Jejak Abdullah Ibnu Abbas sang perawi hadist sahih di Thaif

id Haji 2019, mch 2019,masjid abdullah ibnu abbas,thaif,arab saudi,tanah suci,sahabat nabi,kerabat nabi,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, a

Jejak Abdullah Ibnu Abbas sang perawi hadist sahih  di Thaif

Jejak Abdullah Ibnu Abbas sang perawi hadist sahih di Masjid Ibnu Abbas Thaif (ANTARA/Hanni Sofia)

Mekkah (ANTARA) - Abdullah Ibnu Abbas senantiasa menganggap Kota Mekkah sebagai tempat yang sakral dan teramat suci bahkan hingga batas terluarnya.

Maka sepupu Nabi Muhammad dengan nama lengkap Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Quraisy itu merasa tak pantas untuk dimakamkan di Mekkah ketika meninggal.

Anak dari Abbas bin Abdul Muthalib, paman dari Rasulullah SAW, itu memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya di dataran tinggi Thaif yang terletak sejauh 85 km dari Pusat Kota Mekkah.

Baginya, dimakamkan di tanah dimana 11 syuhada sahabat Nabi yang gugur sahid dalam Perang Hunain di Thaif adalah kehormatan tertinggi.

Ibnu Abbas yang terkenal berpengetahuan luas dan menjadi penurun Bani Abbasiyah itu pun berpesan untuk dimakamkan di sebuah tempat tak jauh dari syuhada perang Hunain dimakamkan. Ia meninggal pada 78 Hijriyah saat berusia 81 tahun.

Sebagai salah satu kerabat dan sahabat kesayangan Nabi, Ibnu Abbas semasa hidupnya banyak menghabiskan waktu bersama Nabi.

Suatu ketika bahkan Ia pernah didekap oleh Nabi Muhammad seraya nabi berdoa, “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah,” katanya. Hikmah tersebut maksudnya adalah pemahaman terhadap kitab suci Al-Quran.

Sebagai sahabat nabi yang sangat dekat dengan Rasulullah, Ibnu Abbas ini selalu mengiringi Rasulullah kemana pun berada. Ia menyiapkan air wudhu untuk Nabi Muhammad ikut shalat berjamaah dengannya, hingga mengikuti majelis-majelis ilmunya. Dari kedekatan inilah maka Ibnu Abbas banyak meneladani sifat Rasulullah.

Ketika Nabi Muhammad wafat, saat itu Ibnu Abbas baru menginjak usia sekitar 15 atau 16 tahun.

Setelahnya, ketika Rasulullah telah tiada, tetap tidak menjadi kendala bagi Ibnu Abbas untuk terus bersyiar dan memperdalam ilmu agama Islam.

Menghabiskan masa kecilnya bersama Rasulullah SAW, membuat Ibnu Abbas memiliki karakter yang cerdas, bijaksana, lembut, dan mampu menyelesaikan perselisihan.

Karena kedewasaan dan kedalaman pengetahuannya, Ibnu Abbas ini mendapat julukan ‘pemuda yang matang’. Pendapatnya bahkan kerap dilibatkan dalam memecahkan persoalan-persoalan penting negara.

Seiring waktu, Ibnu Abbas juga pernah menjabat sebagai gubernur Bashrah ketika masa kekhalifahan Ali.

Menjadi salah satu orang terdekat nabi, Ibnu Abbas meriwayatkan lebih dari 1.600 hadits. Jumlah tersebut terhitung sebagai jumlah riwayat hadits terbanyak kelima setelah Aisyah. Ia juga turut terlibat berjihad seperti di perang Hunnain, Fath Mekkah, Haji Wada, hingga Perang Jamal dan Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.

Semasa hidupnya Ibnu Abbas dikenal dalam jalur periwayatan hadis, ia juga dikenal dengan banyak julukan antara lain Hibrul Ummah (pemimpin umat), Faqihul Ashr (orang yang paling pandai memahami agama di masanya), Imam Tafsir (ahli tafsir), al-Bahr (lautan karena luasnya ilmu), dan banyak julukan lain.




Masjid Ibnu Abbas

Tak jauh dari ia dimakamkan kini dibangun sebuah masjid yang dilengkapi dengan perpustakaan.

Masjid Ibnu Abbas dibangun pada 592 H dilengkapi dengan berbagai fasilitas termasuk tempat shalat wanita yang terpisah. Makam Ibnu Abbas sendiri terletak di dekat tempat shalat wanita dengan pagar tinggi di sekeliling makam.

Pengunjung hanya bisa menziarahinya dari balik tembok tinggi tersebut dan tak bisa disaksikan kecuali mereka yang nekat untuk memanjat dan melihat makam tersebut.

Ada juga seorang tokoh besar yang bernama Imam Muhammad bin Al Hanafiyah bin Ali Ibnu Abi Thalib yang juga dimakamkan di sisi makam Ibnu Abbas. Dia adalah putra Sayidina Ali dari istri selain Fatimah.

Makam Abdullah Ibn Abbas sangat sederhana hanya ditandai tumpukan batu berukuran sedang. Tak ada hiasan apapun di makam tersebut.

Tembok kelilingnya sewarna dengan warna tembok masjid yakni kuning bersemu kecokelatan dan sangat khas jika dibandingkan dengan bangunan lain di sekitarnya.

Masjid itu banyak didatangi jamaah baik pada musim haji maupun umroh dalam setiap waktunya. Hanya saja karena selain jaraknya jauh, perizinan untuk masuk Kota Thaif pun relatif rumit, sehingga relatif tidak banyak jamaah Indonesia yang berkunjung ke masjid bersejarah tersebut.

Kepala Bidang Perlindungan Jamaah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Jaetul Muchlis mengatakan untuk bisa masuk ke Thaif diperlukan perizinan khusus dari otoritas yang berwenang.

Visa jamaah yang ke Arab Saudi sejatinya khusus untuk pergerakan di tiga kota meliputi Mekkah, Madinah, dan Jeddah.

“Jeddah juga merupakan kota transit saja. Jadi memang perlu ada perizinan yang diurus untuk bisa masuk ke kota lain,” katanya.




Teladan

Masjid Ibnu Abbas terletak di tengah kota Thaif sebagai kota kecil di wilayah tersubur di deretan pegunungan Hada dan Asir, Arab Saudi.

Di luar masjid banyak penjual menjajakan berbagai macam suvenir khas Arab Saudi termasuk parfum, sorban, abaya, jam tangan, kacamata, kacang-kacangan, kurma, hingga buah anggur dan delima.

Wilayah itu berada pada ketinggian 1.500 mdpl dengan jalan menujunya berkelok-kelok namun hijau dengan vegetasi berbeda dengan bagian wilayah Arab Saudi yang lain yang berbatu dan tandus.

Namun, bagi mereka yang berkesempatan mengunjungi Masjid Ibnu Abbas sungguh beruntung karena bisa secara langsung merasakan atmosfer Arab Kuno pada bangunan dan suasananya.

Selain itu, berziarah ke tempat dimana tokoh besar penurun Bani Abbasiyah jelas merupakan kesempatan langka.

Terlebih suasana dan budaya setempat yang mendukung, bisa membawa peziarah untuk merasakan betapa besar perjuangan Ibnu Abbas saat berjuang di jalan Alloh kala itu.

Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekkah Masrur Ainun Najih mengatakan perlunya bagi jamaah untuk berkunjung ke tempat-tempat bermakna sejarah besar agar bisa meneladani para tokoh besar di zaman Nabi.

Menurut dia, jamaah yang punya kesempatan untuk menambah wawasan sejarah Islam terutama di pusatnya baik di Mekkah maupun Madinah merupakan sesuatu yang baik.

“Berziarah ke tempat-tempat yang bukan saja punya nilai historis tapi juga punya nilai ibadah misal ke Masjid Ibnu Abbas di Thaif itu sesuatu yang amat sangat berharga karena bisa mengenal seorang tokoh besar dalam sejarah Islam sekaligus beribadah,” katanya.

Namun ia menekankan rekomendasi tersebut lebih ditujukan kepada mereka yang memiliki kondisi fisik yang prima dengan kemampuan berkomunikasi yang memungkinkan dan tidak memaksakan diri.