baru (21 orang).