Tempat pembuangan kucing itu jadi tujuan favorit wisatawan

id Pulau Kucing,Kepulauan Sula, Maluku Utara,kucing liar,objek wisata maluku utara,berita sumsel,berita palembang,tujuan wisata

Tempat pembuangan kucing itu jadi tujuan favorit wisatawan

Pulau kucing. (Youtube)

Dinamakan Pulau Kucing karena dulunya pulau ini memang menjadi tempat pembuangan kucing liar oleh masyarakat yang berdomisili di Sanana, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.

Seiring dengan perjalanan waktu, kucing buangan tersebut membentuk koloni dari jumlah hanya beberapa ekor menjadi puluhan.

Saat menginjakkan kaki di pulau yang hanya berjarak sekitar 15 menit naik perahu mesin dari Desa Fukweu, Kecamatan Sanana Utara, puluhan kucing terlihat sedang merebut sisa makanan yang ditinggalkan wisatawan yang berkunjung.

Karena tidak ada pemiliknya, kucing-kucing tersebut tampak tidak terawat sebagai halnya dengan kucing liar pada umumnya.

Dalam empat bulan terakhir, wajah Pulau Kucing yang tidak berpenghuni dan seluas hanya beberapa hektare itu sudah berubah total setelah dibenahi oleh warga desa sebagai tempat tujuan wisata.

Sekarang Pulau Kucing sudah menjelma menjadi tempat tujuan wisata bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Fukweu.

Dengan membayar ongkos transportasi perahu mesin dari dermaga Desa Fukweu sebesar Rp 10.000 pergi-pulang, wisatawan bisa menikmati suasana santai di gazebo di pinggir laut sambil berkaraoke.

Jaringan listrik dialiri melalui kabel dalam laut dari desa Fukweu membuat pulau tersebut bisa menyala selama 24 jam.

Subandi, pemuda Desa Fukweu yang juga pengelola kawasan wisata Pulau Kucing mengatakan wisata di pulau itu dikelola secara swadaya pemerintah desa dan masayarakat.

"Sejak dibuka empat bulan lalu, pemuda desa yang sebelumnya menganggur bisa mendapatkan penghasilan dari usaha wisata seperti menjadi penyedia sarana transportasi," kata Subandi.

Subandi mengaku bahwa ia belum memiliki data yang akurat mengenai kunjungan wisatawan ke Pulau Kucing.

"Kalau hari Sabtu dan Minggu serta hari libur, ada sekitar 200-an pengunjung perhari, tapi kalau saat tahun batu dan Lebaran bisa mencapai 2.000 orang," katanya.

Sebagai daerah yang baru dimekarkan, Kabupaten Kepulauan Sula dan potensi wisata yang ada di daerah itu memang belum banyak dikenal, bahkan di dalam negeri sendiri.

"Kendala yang kami miliki tentu saja infrastruktur seperti bandara yang belum memadai, selain akomodasi dan sumber daya manusia," kata Bupati Kepulauan Sula Hendrata Thes.

"Saya tanpa jemu berusaha merangkul seluruh elemen masyarakat untuk duduk bersama mencari jalan dan solusi dalam mengembangkan industri pariwisata," katanya menambahkan.

Para pemuda yang bergabung dalam Bumdes tersebut tampak terus berupaya untuk mengembangkan atraksi wisata yang ada di Pulau Kucing, seperti yang terlihat saat kunjungan Bupati Hendrata, menjelang dimulainya Festival Maksaira.

Selain dibangun beberapa gazebo yang dihubungkan oleh jembatan kayu berbentuk hati, juga disediakan wahana perahu bebek untuk anak-anak.

Di puncak bukit setinggi 25 meter, sekelompok anak-anak muda terlihat sedang membangun pelataran dari kayu dan berbentuk kapal yang langsung menghadap laut lepas.

Dari atas bukit, terlihat pemandangan yang menyejukkan mata, berupa bentangan laut biru berhiaskan kapal nelayan serta pulau pulau kecil dengan latar belakang Pulau Mangoli.

Suasana tersebut mengingatkan kepada Pulau Titop, salah satu dari gugusan pulau kecil yang berserakan di daerah wisata Halong Bay, Vietnam.

Promosi Salah satu upaya yang dilakukan Kabupaten Kepulauan Sula untuk mempromosikan Pulau Kucing atau pun objek wisata lainnya agar dikenal adalah dengan menggelar Festival Maksaira secara teratur dan dibuka secara resmi pada Minggu (15/4).

Acara utama festival adalah pemecahan rekor MURI peserta terbanyak lomba memancing khusus jenis ikan kerapu dan ditargetkan mencapai 3000 peserta.

Hadiah utama adalah kapal fiber yang sudah lengkap dengan mesinnya untuk juara pertama sampai ketiga.

Maksaira, oleh masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sula dimaknai sebagai gotong-royong untuk membangun kebersamaan dalam menyelesaikan pekerjaan demi kemajuan bersama.

Kegiatan lomba mancing ikan kerapu dengan peserta terbanyak tersebut tidak terlepas dari semangat kearifan lokal masyarakat Sula untuk membangun kebersamaan, gotong-royong seperti yang tercermin dalam setiap Festival Maksaira.

Selain keindahan pantai dan lokasi yang sangat cocok untuk memancing, Kabupaten Kepulauan Sula memiliki atraksi lain yang menunggu untuk dikembangkan, yaitu pulau cagar alam, komunitas penyu dan perkawinan hiu paus dua kali dalam setahun.

Dilihat dari sisi geografis, kabupaten yang dimekarkan pada 2003 bersamaan dengan Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Utara dan Halmahera Selatan, memang cukup terisolasi karena berjarak 284 km Kota Ternate.

Sebagai kabupaten yang baru dibentuk sebagai hasil pemekaran, Bupati Hendrata mengakui bahwa daerahnya memang memerlukan banyak pembenahan untuk memajukan kegiatan pariwisata, terutama yang berhubungan dengan infrastruktur, akomodasi dan sumber daya manusia.