Dalam perkembangan sekarang ini, penting untuk mempelajari ilmu di luar teknologi informasi (TI) untuk melindungi jaringan yakni melalui rekayasa sosial (social enginering) yang kerap dipakai untuk melakukan peretasan dan pembobolan.
Bak cerita spionase, modus pelaku peretasan patut diwaspadai. Sebagai contoh ketika mengakses jaringan dari luar kantor tiba-tiba ada orang yang menawari kue atau minuman.
Mungkin karena budaya di Indonesia yang sulit menolak pemberian orang maka makanan dan minuman itu diterima bahkan dikonsumsi. Cerita selanjutnya bisa ditebak korban sakit perut dan bergegas ke toilet tetapi lupa menutup log in dan password di komputernya.
Cara-cara rekayasa sosial ini yang patut diwaspadai serta menjadi pembelajaran bagi orang-orang yang memiliki akses kunci ke dalam jaringan agar sistem tidak mudah diserang.
Kasus lain ada mantan pejabat tinggi di suatu perusahaan sebut posisinya sebagai komisaris. Ketika berkunjung kembali ke perusahaan lama, dengan mudah yang bersangkutan masuk ke dalam perusahaan bahkan dipersilakan oleh petugas keamanan atau sekuriti.
Kembali kasus seperti di atas sulit untuk menolak orang dari luar meski yang bersangkutan sebelumnya mantan pejabat. Padahal sesuai SOP siapa pun yang posisinya sudah berada di luar maka perlakuannya sama seperti orang luar pada umumnya.
Praktik-praktik rekayasa sosial ini dibeberkan dengan gamblang oleh Prof. Indrajit untuk menggambarkan bagaimana mudahnya suatu sistem ditembus peretas bahkan dengan sistem yang paling canggih seperti perbankan.
Paling terkini banyak pejabat tinggi termasuk di sektor swasta yang mempercayakan akses jaringan kepada sekretarisnya.
Para peretas ini biasanya mendekati sekretaris dengan berbagai cara, salah satunya yang paling mudah melalui media sosial. Nanti dalam suatu acara pura-pura meminjam telepon pintar karena alasannya kehabisan baterai. Lagi-lagi karena merasa tidak enak karena sudah kenal (di media sosial) maka handphone itu dipinjamkan padahal itu hanya modus untuk mengakses Whatsapp korban.
Setelah itu mudah ditebak. Pelaku mengirimkan malware atau perangkat lunak jahat yang membuat sistem tidak berdaya. Ujung-ujungnya pelaku meminta tebusan untuk memulihkan sistem yang mereka serang.
Nilai untuk menebus sistem yang terkena malware ini juga tidak main-main mencapai miliaran sehingga wajar profesi ini memang dibenci dan menjadi buruan polisi.
Berita Terkait
Kemkomdigi mengintensifkan patroli siber mengatasi judi online
Rabu, 20 November 2024 12:13 Wib
Langkah Prabowo-Gibran memperkuat pertahanan Indonesia
Minggu, 20 Oktober 2024 10:24 Wib
Polda Sumsel gelar berbagai ikhtiar cegah gangguan kesehatan mental Gen- Z
Rabu, 11 September 2024 19:20 Wib
BW ditangkap polisi akibat promosikan situs judi online melalui medsos
Senin, 2 September 2024 16:03 Wib
Dinkominfo Muba konsultasi ke Badan Siber Sandi Negara
Rabu, 17 Juli 2024 22:57 Wib
Kenaikan kekerasan berbasis gender online 2024
Senin, 15 Juli 2024 16:57 Wib
Antisipasi terhadap serangan siber penting bagi organisasi sosial
Jumat, 5 Juli 2024 7:51 Wib
5 langkah tepat memitigasi serangan "ransomware"
Jumat, 28 Juni 2024 10:11 Wib