“Kenaikan drastis tagihan listrik, khususnya bagi golongan masyarakat kelas menengah ke bawah, jelas berdampak pada daya beli dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga,” ucapnya.
Di sisi lain, Mufti mengatakan perlu ada evaluasi terhadap layanan PLN Mobile. Hal ini lantaran meski aplikasi PLN Mobile disebut sebagai sarana untuk memantau penggunaan listrik, masih banyak pelanggan yang belum familier atau tidak mendapatkan edukasi memadai terkait cara membaca dan mengevaluasi riwayat pemakaian listrik mereka.
"Ini menunjukkan bahwa digitalisasi layanan belum disertai dengan literasi digital yang merata," ucap dia.
Mufti meminta Kementerian ESDM segera melakukan evaluasi menyeluruh atas dampak kebijakan pencabutan diskon listrik, termasuk memastikan konsistensi informasi publik.
Mufti mengatakan, Komisi VI DPR mendorong PLN untuk mengkaji ulang sistem tarif dan pengawasan publik terhadapnya. PLN juga diminta untuk membuka forum pengaduan dan klarifikasi secara aktif untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat, serta menyediakan opsi audit pemakaian tanpa membebani pelanggan.
"Dengan kondisi seperti ini, sangat penting agar negara hadir tidak hanya dalam bentuk subsidi sesaat, tetapi melalui kebijakan energi yang berkelanjutan, transparan, dan berpihak pada rakyat, terutama kelompok rentan," kata dia.
Sebelumnya, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto menyampaikan bahwa per tanggal 1 Maret 2025, tarif listrik berlaku normal sesuai dengan ketetapan tarif adjustment triwulan I tahun 2025.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anggota DPR nilai PLN perlu jelaskan mekanisme subsidi listrik
