Jakarta (ANTARA) - Kemenangan Barcelona dengan skor telak 4-0 atas Real Madrid di Liga Spanyol, dalam laga bertajuk El Clasico, pada Minggu (27/10) dini hari WIB, menjadi penanda bahwa skuad berjuluk "Blaugrana" siap menancapkan lagi kukunya di persepakbolaan Eropa.
Dua gol dari Robert Lewandowski, ditambah sumbangan skor dari Raphinha dan Lamine Yamal, membuat Barcelona kembali diperhitungkan sebagai klub tangguh dengan potensi meraih trofi demi trofi.
Citra "menakutkan" seolah terbang dari Barcelona sejak mereka merengkuh tiga gelar (treble) yakni Liga Spanyol (La Liga), Liga Champions UEFA dan Copa del Rey pada tahun 2015.
Setelah itu, manajemen Barcelona membuat serangkaian kekeliruan dalam menjalankan klub, termasuk yang paling menggemparkan adalah melepas salah satu pilar mereka Neymar ke klub raksasa Prancis, Paris Saint-Germain pada 2017.
Neymar pindah dengan nilai transfer fantastis yakni 222 juta euro (sekitar Rp3,5 triliun) dan itu menjadi nilai transfer tertinggi di dunia hingga saat ini.
Kepergian Neymar membuat petinggi Barcelona mencari pengganti yang dianggap sepadan. Nama-nama seperti Ousman Dembele, Antoine Griezmann, Philippe Coutinho didatangkan dengan biaya masing-masing di atas 100 juta euro (sekitar Rp1,5 triliun).
Belum lagi ada sosok seperti Malcom dan Miralem Pjanic yang dihadirkan dengan harga mahal yaitu 41 juta euro (sekitar Rp690 miliar) dan 60 juta euro (sekitar Rp1 triliun).
Sibuk mengincar para bintang, Barcelona melupakan produk akademi sepak bola mereka, La Masia, yang menjadi tulang punggung kesuksesan pada tahun-tahun sebelumnya.
Hasilnya, alih-alih berprestasi, Barcelona justru terpuruk dalam. Yang paling memalukan tentu saja ketika mereka dihantam dengan skor 2-8 oleh Bayern Muenchen di perempat final Liga Champions UEFA musim 2019-2020.