Jambi (ANTARA) - Setiap menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Jambi, isu bagaimana partisipasi Suku Anak Dalam (SAD) atau dikenal Orang Rimba selalu menyedot perhatian pemerintah, ataupun penyelenggara pemilu itu sendiri.
Dari keterangan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudah Arif Fakrullah, pada 2021 lalu diketahui ada sekitar 6.000 warga SAD yang ada di Provinsi Jambi. Mereka tinggal di Kabupaten Batanghari, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kendati begitu, baru sekitar separuhnya yang sudah memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Jumlah ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat SAD yang belum mendapatkan haknya untuk berpartisipasi dalam gelaran pesta demokrasi tersebut.
Persoalan ini, belum lagi ditambah dengan budaya politik di suku SAD yang masih menggunakan sistem Tukin atau berdasarkan pilihan kepala suku.
Pakar Politik Universitas Jambi, Dori Efendi Ph.D menyebutkan bahwa budaya politik suku SAD masih berdasarkan pilihan dari kepala sukunya atau yang biasa disebut dengan Temenggung. Budaya seperti ini, hampir sama dengan budaya politik yang juga dipakai oleh suku-suku yang ada di pedalaman di daerah lain.
Budaya demikian ini sangat rentan untuk dipolitisasi. Artinya, bagi temenggung yang memiliki kedekatan khusus dengan salah satu calon kepala daerah, maka dipastikan akan mendapatkan suara dari suatu kelompok masyarakat SAD.
Oleh karena itu, penyelenggara pemilu khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), harus mampu mendobrak budaya tersebut. Caranya, masuk ke dalam lingkungan kelompok SAD dan memberikan pemahaman bahwa pilihan politik itu harus didasarkan pada keputusan rasional pribadi, bukan berdasarkan pilihan dari kepala suku atau temenggung.
Untuk melakukan hal tersebut tentu bukan hal yang mudah. Sebab, banyak kelompok masyarakat SAD yang masih menganut cara hidup nomaden atau berpindah-pindah, sehingga menyulitkan dalam proses administrasi ataupun pendidikan politik yang akan diberikan.
Kolaborasi berbagai pihak terkait tentu diperlukan untuk memastikan bahwa masyarakat SAD Jambi tidak hanya mendapatkan haknya untuk berpartisipasi dalam setiap pemilihan umum, namun juga memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan politik yang memadai dan setidaknya dapat menentukan pilihan politiknya sendiri.
KPU sebagai penyelenggara Pemilu bersama Dinas Sosial harus menjadikan temenggung sebagai mitra utama untuk membentuk konsep-konsep yang diperlukan dalam upaya peningkatan kapasitas pengetahuan politik masyarakat SAD.
Salah satu konsep yang dapat dipakai adalah dengan ikut memberdayakan masyarakat SAD dalam penyelenggaraan pemilu, tidak hanya sebagai partisipasi tetapi juga sebagai penyelenggara, misalnya sebagai Panwascam atau panitia pemungutan suara. "Hal ini diperlukan sebagai terobosan yang bisa saja dijadikan opsi peningkatan kualitas politik masyarakat SAD," kata Dori Efendi.
Kemudian, melokalisir masyarakat SAD yang sudah berbaur dengan masyarakat. Peran temanggung sangat diperlukan, karena kultur masyarakat SAD yang sangat patuh kepada kepala sukunya. Melokalisir ini bisa dilakukan kepada masyarakat SAD yang sudah memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap.
Tantangannya tentu saja tidak mudah, selain perbedaan budaya, akses lokasi menuju pemukiman-pemukiman SAD yang berada jauh di pelosok desa pastinya membutuhkan komitmen yang besar dari setiap pihak terkait.
Namun demikian, hal ini harus dilakukan segera, karena bagaimanapun mereka adalah warga negara yang hak-haknya harus dijaga dan dipastikan dapat mereka dapatkan.
Pemilu 2024
Jika SAD melewatkan pemilu kali ini maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang mereka kehendaki dari lapisan paling bawah.
Sebagai langkah awal, pemerintah melalui Dinas Sosial harus mempercepat pendataan masyarakat SAD. Pendataan ini sebagai hal kunci karena memiliki kartu identitas adalah syarat bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Baca juga: Sosialisasi Pemilu 2024 melalui pendekatan nilai kearifan lokal
Beriringan dengan hal tersebut, KPUD juga bisa langsung bergerak untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat SAD yang sudah terdata bekerja sama dengan temenggung dan tokoh masyarakat setempat.
Jika hal ini dilakukan, rasanya bukan mimpi jika pada tahun 2024 mendatang dapat dilihat masyarakat SAD berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin yang mereka kehendaki.
Upaya KPU
KPU Provinsi Jambi dalam setiap pelaksanaan Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah terus dan akan selalu melakukan kegiatan pendidikan pemilih ke berbagai elemen masyarakat, karena pendidikan pemilihan merupakan salah satu komponen penting dalam demokrasi.
Pemilih yang rasional menjadi ukuran dari kualitas demokrasi di suatu negara. Dengan indikator, antara lain pemilih dalam menentukan pilihan politiknya tidak lagi beroritentasi pada kepentingan politik jangka pendek, seperti uang, kekuasaaan dan kompensasi politik yang bersifat individual.
Salah satu elemen masyarakat yang menjadi perhatian dan kekhususan adalah pendidikan politik bagi komunitas adat terpencil, dalam hal ini SAD atau yang lebih dikenal dengan Orang Rimba.
Kebijakan ini merupakan salah satu perwujudan dari kewajiban KPU untuk memberikan akses yang sama kepada seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pemilu, kata Anggota KPU Provinsi Jambi, Suparmin.
Orang Rimba hidup tersebar di tiga wilayah, yaitu di Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) yang masuk ke, lalu di bagian Utara Provinsi Jambi terutama di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) dan di bagian barat Provinsi Jambi yakni sepanjang jalur lintas Sumatera.
KPU Provinsi Jambi melalui KPU Kabupaten setempat akan melakukan berbagai upaya guna meningkatkan partisipasi bagi pemilih yang berasal dari Orang Rimba. Dengan demikian, mereka mendapatkan pengetahuan kepemiluan yang cukup sebelum ikut berpartisipasi pada hari pemungutan suara sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Sarolangun pada Pemilu tahun 2019.
Mereka melaksanakan sosialisasi dengan melibatkan berbagai pihak yang memiliki relasi dengan Orang Rimba melalui program Relawan Demokrasi. Para pihak itu antara lain warga setempat, Jenang, Tumenggung, Babinsa dan Babinkamtibmas setempat, termasuk aparatur pemerintahan kecamatan dan desa.
Baca juga: Telaah - Putusan MK cegah Pemerintah langgar undang-undang
Sosialisasi terkait hari, tanggal dan jam pemungutan suara, tata cara pemberian suara hingga pengenalan peserta Pemilu yang disampaikan para relawan.
Selain itu, juga dilakukan sosialisasi melalui radio Benor, yakni radio khusus Orang Rimba, berupa talkshow, iklan layanan masyarakat di Radio Benor, penyebaran brosur serta pemasangan spanduk.
Pelibatan tumenggung dalam kegiatan sosialisasi dan menjadi penyelenggara Pemilu di tingkat TPS atau KPPS ternyata berhasil meningkatkan angka partisipasi di kalangan orang Rimba yakni mencapai 73,8 persen.
Berdasarkan pengalaman pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya, maka KPU Provinsi Jambi bersama beberapa KPU Kabupaten, yakni KPU Kabupaten Sarolangun, Merangin, Tebo, Batanghari dan KPU Kabupaten Muaro Jambi akan tetap menjadikan Orang Rimba sebagai salah satu sasaran pendidikan pemilih di Provinsi Jambi.
Dengan begitu, apa yang telah dicapai pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya dapat terus ditingkatkan. Upaya KPU Provinsi Jambi dan Kabupaten adalah dengan memulai dari tahapan pemutakhiran data pemilih yang dimulai pada Oktober 2022.
Dengan melibatkan seluruh pihak terkait lainnya atau stakeholder yang ada mulai dari unsur pemerintah daerah serta elemen masyarakat lainnya, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi pemilih dari kalangan SAD atau Orang Rimba.
Sedangkan model sosialisasi akan terus dikembangkan, sehingga dapat langsung menjangkau sasaran dan mampu memberikan pendidikan pemilih yang inklusif bagi Orang Rimba.
Dengan segala upaya yang dilakukan itu, diharapkan dapat mengedukasi masyarakat Suku Anak Dalam agar "melek politik", khususnya terkait dengan proses pemilu, proses pilpres dan berpartisipasi dalam menyalurkan hak politiknya.
Mengedukasi Suku Anak Dalam jelang Pemilu
Tantangannya tentu saja tidak mudah, selain perbedaan budaya, akses lokasi menuju pemukiman-pemukiman SAD yang berada jauh di pelosok desa pastinya membutuhkan komitmen