Dihut: Menangkap ikan dengan cara membakar picu kebakaran lahan

id karhutla sumsel,karhutla 2020,dishut sumsel,bmkg kenten,menangkap ikan,sonor,kebakaran lahan,lahan gambut,bpbd sumsel,berita sumsel, berita palembang,

Dihut: Menangkap ikan dengan cara membakar  picu kebakaran lahan

Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Sumsel Dr. Syafrul Yunardy, Rabu (12/8) (ANTARA/Aziz Munajar/20)

Palembang (ANTARA) - Pejabat pada Dinas Kehutanan Sumatera Selatan mengatakan aktivitas menangkap ikan dengan cara membakar semak-semak di sekitar sungai dapat memicu kebakaran lahan, khususnya di musim kemarau.

Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Sumsel Syafrul Yunardy di Palembang, Rabu mengatakan kebiasaan menangkap ikan tersebut sudah lama dilakukan masyarakat yang hidup di sekitar lahan gambut dan sampai saat ini masih saja ditemukan.

"Jika metode ini dilakukan saat puncak musim kemarau, maka dampaknya bisa berbahaya," ujarnya.

Menurutnya metode yang dijalankan, yakni pencari ikan membakar lahan semak di pinggir sungai atau anak sungai untuk membersihkan area tangkapan. Selain itu adanya api membuat suhu sekitar sungai akan menjadi hangat, bahkan panas.

Suhu panas tersebut, katanya, membuat ikan menjauh dan berkumpul ke satu titik yang lebih dingin, kemudian para pencari ikan dapat langsung menangkap gerombolan ikan yang berkumpul itu tanpa harus bersusah-susah memancingnya dengan kail.

Hanya saja, para pencari ikan kerap lalai dengan pergi begitu saja usai menangkap tanpa memastikan api sudah padam karena berfikir bahwa api akan padam sendiri. Padahal, jika kondisi suhu udara kering maka api bisa menjalar dengan cepat ke area lainnya.

Perilaku menangkap ikan seperti itu, ujar dia, hanyalah satu dari beberapa faktor manusia yang kerap menyebabkan kebakaran. Faktor lainnnya, seperti membuang puntung rokok sembarangan, bekas api unggun dan yang paling umum adalah membuka lahan dengan cara membakar atau sonor.

"Kebiasaan masyarakat menggunakan api sebagai alat memang sudah lama ada dari dulu, tetapi masalahnya dengan perubahan iklim sekarang, perilaku semacam itu memicu dan memacu kebakaran lahan menjadi lebih cepat," katanya.

Perilaku itu juga semakin menekan keberlangsungan lahan gambut, terutama dengan banyaknya permukiman dan jalur-jalur perlintasan baru di wilayah lahan gambut saat ini, sebab lahan gambut yang aman dari gangguan tidak akan menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sementara Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Kenten Palembang Nandang Pangaribowo mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan aktivitas membakar tanpa pengawasan karena wilayah Sumsel diprediksi masih mengalami anomali suhu.

"Anomali suhu Tahun 2020 diprediksi pada kisaran maksimum 34 - 36 derajat Celcius," ujarnya.

Meski lebih rendah dari suhu maksimum pada 2019, yakni 37,4 deraja Celcius, kata dia, namun jika suhu maksimum terjadi saat musim puncak kemarau pada Agustus - September 2020, maka potensinya akan tetap sama dalam memicu lahan lebih mudah terbakar.