Di tengah-tengah rekan sejawatnya, sesama wartawan senior, August Parengkuan --Duta Besar RI untuk Italia yang berkedudukan di Roma yang juga mantan Pelaksana Harian Pemimpin Redaksi Kompas-- bertutur tentang "bekalnya" menjadi ujung tombak kebijakan luar negeri pizza itu.
"Bola, dasi dan 'total diplomacy'." August merangkum bekalnya untuk "menaklukan" Italia selama lebih kurang tiga tahun.
Bicara tentang Italia modern tentu tidak akan bisa jauh dari sepakbola. Sekalipun tim nasional Italia ditekuk Spanyol di final Piala Eropa 2012, bukan berarti hingar bingar industri sepakbola Italia kalah gemerlap dari negara tetangganya itu.
Dan August sangat mengerti itu. "Beberapa teman diplomat yang pernah bertugas di Italia, mereka bilang untuk melancarkan tugas kita harus menguasai persepakbolaan," katanya.
Ia secara khusus mengaku mulai belajar banyak tentang hiruk pikuk industri sepakbola Italia, Eropa dan dunia pada umumnya.
"Di sana mulai breakfast bicaranya sepakbola. Lunch, bola lagi. Dinner ngomong bola juga. Jadi kalau kita 'nggak kuasai bola, susah lobi dan berteman padahal itu yang penting buat diplomat," kata August mengulang nasihat dari sahabat-sahabatnya itu. Mereka, kata August juga berpesan adalah suatu hal yang tabu untuk mengritik tim nasional Italia.
"Jika ingin selamat jangan mengritik tim nasional," katanya sambil tersenyum.
August yakin jika pengetahuannya tentang sepakbola dapat melancarkan kebijakan diplomasi totak yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.
"Tugas saya 'total diplomacy' bukan hanya bergaul dengan pejabat tapi juga dengan masyarakat. Sebagai wartawan ini mudah, saya bisa bergaul mulai dari presiden hingga tukang becak, tidak ada masalah," ujarnya.
August bahkan mengaku sangat bersemangat untuk menyampaikan kebijakan luar negeri Indonesia di luar pesta "cocktail" kedutaan besar, terutama di kalangan mahasiswa, akademisi, LSM dan masyarakat luas.
Sekalipun berkedudukan di Roma, August tidak hanya menjabat sebagai perwakilan Indonesia untuk Italia. Ia juga akan membawahi Siprus, Malta dan sejumlah organisasi PBB yang berkedudukan di Roma, antara lain FAO, IFAO, WFP, INCHS dan UNIDROIT.
"Itu tugas penting saya, mengurusi orang miskin," katanya merujuk pada Badan PBB urusan pangan, FAO.
Untuk FAO, kata dia, Indonesia akan berjuang untuk ikut mengatasi masalah krisis pangan dunia terutama krisis pangan masyarakat miskin.
Sepintas lalu August menyampaikan komitmennya untuk mendorong lebih banyak orang Indonesia duduk di posisi-posisi penting organisasi-organisasi itu demi kepentingan rakyat miskin Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
Untuk Sipruss, August menggarisbawahi mengenai tugas perwakilan RI di luar negeri untuk melindungi WNI. "Sipruss itu penduduknya hanya 400 ribu namun banyak kapal (dengan ABK) Indonesia singgah di sana menuju Mediterania. Saya dengar ada sejumlah ABK Indonesia yang mengalami permasalahan di situ," katanya.
Perlindungan WNI adalah salah satu fungsi perwakilan Indonesia di luar negeri yang acapkali memperoleh kritik negatif dari media dengan jatuhnya korban tewas di kalangan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
Sementara itu saat ditanya tentang misinya di salah satu pusat mode dunia, Italia, August mengatakan tengah menjajaki kemungkinan untuk mendorong kerja sama di bidang industri mode dan penyamakan kulit antara Indonesia dan Italia.
"Italia itu UKM-nya kuat. Saya mau usahakan ada desainer Italia mengajar di Indonesia," katanya.
Tidak ketinggalanm August juga menyatakan keinginannya untuk meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan antara kedua negara.
Disebutnya, Italia memiliki Universitas Napoli yang menggelar mata kajian tentang Indonesia. Pengetahuan tentang kebudayaan masing-masing negara tentunya akan mendekatkan hubungan antar individu atau "P to P contact".
August yang pernah bertugas sebagai wartawan Istana Kepresidenan selama tujuh tahun itu juga menyampaikan niatnya untuk mendorong para wartawan melanjutkan pendidikan di Italia.
Selain berbagi mengenai tugas-tugasnya yang menanti di Italia, pada kesempatan itu ia juga bercerita mengenai kesedihannya meninggalkan dunia wartawan yang telah digelutinya selama 45 tahun.
"Saya sudah bersama Pak Jacob (Jacob Utama) selama 45 tahun. Berat tentu meninggalkannya," katanya seraya menambahkan bahwa selama menjabat sebagai diplomat ia tentu tidak dapat bebas mengritik kebijakan luar negeri negara lain seperti saat masih bertugas sebagai wartawan.
Sebagai duta besar, August akan menjadi simbol Indonesia di luar negeri. Segala sesuatu yang dikemukakannya harus mewakili kebijakan luar negeri Indonesia.
"Oleh Pak Jacob saya dibekali lima dasi," katanya yang mengaku tidak memiliki banyak dasi itu. "Sekarang saya punya lima dasi bagus," tambahnya. Ia kemudian bertutur mengenai kedekatannya dengan salah satu tokoh media di Indonesia itu.
Dalam acara "perpisahan" yang digelar oleh Kantor Berita ANTARA dan PR Society of Indonesia serta dihadiri oleh antara lain Direktur Utama ANTARA Mukhlis Yusuf, Ketua Dewan Pengawas ANTARA Henri Subiyakto, Presiden PR Society of Indonesia Magdalena Wenas dan Ketua Departemen Luar Negeri PR Society of Indonesia Akhmad Kusaeni itu, August tidak lupa mengisahkan awal pengangkatannya menjadi diplomat.
"Bulan Agustus lalu (2011), saya bertemu Pak Marty (Menlu Marty Natalegawa) untuk membahas mengenai Aung San Suu Kyi dan reformasi Myanmar. Tiba-tiba diberi sebuah surat dari Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) tentang penunjukan saya sebagai duta besar," katanya.
Sambil tertawa August mengatakan bahwa ia sangat tidak menduga jika kedatangannya ke Kementerian Luar Negeri untuk membahas masalah Myanmar berujung pada keberangkatannya ke Italia.
Sekalipun bukan diplomat karir, August mengungkapkan keyakinannya "menahkodai" Kedutaan Besar RI di Italia yang memiliki 20 staf dan 10 staf lokal.
(ANT-G003/Z003)
