Pipa Pertamina Tempino-Plaju status darurat

id minyak mentah, tumpahan minyak mentah

Pipa Pertamina Tempino-Plaju status darurat

Petugas pertamina membongkar pipa yang diduga menjadi tempat pembobolan minyak mentah milik Pertamina EP Prabumulih.(Foto Antarasumsel.com/Feny Selly)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - alur pipa distribusi minyak Tempino-Plaju ditetapkan status darurat, karena menjadi objek penjarahan yang masif dan terorganisasi dengan rata-rata kehilangan minyak 18-39 persen dari 12.000 barel per hari minyak yang dialirkan.

Jalur pipa minyak Tempino-Plaju yang mulai beroperasi secara komersial pada 17 Juli 2013 dikelola PT Pertagas, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), kata VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir di Jakarta, Kamis.

Jalur pipa tersebut menggantikan pipa lama yang sudah tidak aman untuk dioperasikan karena terlalu banyak mengalami kerusakan akibat aksi penjarahan (illegal tapping) yang tidak bisa dikendalikan.

Pertamina semula menargetkan jalur pipa baru dapat menghentikan aksi penjarahan minyak. Jalur ini menghubungkan sekitar sembilan sumber minyak menuju kilang Pertamina Refinery Unit III Plaju.

Pipa baru Tempino-Plaju dengan panjang 260 km ditanam pada kedalaman 1,5-2 meter di bawah permukaan tanah. Kapasitas angkutnya mencapai 24.000 barel per hari.

Pada masa pre-commissioning dan commissioning (uji coba) selama delapan hari, sempat muncul harapan aksi penjarahan benar-benar akan berhenti karena tingkat kebocoran (losses) dapat dikatakan hampir tidak ada.

"Namun begitu pipa dioperasikan secara komersial, losses kemudian terjadi dan terus meningkat bahkan mencapai 5.000 barel per hari," kata Ali Mundakir.

Rata-rata losses selama sepekan operasi komersial tersebut telah mencapai 18 persen dari rata-rata penyaluran 12.000 bph. Apabila dilihat trennya, losses cenderung meningkat dari saat awal hanya 4,45 persen hingga terakhir sempat mencapai 39,5 persen.  

Dalam sepekan saja, kehilangan minyak telah mencapai sekitar 17.500 barel atau setara dengan Rp17,5 miliar. Jika kehilangan dihitung dari 1 Januari hingga 23 Juli 2013, nilai kerugian telah mencapai sekitar Rp280 miliar.

Nilai tersebut termasuk kategori kerugian negara karena minyak yang dijarah itu sebagian besar milik negara dan tren penjarahan ini sudah berlangsung sejak pertengahan 2011.