Ia mencatat sebelum menggunakan listrik, dalam satu kali siklus panen para petani menghabiskan total Rp360 juta untuk membeli LPG, sedangkan saat menggunakan listrik PLN para petani hanya mengeluarkan biaya Rp 51 juta per panen.
"Artinya terdapat penghematan biaya operasional untuk menjalankan mesin pompa air adalah sebesar Rp309 juta atau 85,8 persen dalam satu kali panen," ujar Syahruddin.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Widiastuti dalam kunjungannya ke Desa Kampili, Kelurahan Parangbanoa, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan menyampaikan program ketahanan pangan pemerintah membutuhkan dukungan berbagai pihak salah satunya PLN.
"Peranan PLN sangat penting dalam memastikan listrik hadir bagi para petani dan memberikan dampak positif serta keekonomian dalam penggunaannya," kata Widiastuti.
Pada kesempatan yang sama, General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) Budiono menjelaskan PLN berkomitmen untuk mendukung para pengusaha di bidang agriculture, seperti peternakan, pertanian, perkebunan, dan perikanan.
"PLN hadir untuk mendorong pendapatan dan produktivitas petani melalui program Electrifying Agriculture. Penghematan dan peningkatan produktivitas para pelaku usaha sudah nyata dirasakan, kami mengajak para pelaku usaha di bidang agriculture untuk turut menggunakan listrik," kata Budiono.
Budiono merinci, sampai dengan Desember 2024 total pelanggan Electrifying Agriculture di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat adalah sebanyak 3.820 pelanggan dengan total daya terpasang untuk sebesar 191.618 kiloVolt Ampere (kVA).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Petani Sulsel untung berkat program listrik PLN masuk sawah