Obrolan atau sekadar bincang-bincang santai hingga diskusi yang agak serius mengenai Indonesia bubar pada 2030 mewarnai lini kehidupan sebagian masyarakat dalam beberapa hari terakhir.
Topik bahasan publik mengenai Indonesia bubar pada 2030 bermula dari pernyataan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto yang diunggah di laman facebook. Pernyataan yang berlandaskan pada novel berjudul "Ghost Fleet" karangan Peter Warren Singer dan August Cole tersebut diunggah pada 19 Maret 2018 dalam sebuah video berdurasi satu menit 18 detik.
Pernyataan itupun ramai menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan di kalangan pejabat, politikus, mahasiswa, dan bahkan pelajar. Apalagi, peredaran pernyataan Prabowo makin luas menjadi unggahan ke lini massa seperti WhatsApp (WA).
Tak seberapa lama, beredar pula unggahan mengenai novel "Ghost Fleet" setebal 385 layar atau halaman di telepon seluler. Unggahan ini seolah menjawab kerisauan dan rasa penasaran publik mengenai isi novel itu.
Entah asli atau hoaks novel yang diunggah itu, namun sampai sekarang tidak ada pernyataan atau sanggahan dari penulisnya. Selain itu tidak pula ada sanggahan atau pernyataan dari otoritas terkait.
Dalam pandangan dan pemahaman sebagian orang, untuk suatu isu atau peristiwa yang sedang menjadi perhatian publik kemudian ada yang mengunggah di lini massa, namun tidak ada bantahan, umumnya isu atau peristiwa itu bisa dianggap sebagai sebuah keaslian atau kebenaran. Sekali lagi, itu untuk isu atau peristiwa yang sedang "trending" atau berada dalam puncak populartas.
Kini pembahasan mengenai topik ini masih bergulir dan entah kapan akan berakhir. Satu hal yang menarik perhatian dari topik ini adalah penggunaan kata yang sederhana tetapi menyentak perhatian publik, yakni "Indonesia bubar 2030".
Topik inipun mewarnai beragam informasi di media massa dan kanal-kanal lini massa di tengah beragamnya informasi mengenai pilkada, pemberantasan korupsi, khususnya kasus KTP-elektronik hingga pembicaraan mengenai calon presiden dan wakil presiden mendatang.
Dua hal yang sebenarnya perlu dipertanyakan mengenai munculnya perhatian publik atas novel ini adalah, pertama, mengapa keriuhan dan perhatian publik baru muncul saat ini padahal Prabowo pernah mengungkapkannya di Universitas Indonesia (UI) pada 2017? Kedua, mengapa perhatian ini juga baru muncul saat ini padahal "Ghost Fleet" telah terbit sejak 2015.
Jauh sebelum topik ini menjadi ramai, diperkirakan sudah banyak warga, tokoh, pejabat, dan mahasiswa Indonesia yang telah membacanya. Bahkan, juga banyak WNI yang tinggal di negara tempat terbitnya novel ini.
Mungkin karena menganggap "Ghost Fleet" adalah hanya sebuah novel sehingga biasa-biasa saja. Atau karena alasan lain, misalnya, bisa dianggap "mengada-ada" dan sebagainya.
Sebuah novel memang hanya rangkaian kata-kata untuk menggambarkan suatu peristiwa, baik fiksi maupun fakta atau realita. Namun yang fiksi juga kadang mengandung prediksi, tergantung siapa penulisnya.
Oleh karena itu, ketika pidato Prabowo diunggah kemudian menyentak perhatian dan muncul isi novel ini ke hadapan publik, sebagian orang pun berburu mencari dan menelusuri siapa penulisnya. Tanpa banyak direpotkan mencari dan menelusuri sosok penulisan, sebagian justru memperolehnya dari media sosial dan grup-grup WA.
Peluncuran Buku
Topik pembicaraan hangat ini sebenarnya pernah dimunculkan Prabowo pada peluncuran buku "Nasionalisme Sosialisme Pragmatisme; Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo" di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, pada 18 September 2017. Prabowo menyampaikan pemaparan pada acara tersebut selama sekitar 39 menit.
Prabowo menunjukkan tiga buku yang kemudian diberikan sebagai "oleh-oleh" atau "kenang-kenangan" untuk FEB UI. Buku pertama berjudul "Destined for War: Can America and China Escape Thucydides's Trap".
Buku kedua berjudul "War by Other Means: Geoeconomics and Statecraft", sedangan buku ketiga berupa novel yang berjudul "Ghost Fleet".
Dari novel ini, Prabowo mengungkapkan prediksi Indonesia pada 2030. Kala itu pernyataannya belum menjadi perhatian publik secara luas. Bisa jadi juga karena kurang luasnya pemberitaan di media dan lini massa.
Meski hanya sebuah novel, "Ghost Fleet" ditulis dua ahli strategi dari Amerika Serikat. Novel ini menggambarkan sebuah skenario perang antara China dibantu Rusia dan Amerika Serikat pada 2030. Yang menarik dari novel, kata Prabowo waktu itu, sebenarnya hanya satu, yakni mereka ramalkan pada 2030, Republik Indonesia (RI) sudah tidak ada lagi.
Beberapa hari lalu, Prabowo menjelaskan maksud dan tujuannya menyampaikan isi novel itu. Tak lain adalah untuk waspada atas ancaman negara lain terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di beberapa negara ada yang namanya "scenario writing". "Scenario writing" itu, kata Prabowo, bentuknya mungkin novel, namun ditulis oleh ahli-ahli intelijen strategis.
Oleh karena itu, meski sebuah novel, sikap bijak yang mesti ditunjukkan adalah waspada atas potensi ancaman dari luar. Jangan diangap remeh atau enteng, namun tetap optimistis menatap masa depan dalam mempertahankan negeri ini.
Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, ancaman dari luar terhadap eksistensi NKRI tak akan pernah kunjung usai karena negeri ini kaya raya. Penjajahan pada masa lalu merupakan bukti bahwa negara ini kaya dan negara lain ingin mengeruk kekayaan itu sebanyak-banyaknya.
Yang sudah menjajah 350 tahun saja ingin kembali lagi dengan beragam cara. Apalagi yang belum pernah menjajah dan membutuhkan pasokan kebutuhan pangan dan sumber daya alam.
Kalau dikatakan bahwa potensi ancaman terhadap negeri ini tidak kunjung usai, hal itu landasi catatan sejarah yang membuktikan bahwa sejak proklamasi kemerdekaan, telah beberapa kali terjadi gangguan terhadap eksistensi NKRI. Ancaman itu tidak sekadar potensi tetapi sesuatu yang nyata.
Selama 73 tahun kemerdekaan, beberapa kali terjadi pemberontakan yang mengancam eksistensi NKRI. Dari beberapa pemberontakan itu, ada yang disebut-sebut terkait dengan kepentingan atau didomplengi asing.
Negeri yang kaya sumber daya alam inipun perlu terus waspada dan menguatkan tekad untuk mengantisipasi potensi ancaman. Habisnya sumber daya alam yang dimiliki negara lain, menjadikan Indonesia sebagai fokus untuk memenuhinya di tengah tumbuhnya jumlah penduduk.
Blok
Pada masa lalu, dunia terbagi dalam dua kekuatan besar pertahanan dan keamanan yang saling berhadap-hadapan, yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet dalam situasi Perang Dingin.
Dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945, Indonesia memilih Non Blok di antara dua kekuatan pertahanan itu. Indonesia berada di tengah dan berhasil memainkan perannya secara baik.
Namun, berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur diyakini bukan berarti potensi ancaman terhadap NKRI bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Kenyataan menunjukkan bahwa meski blok pertahanan itu dikatakan tidak ada, jaringan kekuatan pertahanan masa lalu masih terpelihara hingga saat ini.
Bahkan bisa dikatakan bahwa tidak ada negara di sekeliling Indonesia yang tidak memiliki jaringan kekuatan pertahanan dengan negara-negara besar yang dulu berada di blok pertahanan. Semua bermuara pada dua blok masa lalu yang kini disebut-sebut sudah tidak ada lagi itu.
Meski secara semu dan samar-samar, terlihat orentasi dan pola hubungan pertahanan negara-negara di sekeliling Indonesia. Orentasi dan pola hubungan pertahanan itu masih bermuara pada kekuatan Barat dan Timur.
Kalau melihat dan mencermati orientasi dan pola hubungan pertahanan negara-negara di sekeliling Indonesia, maka potensi ancaman dan ancaman nyata atas NKRI bukan ilusi. Bukan juga mimpi, tetapi cukup melihat dan mencermati mengenai Laut China Selatan saat ini.
Oleh karena itu, kiranya semua elemen bangsa ini terus-menerus waspada dan mengantisipasi potensi ancaman terhadap NKRI. Tidak saja pada kemampuan saat ini, namun yang terpenting adalah seberapa mampu mengantisipasi dan mengatasi ancaman masa depan.
Ancaman
Meski beberapa kali sejak kemerdekaan RI, ancaman memecah belah bangsa dan negara telah berhasil digagalkan, fakta-fakta menunjukkan bahwa upaya penghancuran NKRI pun secara kasat mata terlihat sangat nyata dan terus-menerus dilakukan.
Semua terlihat pada hubungan simbiosis mutualisme antara pihak di luar negeri dengan sebagian orang di dalam negeri.
Pengiriman narkoba yang kabarnya telah berlangsung sejak 1970 dengan jumlah yang terus meningkat diakui berbagai kalangan sebagai strategi penghancuran negeri ini dari dalam. Dengan rentang waktu lama yang telah dilalui untuk menjalankan skenario penghancuran bisa dikatakan bahwa narkoba sebagai bahaya laten.
Dikatakan bahaya laten apabila suatu kondisi dan keadaan menjadi sangat berbahaya jika hal tersebut benar-benar terjadi karena dapat merusak konsep dan keseluruhan nilai-nilai yang ada. Narkoba sudah diakui sebagai perusak nilai-nilai kehidupan berbangsa.
Jumlah yang berhasil diungkap sebanyak 1,6 ton narkoba lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa jaringan internasional tidak saja memiliki kekuatan besar di luar negeri, namun juga mempunyai orang, kerangka kerja, dan sistem yang sangat rapi di dalam negeri Indonesia.
Mereka adalah orang-orang yang merupakan penduduk Indonesia yang bekerja sama dengan jaringan internasional untuk tujuan bisnis (perdangan) dan --sadar atau tidak-- ikut menjalankan skenario penghancuran dari dalam negeri.
Di tengah potensi sumber daya alam yang melimpah, terkandung pula beragam ancaman dari negara lain. Jadi sebaiknya jangan hanya meremehkan "Ghost Fleet" atau "Kapal Hantu" yang baru akan datang pada 2030 karena "kapal narkoba" sudah banyak masuk Indonesia.
Waspadalah! Waspadalah!
(S023/M.H. Atmoko)
Telaah - "Kapal Hantu" dan Kapal Narkoba
....Mungkin karena menganggap Ghost Fleet adalah hanya sebuah novel sehingga biasa-biasa saja. Atau karena alasan lain, misalnya, bisa dianggap "mengada-ada" dan sebagainya....