Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan luas tanam jagung pada 2022 mencapai 4,26 juta hektare (ha) atau luas panen 4,11 juta ha guna mengejar produksi sebanyak 23,10 juta ton jagung pipilan kering.
Koordinator Jagung dan Serealia Lain, Ditjen Tanaman Pangan Kementan Indra Rochmadi di Jakarta, Jumat, mengatakan untuk mencapai target produksi tersebut, pemerintah mendorong pengembangan jagung hibrida, budi daya jagung wilayah khusus, dan pengembangan jagung pangan serta di kawasan sentra produksi pangan/food estate.
Menurur dia, potensi peningkatan produksi jagung dalam negeri cukup besar. Misalnya, dengan memanfaatkan lahan kering yang belum optimal. Saat ini baru dimanfaatkan 19 persen.
"Selain itu, agroklimat Indonesia sesuai untuk budi daya jagung. Teknologi dan inovasi jagung juga sudah cukup banyak,” ujarnya pada webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) dengan tema "Strategi Pengembangan Produksi dan Stabilisasi Jagung Nasional".
Dikatakannya, Kementerian Pertanian telah menyusun road map produksi jagung dari 2020-2024 yang mana pada 2020 produksi jagung dengan kadar air 25 persen sebanyak 22,92 juta ton pipilan kering, pada 2021 (23 juta ton), pada 2022 (23,1 juta ton), pada 2023 (30 juta ton) dan pada 2024 sebanyak 35,3 juta ton.
Pemerintah, lanjutnya, juga telah menyiapkan strategi pengembangan jagung yakni melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi), misalnya dengan pembukaan areal tanam baru (PATB).
Kemudian pengembangan jagung wilayah khusus bekerja sama dengan Perhutani, Inhutani, BUMN, Perusahaan Perkebunan, Perusahaan Pakan ternak, Lembaga pemerintah, Lembaga non pemerintah, dan lainnya.
Peningkatan intensifikasi, diantaranya dengan penggunaan benih produktivitas tinggi, penggunaan pupuk berimbang, meningkatkan pemanfaatan lahan/peningkatan IP lahan.
"Dengan terbatasnya anggaran, kami juga mendorong petani untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat melalui korporasi petani," katanya.
Sementara Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita mengatakan BUMN tersebut telah menyiapkan berbagai infrastruktur, termasuk 1.600 gudang miliki Bulog yang berada di seluruh Indonesia untuk mengantisipasi panen raya jagung.
Saat ini, tambahnya, Bulog telah memulai proses pembangunan unit Corn Drying Center (CDC) dan Silo di beberapa lokasi sentra produksi jagung sebagai tempat penyimpanan.
Ada enam lokasi yakni, Gorontalo, Grobogan, Wonogiri, Tuban, Dompu (NTB), dan Lampung. Untuk di Gorontalo dan Grobogan total kapasitasnya 9.000 ton, sedangkan di Wonogiri, Dompu dan Lampung sebanyak 6.000 ton. Paling besar di Tuban sebanyak 30.000 ton dengan 10 unit silo.
"Ini sebenarnya persiapan kami untuk nanti kalau Bulog ditugaskan menyimpang cadangan jagung. Jadi kita sudah punya infrastrukturnya," ujarnya.
Sementara itu, menurut Dean Novel, petani jagung di Lombok, dari sisi hulu sebenarnya bagi petani sudah tidak ada masalah namun yang dirasakan petani saat ini adalah dari sisi hilir yakni pascapanen dan pasar, terutama soal harga jagung.
Oleh karena itu ia berharap pemerintah membuat patokan harga jagung yang terstandarisasi seperti di luar negeri. Dengan adanya kepastian harga, petani mempunyai insentif untuk berusaha tani.
Dikatakannya, jika pemerintah merevisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) jagung ia mengusulkan agar HPP jagung jangan bersifat nasional, tapi regional, karena kondisi setiap daerah berbeda.